Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : adminkalbaronline |
| Rabu, 30 Juli 2025 |
KABADONLINE.com - Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Aryana Satrya mengungkapkan, bahwa harga rokok yang beredar saat ini di pasaran masih tergolong sangat murah. Alhasil, sulit jika ingin meminta masyarakat untuk berhenti merokok.
"Harga rokok di Indonesia yang mencapai Rp 49.900 (per bungkus) masih terbilang sangat rendah jika dibandingkan dengan harga rokok di negara-negara maju," kata dia dalam sebuah acara workshop di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Tempo.co.
Oleh karenanya, ia menyarankan perlunya menaikkan tarif cukai rokok minimal 25 persen per tahun. Kenaikan tersebut diharapkan membuat harga rokok tidak lagi terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Riset kami tahun 2019, menunjukkan bahwa kalau harga rokok itu sampai Rp 60 ribu, maka 60 persen akan berhenti. Kalau sampai Rp 70 ribu, maka 70 persen akan berhenti merokok," ujarnya.
Selain itu, PKJS UI juga menekankan pentingnya optimalisasi pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) dan pajak rokok daerah (PRD) untuk mendukung program pengendalian tembakau, seperti layanan berhenti merokok, kampanye edukasi, penegakan kawasan tanpa rokok (KTR), serta penindakan rokok ilegal.
"Menjamin bahwa minimal 40 persen dari DBH CHT dan 25 persen dari PRD dialokasikan untuk mendukung program pengendalian tembakau," kata Aryana.
Masih dalam laman yang sama, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan, bahwa prevalensi perokok aktif di Indonesia mencapai 63,1 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah kelompok usia 10 - 18 tahun, atau kalangan anak dan remaja.
"Survei Kesehatan Indonesia 7,4 persen (perokok anak), tapi secara absolut itu jumlah perokok anak meningkat 5,9 juta orang," kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau dan Penyakit Paru pada Direktorat Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, Benget Saragih.
Selain itu, tercatat perokok pemula semakin muda usianya. Pada data 2023, tercatat terdapat 2,6 persen perokok anak berusia 4 - 9 tahun, 44,7 persen perokok anak usia 10 - 14 tahun, dan 52,8 persen perokok anak usia 15 - 19 tahun. (**)
KABADONLINE.com - Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Aryana Satrya mengungkapkan, bahwa harga rokok yang beredar saat ini di pasaran masih tergolong sangat murah. Alhasil, sulit jika ingin meminta masyarakat untuk berhenti merokok.
"Harga rokok di Indonesia yang mencapai Rp 49.900 (per bungkus) masih terbilang sangat rendah jika dibandingkan dengan harga rokok di negara-negara maju," kata dia dalam sebuah acara workshop di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Tempo.co.
Oleh karenanya, ia menyarankan perlunya menaikkan tarif cukai rokok minimal 25 persen per tahun. Kenaikan tersebut diharapkan membuat harga rokok tidak lagi terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Riset kami tahun 2019, menunjukkan bahwa kalau harga rokok itu sampai Rp 60 ribu, maka 60 persen akan berhenti. Kalau sampai Rp 70 ribu, maka 70 persen akan berhenti merokok," ujarnya.
Selain itu, PKJS UI juga menekankan pentingnya optimalisasi pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) dan pajak rokok daerah (PRD) untuk mendukung program pengendalian tembakau, seperti layanan berhenti merokok, kampanye edukasi, penegakan kawasan tanpa rokok (KTR), serta penindakan rokok ilegal.
"Menjamin bahwa minimal 40 persen dari DBH CHT dan 25 persen dari PRD dialokasikan untuk mendukung program pengendalian tembakau," kata Aryana.
Masih dalam laman yang sama, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan, bahwa prevalensi perokok aktif di Indonesia mencapai 63,1 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah kelompok usia 10 - 18 tahun, atau kalangan anak dan remaja.
"Survei Kesehatan Indonesia 7,4 persen (perokok anak), tapi secara absolut itu jumlah perokok anak meningkat 5,9 juta orang," kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau dan Penyakit Paru pada Direktorat Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, Benget Saragih.
Selain itu, tercatat perokok pemula semakin muda usianya. Pada data 2023, tercatat terdapat 2,6 persen perokok anak berusia 4 - 9 tahun, 44,7 persen perokok anak usia 10 - 14 tahun, dan 52,8 persen perokok anak usia 15 - 19 tahun. (**)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini