KalbarOnline, Pontianak – Bukan hal yang mudah bagi Salim bin Saluyo untuk kembali menjalani kehidupan normal setelah menjadi narapidana teroris (napiter). Namun seberat apapun perjuangan itu, ia bertekad akan tetap istiqomah menjalaninya.
Saim Saluyo merupakan eks napiter yang merampok bank di Surabaya, Jawa Timur, untuk merakit bom dan membeli senjata api lalu dikirim kepada kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.
Ditemui awak media, Salim bercerita, saat ditangkap dirinya enggan mengakui NKRI dan kesulitan untuk menghilangkan ajaran radikal negatif yang dipelajarinya lewat media sosial.
“Perubahan itu tidak seketika saat ditangkap langsung berubah, semua butuh proses. Karena ketika saya ditangkap masih tidak mau mengakui NKRI, saya tolak, nggak mau,” ungkap Salim saat coffee morning bersama awak media yang digelar Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Pontianak di halaman belakang Kantor Bapas Pontianak, Jalan Abdul Rahman Saleh, Kota Pontianak, Selasa (06/08/2024).
Namun seiring berjalannya waktu, mendekam di Lapas Kelas II B Sentul selama 3 tahun dan mendapatkan pendekatan humanis serta bimbingan dari bapas, ia akhirnya bisa keluar dari pengaruh radikal tersebut. Alhasil, kini Salim menjalankan sebuah usaha mebel yang telah berjalan kurang lebih 1 tahun.
Salim memulai usaha mebelnya itu setelah sebelumnya mengikuti pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja Pusat Deradikalisasi pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pada pelatihan itu, ia tertarik mengambil pelatihan kayu atau mebel.
“Di pelatihan itu, saya dan napiter lainnya diminta untuk memilih apa yang jadi minat kami masing-masing. Ada yang tertarik jadi montir, penjahit dan lainnya,” kata Salim
“Sebelum bebas, saya sudah punya rencana mau buka usaha. Saya tertarik dengan dunia interior, mebel. Kebetulan ada pelatihan mebel di sana. Setelah dapat ilmunya, saya sempat ragu mau buka usaha itu karena modalnya besar. Lalu saya diberi saran oleh staf bapas untuk pelan-pelan, saya juga diberi modal oleh beliau untuk buka usaha mebel ini,” cerita Salim.
Ia bilang, saat ini usaha mebelnya sudah memiliki alat dengan total harga mencapai ratusan juta rupiah. “Sekarang alatnya sudah terkumpul, alatnya sudah lengkap. Kalau ditotalkan alat-alat saya sudah mencapai ratusan juta lah. Jadi pelan-pelan. Setiap saya mendapat keuntungan, uangnya saya gunakan untuk membeli peralatan baru,” tambahnya.
Kini usaha mebel Salim tengah berkembang pesat, meski hanya dijalankan dari rumahnya yang merangkap bengkel kayu di Pontianak, pesanan kerap datang dari dalam bahkan luar kota Pontianak. Produk yang banyak dipesan oleh konsumen antara lain backdrop, partisi, lemari dan kitchen set.
Sebelum menjalani kehidupan normalnya ini, Salim mengakui kalau dirinya merasakan penyesalan yang sangat luar biasa saat mendekam di Lapas Sentul. Ia merasa malu terhadap istri, anak, keluarga serta tetangganya apabila dirinya keluar dari penjara.
Betul saja, Salim sempat tidak ingin kembali ke rumah dan ingin tetap berada di lapas karena dihantui stigma masyarakat yang mungkin akan menjauhi dirinya karena seorang mantan teroris.
“Ketika di Lapas Sentul itu, penyesalan luar biasa. Saya baru mulai sadar dan timbul rasa malu. Malu terhadap anak, istri, tetangga dan keluarga, kalau saya sudah bebas, apa yang harus saya jelaskan kepada keluarga? Sebenarnya ketika saya bebas tidak mau kembali ke rumah, mau di lapas aja, karena rasa takut itu,” kata dia.
Namun tak disangka, usai keluar dari lapas, keluarga Salim justru menyambutnya dengan hangat dan menerimanya kembali.
“Respon keluarga positif, cuman saya sempat setelah bebas masih ada rasa takut. Hidup kembali normal, jangan buat aneh-aneh lagi. Saya akan buktikan kepada masyarakat dan keluarga. Mungkin awal-awal baru bebas masyarakat sedikit takut, menghindar, tapi saya maklumi. Saya berusaha mendekati ke masyarakat, percaya bahwa saya sudah kembali ke jalan yang benar,” katanya.
Terakhir, Salim turut menitip pesan kepada masyarakat Kalbar agar jangan belajar agama lewat media sosial. Menurutnya, akan lebih baik jika ingin mengetahui lebih banyak tentang agama, belajarlah ke ustadz terdekat.
“Pesan saya untuk masyarakat Kalbar, pertama jangan mudah percaya pada media-media tentang agama. Kalau kita mau belajar ngaji, agama, mending kita belajar kepada ustadz yang di kampung kita. Kalau umpannya ada salah satu artikel atau tulisan yang kiranya memusingkan, lebih baik konsultasikan. Jangan langsung ditelan mentah-mentah karena yang saya alami seperti itu,” tukasnya. (Lid)
Comment