KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji kembali mengeluarkan ancamannya kepada perusahaan perkebunan yang apabila lahannya masih terpantau titik api tahun ini.
Sutarmidji mengaku akan tegas mengambil langkah hukum dan tak akan segan-segan untuk menyeret perusahaan tersebut ke meja hijau.
“Sekedar mengingatkan pelaku usaha perkebunan, jangan ada titik api di koordinat konsesi perkebunan anda, apapun alasannya” kata Sutarmidji melalui akun Facebook pribadinya, Bang Midji, seperti dilihat, Senin (22/08/2022).
Kalimat yang di postingan oleh Sutarmidji di atas telah disesuaikan dengan ejaan yang berlaku.
“Jika ada titik api kita akan tindak dan alhamdulillah ada perusahaan yang kita ajukan ke pengadilan karena ada titik api di area 2560 ha di kebun mereka, (perusahaan itu) dikenakan denda oleh pengadilan Rp 917 miliar,” sambungnya sembari membagikan foto citra satelit yang diberi keterangan “Sumber data: Satelit Hotspot Lapan, last 24H”.
Saat dikonfirmasi lebih jauh, Sutarmidji pun membenarkan, kalau pada tahun 2019 silam, pihaknya telah sukses memberikan sanksi terhadap sedikitnya 157 perusahaan perkebunan yang ada di Kalbar.
“Pada 2019 lalu kita ada memberikan sanksi pada 157 perusahaan perkebunan yang titik api di koordinat dia. Saya tidak mau tau, titik api itu siapa yang membakar, yang jelas ada di kebun dia,” kata dia.
“Yang berat, yang kemarin itu, 2560 hektare yang terbakar, itu terbesar. Jadi itu ada indikasi membakar untuk menanam kan tidak boleh maka kita ajukan pengadilan. Lalu ada juga yang kita usulkan untuk pencabutan konsesi lahannya. Ini putusan pengadilan yang ditindaklanjuti KLHK Rp 917 miliar rupiah,” papar Sutarmidji.
Kendati perusahaan yang bersangkutan masih memiliki nafas untuk melakukan banding hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA), namun Sutarmidji optimis MA akan menolaknya, terlebih perusahaan itu merupakan perusahaan asing.
“Masih ada upaya hukum sampai ke mahkamah agung dan lainnya. Tapi saya rasa pengadilan harus berpihak pada ini (putusan pengadilan sebelumnya), kalau tidak percuma juga, terlebih perusahaan juga bukan Indonesia akan tetapi asing,” kata dia.
Mempertebal hujjah Sutarmidji, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kalbar, Adi Yani menyatakan, bahwa perusahaan yang dimaksud Sutarmidji tersebut ialah PT RKA.
Adi pun menjelaskan, bahwa putusan hakim terhadap PT RKA itu diawali dengan terjadinya kebakaran di areal kebun atau konsesi perusahaan pada tahun 2018-2019. Dari situ, Pemprov Kalbar kemudian memberikan sanksi administrasi lewat Gubernur Kalbar kepada perusahaan pada tahun 2019.
Namun dari sanksi administrasi yang diberikan itu, Pemprov Kalbar justru digugat balik oleh pihak perusahaan. Hingga kasus tersebut masuk ke pengadilan.
“Proseslah, pada saat proses pengadilan maka ternyata kita (Pemprov Kalbar) menang. Kami lapor ke Pak Gubernur, maka Pak Gubernur bilang kok dia menggugat kita yang memberi sanksi administrasi. Nah saya diminta untuk koordinasi dengan KLHK, untuk diberi sanksi pidana kepada mereka,” beber Adi Yani.
Dari sanalah DLHK Kalbar, sambung Adi Yani, langsung berkoordinasi dengan KLHK dalam hal ini Dirjen Gakkum KLHK. Selanjutnya kasus tersebut diproses di Dirjen Gakum dan turut dikawal oleh Pemprov untuk disidangkan di PN Sintang.
“Nah setelah di PN Sintang, inilah prosesnya lumayan juga, ada hampir setahun juga dan kita menang. Menang, nah mereka harus membayar denda sebesar Rp 917 miliar, tentu mereka akan banding. Kita tak tahu, pasti bandinglah mereka kan,” paparnya.
Mengenai kelanjutan upaya banding tersebut, Pemprov Kalbar diakui Adi Yani, hanya tinggal menunggu proses hukum selanjutnya–jika memang pihak perusahaan melakukan banding.
“Kalau mereka (perusahaan) tidak banding ya mereka harus bayar (Rp 917 miliar). Tapi kalau mereka merasa keberatan mereka banding, begitu,” ujarnya.
Dengan adanya kasus ini, Adi Yani pun mewanti-wanti kepada seluruh perusahaan di Kalbar agar tidak membuka lahan dengan cara membakarnya. Terutama untuk perusahaan-perusahaan perkebunan.
“Sekarang terjadi kebakaran kecil-kecil saja, spot, tidak luas. Dan itu karena ada buka perladangan oleh masyarakat. Kalaupun itu terjadi ladang masyarakat di areal konsesi perusahaan, tentu kami lihat lagi, kalau tidak ada lapor dan perusahaan itu mengabaikan, ya bisa kena (sanksi) perusahaan itu,” jelasnya.
Lebih lanjut Adi Yani juga menginformasikan, kalau baru-baru ini juga sudah ada lahan terbakar di sekitar dua ribu titik. Dalam hal ini pihaknya sedang melakukan proses evaluasi. Jika ditemukan ada di dalam areal konsesi perusahaan, maka akan dilayangkan surat peringatan (SP) terlebih dahulu.
“Jadi masih proses ini,” tutupnya. (Jau)
Comment