KalbarOnline, Pontianak – Pengawasan terhadap anak di satuan pendidikan masih jadi tantangan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Salah satu contoh adalah kekerasan yang diakibatkan penyalahgunaan gadget dan media sosial.
Pj Wali Kota Pontianak, Ani Sofian menilai, setiap pelajar harus memiliki filter dalam menyelami dunia digital.
“Jika diperbolehkan juga, kami ingin guru-guru ikut mengawasi gawai (gadget) yang dimiliki pelajar, tetapi tidak bisa karena terhalang aturan,” tuturnya usai membuka Sosialisasi Pengawasan Penyalahgunaan Gawai dan Media Sosial, di Aula Rohana Muthalib, Kantor Bappeda Kota Pontianak, Kamis (27/06/2024).
Menurut Ani Sofian, penggunaan gadget di lingkungan sekolah perlu diawasi guru-guru dengan berbagai pertimbangan. Pengawasan dalam arti memahami kegiatan setiap anak saat menggunakan media sosial.
“Demi kemajuan masa depan anak-anak kita, kita harus bisa memeriksa gawai anak-anak kita. Jadi tidak hanya di sekolah tetapi juga dari rumah sendiri sudah diamati perilaku anak-anak kita,” ungkapnya.
Melalui ponsel cerdas, banyak ilmu positif yang bisa diserap anak-anak. Di saat yang sama informasi negatif juga bertebaran. Fungsi guru dan orang tua adalah memberikan benteng bagi anak-anak pelajar agar dapat menyaring setiap informasi.
“Sisi negatifnya juga banyak, kekerasan terhadap anak. Saya menyaksikan perilaku menyimpang di dunia nyata, karena terlalu banyak menyimak informasi negatif dan terlalu banyak menerima stimulasi tayangan-tayangan di gawai,” katanya.
Tantangan ke depan semakin berat. Ani Sofian mengimbau, jangan sampai karena gawai, anak-anak pelajar saling berkonflik. Ia berharap, KPAD Kota Pontianak bisa berbagi tips dan cara komunikasi antara anak dan orang tua agar anak-anak punya penyaring informasi mandiri.
“Apresiasi kami untuk KPAD Kota Pontianak yang telah menyelenggarakan kegiatan ini, mudah-mudahan bisa memberikan arahan yang bijak bagaimana orang tua bisa mengingatkan anak-anaknya tentang penggunaan gawai,” tuturnya.
Niyah Nuryati, Ketua KPAD Kota Pontianak menerangkan, kegiatan sosialisasi diikuti 25 orang peserta dari dinas terkait, PKK, organisasi keagamaan hingga organisasi perempuan. Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menjawab persoalan penyalahgunaan gawai dan media sosial pada anak-anak di lingkungan satuan pendidikan.
“Fakta di lapangan, guru-guru selama ini tidak bisa membuka gawai anak-anak karena berkaitan dengan Undang-Undang ITE, yang menyebut isi gawai anak-anak bersifat privasi. Untuk itu kami berpikir bahwa perlu kiranya melakukan tindakan preventif,” terangnya.
Menjelang tahun ajaran baru, Niyah ingin antara orang tua dan siswa memiliki pemahaman yang sama terhadap kekerasan anak akibat penyalahgunaan gawai dan media sosial.
“Mengingat tahun ini sudah memasuki tahun ajaran baru, sekarang masih masa libur setelah berbagi rapor. Kami berharap di tahun ajaran baru nanti, orang tua dan siswa memiliki keinginan yang sama, bahwa kegiatan pencegahan hanya berada di hilir saja,” paparnya.
Maraknya judi online dan prostitusi melibatkan anak, menurut Niyah, bermuara pada satu sumber, yaitu penyalahgunaan gadget dan media sosial. Bagaimana guru bisa mengawasi di sekolah jika isi gadget tidak diperbolehkan dibuka.
“Melalui kegiatan ini kami ingin menjalin informasi dan meminta dukungan kepada seluruh lapisan masyarakat Kota Pontianak untuk agar guru diberi dukungan moril,” pungkasnya. (Jau)
Comment