KalbarOnline, Pontianak – Penjabat Gubernur Kalbar, Harisson bersama Danrem 121/AWB, Brigjen TNI Lukman Arief dan jajaran melaksanakan rapat koordinasi (rakor) program pembangunan perbatasan yang terfokus pada pendidikan dan penurunan stunting, di Data Analytic Room Kantor Gubernur Kalbar, Senin (22/01/2024).
Pada rapat yang turut diikuti beberapa kepala OPD Pemprov Kalbar, pimpinan BUMN dan BUMD itu, Harisson mengungkapkan kalau saat ini stunting masih menjadi isu prioritas nasional, di mana nasional menargetkan adanya penurunan prevalensi stunting sebesar 14% persen di tahun 2024.
Untuk Provinsi Kalbar sendiri, kata dia, berdasarkan data SSGI pada tahun 2022 menunjukkan angka prevalensi stunting sebesar 27,8%, dan berdasarkan data Sigizi Terpadu Tahun 2023 dari 115.524 balita yang diukur, 17.900 (15,49%) diantaranya mengalami stunting.
“Capaian ini sudah melebihi target provinsi yakni 16%, namun kita tidak boleh lengah. Intervensi program dan kegiatan penurunan angka stunting harus tetap dijalankan secara berkelanjutan,” kata Harisson.
Sejalan dengan itu, Harisson mengharapkan komitmen dari seluruh jajaran TNI yang merupakan lembaga dengan potensi dan kekuatan besar dalam membantu pemerintah dalam upaya percepatan dan penurunan stunting, diantaranya mempunyai sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, jajaran anggota sampai di tingkat desa, serta memiliki kemampuan melakukan koordinasi dan kolaborasi dan penggerakan masyarakat.
“Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah perbaikan sanitasi lingkungan dan penyediaan air bersih,” katanya.
Berdasarkan pelaporan di E-Monev STBM Provinsi Kalbar, menunjukkan bahwa dari 1.417.465 KK, baru 829.410 KK atau 58,51% keluarga yang memiliki Jamban Sehat Permanen (layak).
Dari 2140 desa dilaporkan 1644 desa (76,82 %) yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), sementara itu baru 22,94 % desa atau hanya 491 desa yang sudah terdata sebagai desa yang Stop Buang Air Besar Sembarangan (Desa Stop BABS/ Desa ODF).
“Hal ini menunjukkan masalah sanitasi lingkungan masih menjadi masalah yang besar di Kalimantan Barat,” ungkapnya.
Harisson memandang, peran anggota TNI memiliki potensi besar di bidang pengamanan perbatasan negara, menaikkan taraf pendidikan, peningkatan pemberdayaan masyarakat hingga turut aktif dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting.
“Semoga kerja sama dan sinergi yang sangat baik selama ini, antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan Korem 121/ Alambhana Wanawai dapat terus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan lebih baik lagi,” harap Harisson.
Dirinya juga menambahkan, bahwa upaya penurunan stunting ini terus dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK dari tingkat provinsi sampai ke tingkat desa.
“Kader PKK juga dapat menggandeng organisasi persatuan istri forkopimda (Sinita Penjaga Ibu Jari) seperti Bhayangkari, Persit Chandra Kirana, Jalasenastri, PIA Ardhya Garini, Dharma Pertiwi, dan lainnya,” katanya.
Sebagai informasi, Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain. Adapun panjang perbatasan yakni 972,95 km yang meliputi 5 kabupaten (Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu) dan 14 kecamatan, 166 desa.
Jalan paralel perbatasan yang ada, yakni sepanjang panjang 811,32 Km² (607,81 Km² jalan non nasional; 203,51 Km² jalan nasional).
Kalbar juga memiliki PLBN Aruk, PLBN Entikong, PLBN Badau dan PLBN Jagoi Babang yang saat ini menunggu untuk diresmikan oleh presiden. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga mengharapkan pembangunan PLBN tipe C di Temajuk (Kabupaten Sambas), mengingat pihak Malaysia sudah membangun Pos Kawalan Sempadan di Telok Melano (counterpart Temajuk) dan potensi pariwisata di kawasan Paloh dan Aruk. Dan di dalam revisi RTRWP sudah diusulkan Temajuk masuk sebagai PKSN.
Sebagai informasi juga, berdasarkan Indeks Desa Membangun tahun 2023, sudah ada 877 desa di Kalbar ini yang berstatus Desa Mandiri dan untuk wilayah perbatasan di 5 Kabupaten sudah tidak ada lagi Desa Tertinggal. (Jau)
Comment