Bupati Ketapang disebut terima uang dari dana aspirasi
KalbarOnline, Ketapang – Tersangka kasus gratitifikasi dan penyalahgunaan wewenang, Ketua DPRD Ketapang, Hadi Mulyono Upas mengaku bahwa dana aspirasinya pada tahun 2017-2018 lalu yang membuatnya tersandung kasus korupsi bukanlah murni miliknya sendiri. Ia pun menyebut nama kepala daerah di masa itu, yang mana pada tahun tersebut dijabat Bupati Ketapang saat ini yakni Martin Rantan.
Hadi Mulyono Upas mengatakan, dana ABPD 2017 -2018 yang masuk lewat dana aspirasi miliknya itu sengaja dititipkan kepala daerah untuk membantu biaya kegiatan yang diluar kegiatan APBD di tahun tersebut sehingga uang dari persentase hasil proyek aspirasi tersebut dinamakan dana kebijakan daerah.
“Uang ini harus saya klarifikasi untuk apa saja, ini bukan untuk saya pribadi, ini untuk uang kebijakan. Ini langsung Bupati, karena ada suatu kegiatan yang tidak bisa di kelola dalam APBD Ketapang,” katanya, Senin (19/8/2019).
Ia menyebut kalau dana titipan ini, diakuinya hanya untuk mengamankan dana kebijakan pimpinan dalam hal ini Bupati Ketapang. Dana titipan oleh Bupati di masa itu, diakuinya hanya diketahui oleh dirinya, Bupati dan bagian keuangan Pemda Ketapang saat itu.
“Hanya saya, Bupati dan keuangan yang tahu, yang lain tidak. Uang itu melalui kegiatan proyek, saya serahkan, di luar pengaturan APBD, karena untuk memberikan bingkisan kepada setiap pejabat yang datang ke daerah ini, ataupun kegiatan yang sifatnya tidak formal maka tidak mungkin diambil dari kegiatan APBD, tidak dibenarkan,” ungkapnya.
Ia juga mengaku, dirinya hanya membantu dan dari dana tersebut tidak mendapatkan apapun. Hanya dana aspirasi dirinya sebagai anggota DPRD Ketapang pada saat itu diberi lebih oleh kepala daerah.
“Kalau Ketua DPRD kan 3 kali, harusnya anggota 1 kali saja. Demikian juga waktu saya Ketua komisi 1, anggota biasa 1 kali saya bisa 2 kali,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dana APBD yang dititipkan melalui aspirasinya itu akhirnya diserahkan kepada kepala daerah, dalam hal ini Bupati Kabupaten Ketapang. Ia pun menyebut bahwa uang keuntungan dari proyek aspirasi yang diberikan pelaksana tersebut diserahkan kembali kepada kepala daerah dengan beberapa tahap, bahkan sebagian diberikan secara langsung kepada kepala daerah saat itu.
“Catatan saya menyerahkan uang waktu Ketua Komisi ada yang dapat dipertanggungjawabkan dan ada saksi. Saya tidak mau menyerahkan (uang) begitu saja. Ada saksi waktu saya menyerahkan. Rata-rata menyerahkannya di Pemda, Kantor Bupati tapi di rumah Bupati juga ada,” akunya.
“Ditambah lagi ada 200 juta saya serahkan waktu yang terakhir ini, itu ada skalanya pengurus aspirasi, 150 juta kontan, 50 jutanya melalui cek dan hitunganya bisa ditelusuri. Saya tidak tahu masuk ke rekening siapa, tapi (Bupati) pernah terima langsung, cuma saya tidak mau menyebutkan nama Bupatinya siapa ya,” imbuhnya.
Selain memberikan melalui kepala daerah, ia mengatakan bahwa sebagian dana tersebut juga diberikan kepada Bagian Keuangan Pemda, dengan beberapa tahap penyaluran, dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
Pada pemanggilan besok, Selasa (20/8/2019) oleh Kejaksaan. Dirinya akan memberikan keterangan secara detail kemana saja dana tersebut disalurkan, karena menurutnya ia hanya sebagai korban dari kepentingan oknum tertentu.
“Di keuangan pertama 500 juta, kedua 35 juta, berikutnya 150 juta, bagian keuangan. Saya akan buka di Kejaksaan, apabila pemerintah daerah dalam hal ini di mana saya menjalankan kebijakan tidak di-back-up, seolah-olah saya yang harus bertanggungjawab, sedangkan uangnya bukan untuk saya, maka saya akan buka siapa-siapa yang menerima itu,” pungkasnya. (Adi LC)
Comment