KALBARONLINE.com – Pakar bisnis dan investor saham, Benny Batara atau sering dikenal sebagai Bennix melontarkan kritik tajam terhadap data kemiskinan nasional yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam video berdurasi hampir 26 menit yang diunggah di akun YouTube miliknya, Bennix menyebut angka kemiskinan versi BPS—yang hanya 8,57 persen—tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat di lapangan dan bahkan terkesan membohongi publik.
Menurut BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2024 hanya sekitar 24 juta jiwa. Namun, data ini kontras dengan laporan Bank Dunia yang menyebut lebih dari 60 persen atau 171 juta jiwa penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
“Kalau BPS bilang hanya 8 persen rakyat Indonesia yang miskin, berarti 92 persen sisanya sultan semua dong? Ini logika yang enggak masuk akal,” kata Bennix.
Bennix yang merupakan investor saham sukses di Indonesia ini menjelaskan bahwa ketimpangan data ini terjadi karena perbedaan metode penghitungan. BPS menggunakan pendekatan pengeluaran rumah tangga, sementara Bank Dunia mengacu pada pengeluaran individu (per kapita). Untuk negara menengah ke atas seperti Indonesia, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan pada angka $6,85 per hari, atau sekitar Rp1,2 juta per bulan per orang.
Sementara versi BPS menyebut bahwa satu rumah tangga dianggap miskin jika pengeluarannya di bawah Rp2,8 juta per bulan—jumlah yang jika dibagi rata dengan rata-rata 4,71 anggota keluarga, hanya sekitar Rp20.000 per orang per hari.
“Coba hidup pakai Rp20.000 sehari. Makan, minum, pulsa, listrik, bensin—cukup nggak? Kalau cuma buat makan, satu porsi nasi ayam saja sekarang minimal Rp10.000. Itu pun makan sekali. Kalau makan tiga kali, artinya kamu sudah jadi ‘sultan’ versi BPS,” sindirnya.
Lebih lanjut, Bennix menilai bahwa upaya pemerintah mempertahankan standar kemiskinan yang sangat rendah justru berbahaya dan memperparah masalah sosial.
“Realitanya sangat banyak yang miskin. 170 juta orang menurut Bank Dunia. Masa kita masih mau pakai standar yang sedemikian rendah? Malu dong kita sama Malaysia. Mereka pakai standar Bank Dunia, bukan standar ‘cap kaki lima’,” ujar Bennix dalam video tersebut.
Ia menambahkan, “Kalau standar dunia bilang 170 juta orang di Indonesia miskin, kenapa harus ditutup-tutupi? Justru data itu harus dijadikan pemicu semangat membangun bangsa, memperbaiki manajemen pemerintahan, dan memberantas korupsi. Kalau sibuknya cuma poles sana poles sini, yang terjadi ya kemunafikan.”
Menurutnya, rendahnya standar kemiskinan membuat para pengambil kebijakan tidak punya sense of crisis terhadap penderitaan rakyat.
“Kalau kamu percaya orang miskin cuma 8 persen, ya kamu enggak akan mikir kalau korupsi itu menyengsarakan 170 juta orang. Di mana hati nurani kita kalau seperti ini? Gua sedih banget,” katanya emosional.
Bennix bahkan mempertanyakan integritas BPS dalam menyajikan data, dan menyebut bahwa Malaysia berhasil menurunkan angka kemiskinan karena bersikap jujur dan tidak memanipulasi realitas.
“Malaysia hanya 1,3 persen yang miskin dan mereka akui dengan standar internasional. Tapi kita? Data dipoles, rakyat dibohongi, padahal faktanya orang Indonesia berbondong-bondong cari kerja ke Malaysia, bukan sebaliknya,” kata dia.
Ia pun menyayangkan budaya birokrasi yang terlalu sibuk dengan angka-angka statistik, tapi lupa memperjuangkan kesejahteraan konkret rakyat.
“Pejabat sibuk main angka, ujung-ujungnya mayoritas rakyat Indonesia mimpinya jadi PNS. Karena apa? Karena hanya itu yang dijamin negara untuk bisa hidup layak. Negara ini harusnya mengandalkan sektor swasta, bukan menggiring semua orang masuk birokrasi,” tegasnya.
Menutup kritiknya, Bennix mengajak publik untuk jujur menilai, apakah Indonesia sebaiknya tetap menggunakan standar BPS atau mulai berani memakai standar global seperti Bank Dunia.
“Gue yakin orang BPS banyak yang pintar, tapi tolonglah, pakai hati. Jangan cuma pintar merancang metodologi. Pakai empati juga. Kenapa sih kita masih ngotot banget pakai standar rendah? Belajarlah dari Malaysia, akui kondisi apa adanya, lalu benahi. Itu baru negara yang punya harga diri,” tutupnya.
Comment