KalbarOnline.com – Ingatan tentang kesenian tradisional yang mulai jarang dikenal diunggah kembali dalam acara Ponorogo Rikolo Semono, salah satunya cokekan.
Cokekan merupakan sebuah miniatur grup karawitan yang terdiri dari pemain kendang, siter, gender, dan gong bumbung berbahan bambu untuk mengiringi pesinden melantunkan tembang Jawa.
Budianto, warga Desa Campurejo, Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo mengatakan bahwa dirinya sudah memimpin kesenian cokekan selama 10 tahun terakhir.
“Grup ini saya bentuk pada tahun 2014,’’ ucapnya.
Menurut Budianto, dirinya lega karena generasi muda juga tertarik melestarikan cokekan. Pasalnya, mereka piawai memainkan kendang dan gender.
Meski demikian, menguasai alat musik siter ternyata membutuhkan latihan khusus yang cukup memakan waktu.
Menurut Budianto, saat ini ada cukup banyak stok pesinden muda.
“Anak saya yang masih SMP juga ikut dalam kesenian cokekan ini,’’ katanya.
Sebagai informasi, cokekan memangkas jumlah pengrawit dalam satu kelompok karawitan.
Selama ini, cokekan selama ini juga identik dengan pemain gamelan yang mengamen.
Cokekan juga cocok untuk mengiringi pengunjung rumah makan atau menjamu tamu.
“Dari segi biaya tentu lebih ringan dibandingkan mengundang grup karawitan dengan perangkat gamelan komplet,” ungkap Budianto.
Pada 2013, cokekan sudah mendapat pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya takbenda bersama enam jenis gamelan asli Jawa lainnya.
Sementara di kegiatan Ponorogo Rikolo Semono yang berlangsung selama dua pekan di Alun-Alun Ponorogo pada 21-30 September 2023, cokekan ikut naik panggung pada malam kelima. (*)
Cek Berita dan Artikel lainna di Google News
Sumber: Ponorogo.go.id
Comment