KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji menilai bahwa salah satu penyebab bencana banjir yang kerap berulang di wilayah perhulun Kalbar lantaran disebabkan oleh pendangkalan sungai yang terjadi.
Oleh karenanya ia meminta kepada pemerintah pusat untuk segera menunaikan kewajibannya melakukan pengerukan di Daerah Arus Sungai (DAS) Kapuas dan persimpangan Sungai Kapuas serta Sungai Melawi di Kabupaten Sintang sebagai solusinya.
“Banjir ini masalah bagi kita (Kalbar) karena sudah meluas dan setiap tahun terjadi. Satu-satunya cara pusat harus melaksanakan kewajibannya dengan mengeruk alur Sungai Kapuas dan persimpangan (sungai) Melawi, kalau tidak maka setiap tahun akan semakin meluas,” ungkapnya kepada awak media, Jumat (14/10/2022).
Sutarmidji bahkan mengaku, bahwa pengerukan DAS Kapuas tersebut telah diusulkannya kepada pemerintah pusat sejak setahun lalu. Namun hingga kini belum direspon oleh pusat.
“Saya sudah mengusulkan untuk pengerukan. Masalah biaya mahal itu bukan urusan kita (Kalbar), ini tanggung jawab mereka (pemerintah pusat),” tegasnya.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu lantas membeberkan kondisi muara Sungai Kapuas yang tiap tahun semakin dangkal. Sekitar 10 tahun lalu, ia menyebut muara yang terhubung langsung ke Selat Karimata itu hanya memiliki kedalaman di atas tujuh meter ketika air surut. Tapi saat ini, diperkirakan kedalamannya hanya tinggal lima meter saja. Artinya sudah ada pendangkalan sekitar dua meter dari kondisi sebelumnya.
“Pendangkalan dua meter, artinya air tempatnya dua meter tidak ada, maka dia (air) diam di darat, itu hukum alam,” jelasnya.
Ditambah lagi kondisi topografi Sungai Kapuas yang sangat landai, dimana saat ini ketinggiannya hanya sekitar 38 meter, sementara panjang sungai itu mencapai sekitar 1.134 kilometer. Itulah mengapa air yang turun ke muara atau ke laut lepas menjadi lamban.
“Beda dengan sungai di Jawa yang untuk surut air cepat, kalau ini (Kapuas) tidak. Asal hujan tambah lagi, air pasang, sudah (banjir). Sekarang yang paling parah Ketapang, Sintang,” ujarnya.
“Melawi katanya sudah surut, Sekadau, Sanggau, kalau air di Melawi sudah turun, maka mereka berdampak, termasuk Kubu Raya,” timpalnya.
Selain itu, Sutarmidji juga sempat menyinggung soal keberadaan pertambangan bauksit yang dinilai turut berdampak besar terhadap penurunan lahan. Dengan luas izin mencapai 25 juta meter persegi se-Kalbar, jika dalam satu tahun terjadi penurunan satu meter saja, artinya sudah ada 25 juta meter.
“Kalau 10 tahun, berapa banyak itu yang tidak dihitung (penurunan lahan). Yang kita dapat (dari pertambangan) tidak sebesar itu, tetapi ketika banjir, yang rugi masyarakat, pemerintah daerah dan lainnya,” pungkasnya. (Jau)
Comment