KalbarOnline, Pontianak – Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat (Kalbar), Hary Agung Tjahyadi mengungkapkan kondisi terkini pasien Gangguan Ginjal Akut (GGA) Progresif Atipikal pada anak usia 8 tahun asal Kota Singkawang.
“Secara hasil laboratorium penyelidikan epidemiologi, kita kategorikan sebagai bukan hanya dugaan akan tetapi probable. Jadi probable yang ginjal akut yang progresif atipikal,” kata Hary kepada wartawan, Senin (31/10/2022).
Artinya, lanjut Hary, kondisi yang dialami dan dari hasil penyelidikan epidemiologi terkait riwayat penggunaan obat dan lainnya terhadap pasien tersebut mengarah ke arah ginjal akut yang progresif atipikal.
“Oleh karena itu sudah kita laporkan ke Kemenkes terkait satu pasien ini. Probable ini artinya kasus ini tidak ada riwayat kelainan ginjal atau penyakit ginjal kronis sebelumnya. Kondisinya disertai dengan gejala prodromal seperti demam, diare, muntah, batuk, pilek dan dalam pemeriksaan laboratorium adanya peningkatan ureum kreatinin lebih dari 1,5 kali. Itu sudah dimasukkan kepada probable,” terangnya.
Sementara itu, Hary juga menyebutkan, bahwa pihaknya telah mengirimkan sampel darah, serum, swab rectal, oro dan naso, yang bersangkutan kepada BKPK Kemenkes RI untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, guna penegakkan diagnosa akhir.
“Untuk ke laboratorium BKPK itu terkait pemeriksaan patogen, sedangkan obat-obatan yang digunakan sudah kita dapatkan dari Dinkes Singkawang serta sudah kita kirim untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi kita kirim ke laboratorium DKI sebagai laboratorium rujukan untuk toksikologi,” ujarnya.
Sampai hari ini, kata Hary, kondisi keadaan umum pasien di RSUD dr Soedarso masih ditangani intensif oleh dokter spesialis anak dan tim dokter lainnya di ruang PICU, dengan kondisi belum ada perubahan.
“Kesadaran pasien masih menurun kemudian tanda-tanda vital baik tekanan darah kemudian pernafasan belum stabil. Hingga hari ini pernapasannya masih dibantu alat bantu pernapasan atau ventilator,” katanya.
Selain itu Hary menjelaskan, untuk volume air kencing pasien ketika masuk memang anuriea, artinya tidak ada pengeluaran air kencing sama sekali. Namun setelah beberapa hari dirawat, pasien sudah bisa keluar kencing akan tetapi volumenya masih sangat sedikit.
“Ini kita upayakan oleh tim medis di RSUD dr Soedarso untuk berupaya semaksimal mungkin,” ujarnya.
Upaya lain yang turut dilakukan pihaknya, yakni melakukan pengajuan permohonan untuk mendapatkan antidotum atau penawar dari keracunan diethylene glycol-DEG dan ethylene glycol-EG pada Kamis lalu.
“Karena memang Kemenkes telah berupaya mencarikan antidotum dan ada antidotum dari Singapura dan Jepang yang dimasukkan ke Indonesia untuk penanganan kasus gagal ginjal akut ini,” katanya.
“Alhamdulillah tadi Siang pukul 11.30 Wib, antidotum-nya dalam bentuk Fomepizol sudah kita peroleh di Kalbar dan di pukul 14.00 WIB sudah kita masukkan obat penetralisir keracunan diethylene glycol-DEG dan ethylene glycol-EG,” sambungnya.
Hary menyebutkan, untuk di Indonesia sendiri, ketersediaan antidotum sangat sedikit, dan pihaknya hanya dikirimi dua vial. Ia berharap, dengan antidotum ini bisa membantu keselamatan anak tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyinggung soal penggunaan obat oleh pasien sebelum masuk rumah sakit–dari 7 Oktober hingga 14 Oktober–dengan kondisi demam batuk dan pilek yang memang salah satu obat yang digunakan adalah obat yang termasuk dalam kadar DEG dan EG diatas batas normal.
“Obat batuk demam yang digunakan anak tersebut selama berobat mandiri salah satu obat yang sudah dilarang karena kandungan DEG dan EG melebihi batas ambang normal,” katanya.
“Ini sudah kita laporkan semua obat-obatan yang digunakan kita kirim ke Kemenkes untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi,” tambahnya.
Terkait dengan perkembangan kasus sendiri, Hary menyatakan, bahwa sampai hari ini, berdasarkan pelaporan sistem informasi rumah sakit dan surveilance dinas kesehatan kabupaten dan kota, belum ada penambahan kasus suspek dugaan ginjal akut yang progresif atipikal. (Jau)
Comment