BPKP Kalbar Dorong Ketahanan Pangan dan Peningkatan Kualitas Pembangunan Daerah

KalbarOnline, Pontianak – Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat, Rudy M Harahap menekankan pentingnya persiapan menghadapi situasi krisis dan perubahan kebijakan, terutama terkait dengan ketahanan pangan dan Makan Bergizi Gratis (MBG).

Hal tersebut disampaikannya dalam acara Coffee Talk & Bakomo’ bersama seluruh unsur pemerintah daerah Kalimantan Barat di Aula Ismahayana, Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat, Senin (06/01/2025).

NataruBK

Acara tersebut diikuti oleh pimpinan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) daerah dan para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) pengampu bidang keuangan daerah, perencanaan daerah, dan pemerintah desa di Kalimantan Barat.

Rudy mengatakan, terkait program MBG, Presiden Prabowo Subianto meminta agar bahan bakunya dari dalam negeri dan bukan dari impor. Untuk itu, menurutnya Kalbar harus siap dalam menyediakan bahan baku MBG, mulai dari lahan pertanian untuk memproduksi padi hingga lahan peternakan untuk memproduksi daging, susu dan protein lainnya.

Pada kesempatan itu, Rudy juga menyampaikan, di Kalbar dalam lima tahun ini tren anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah meningkat, tetapi realisasinya fluktuatif.

“Walaupun anggaran pendapatan dan belanja kita meningkat, realisasinya fluktuatif,” ungkapnya.

OPD perencanaan, disampaikannya, memang sudah mendesain tren anggaran pendapatan dan belanja yang terus meningkat, tetapi OPD yang bertanggung jawab tidak terlalu berhasil merealisasikannya.

“Tren Transfer ke Daerah (TKD) juga cenderung stagnan, tetapi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) masih kecil sekali,” tambahnya.

Baca Juga :  Dua Polisi Kapuas Hulu Ditangkap, Diduga Terkait Narkoba

Diungkapkannya, keterbatasan sumber daya keuangan tersebut menghambat pembangunan manusia di sisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Ia juga mengungkapkan, walaupun terdapat tren positif pada berbagai pencapaian target pembangunan manusia di Kalimantan Barat, capaian di sisi pendidikan dan kesehatan masih di bawah nasional.

“Sebagai contoh, di sisi pendidikan, harapan lama sekolah pada tahun 2020 sebesar 12,60 tahun dan terus meningkat menjadi sebesar 12,68 tahun pada tahun 2024, tetapi masih di bawah capaian nasional tahun 2024 sebesar 13,21 tahun,” jelasnya.

Di sisi kesehatan, usia harapan hidup terus meningkat, yaitu pada tahun 2020 sebesar 70,69 tahun menjadi sebesar 71,55 tahun pada tahun 2024, tetapi di bawah capaian nasional tahun 2024 sebesar 72,39 tahun.

Berita baiknya, di sisi kesejahteraan, tingkat kemiskinan Kalimantan Barat pada tahun 2020 sebesar 7,17% menjadi sebesar 6,32% pada tahun 2024, lebih baik dari capaian nasional tahun 2024 sebesar 9,03%.

Selain itu, rasio gini yang mengindikasikan kesenjangan pendapatan semakin menurun, yaitu pada tahun 2020 sebesar 0,317 menjadi sebesar 0,310 pada tahun 2024, yang lebih baik dari capaian nasional tahun 2024 sebesar 0,379.

Rudy kemudian juga menjelaskan beberapa isu strategis di Kalimantan Barat. Pertama mengenai program pendidikan. Ia mengatakan, aksesibilitas dan kualitas pendidikan masih menjadi isu strategis. Begitu juga serapan lulusan sekolah ke dunia kerja.

Baca Juga :  Dukung Ketahanan Pangan, Kapolres Kapuas Hulu Resmikan Pekarangan Bergizi Holtikultura Berbasis Hidroponik

“Perbedaan kondisi dan beban tetap antar sekolah juga belum diperhatikan pada alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) ada yang tidak tepat sasaran,” jelasnya.

Dalam hal kesehatan, jumlah Puskesmas belum memenuhi standar WHO,  pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah terpencil rendah, dan infrastruktur pendukung transformasi teknologi kesehatan kurang.

“Dari segi governansi pengungkit, kita punya beberapa isu penting, seperti perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah belum berkualitas, dengan risiko program/kegiatan yang tidak efektif senilai Rp 106,08 miliar dan tidak efisien senilai Rp 681,11 juta, tahun 2024 saja,” jelasnya.

Kemudian, strategi pembangunan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan belum berjalan sesuai dengan baik, yang akhirnya memunculkan risiko dikotomi sekolah favorit dan sekolah non favorit dan pembangunan infrastruktur tidak sesuai dengan desa lokus stunting.

Akuntabilitas pembangunan daerah juga belum memuaskan, seperti temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berulang, predikat kinerja belum baik, dan  tindak pidana korupsi masih sering terjadi.

“Pengawasan APIP Daerah juga belum memberikan rekomendasi strategis dan masih pada hal yang operasional. Kolaborasi lintas instansi juga belum berjalan dengan baik,” pungkas Rudy. (Lid)

Comment