KalbarOnline, Pontianak – Puluhan karyawan outsourcing PT PLN mendatangi Kantor DPRD Kota Pontianak untuk mengadukan sekaligus memperjuangkan nasib mereka di perusahaan milik negara dan menjadi penyedia kebutuhan energi bagi hajat hidup orang banyak.
Kedatangan rombongan tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Firdaus Zar’in dan anggota Komisi D, Yandi, belum lama ini.
Perwakilan rombongan, Ulum mengatakan bahwa mereka merupakan karyawan inti dan sudah semestinya diangkat.
Namun sampai saat ini nasib mereka tidak jelas, bahkan sebagian dari mereka sudah ada yang kerja 25 tahun.
“Dari manajemen PLN semuanya memperlakukan kami dengan beda mulai dari upah yang berbeda-beda padahal kerjaan kami sama. Celakanya sampai saat ini manajemen PLN masih melakukan perekrutan, dan diperparah dengan merekrut orang dari luar Kalbar. Kami ini dianggap tidak memiliki kemampuan padahal selama ini putra-putri Kalbar juga sudah mempuni,” cecarnya seperti dilansir dari Pontianak.tribunnews.com.
Sementara itu, SekJend Serikat Pekerja Mandiri, Agustino menjelaskan bahwa audiensi dengan DPRD mengenai status outsourcing di PLN sendiri dan ingin mempertanyakan status serta hak-hak yang lain.
“Kita datang mengadu di DPRD ini untuk meminta pendapat, terutama masalah status tenaga kerja, karena status kami yang sudah lama bekerja di PLN tidak tetap selalu berganti-ganti vendor,” tukasnya.
Sebagian dari para pekerja ini sudah bekerja puluhan tahun, namun status mereka masih tidak jelas dan tidak ada kepastian kapan akan diangkat menjadi pegawai tetap dari PLN.
“Jadi kawan-kawan sudah bekerja dari tahun 92 hingga saat ini, ada beberapa hak-hak normatif pekerja yang belum dibayarkan sampai sekarang. Itu menjadi pertanyaan kita,” terangnya.
Dirinya juga menjelaskan bahwa mengacu pada Panja Rekomendasi Komisi IX pada tahun 2013 itu jelas bahwa para pekerja outsourcing dilingkungan PLN harus diangkat menjadi pegawai tetap karena pekerjaannya adalah inti.
“Panja itu juga sudah dikuatkan di putusan MK, kemudian ada Nota Pemeriksaan dari Kemenaker, serta dari Jamdatun,” tukasnya.
Pihak PLN selalu berkeras dengan SK-Dir yang diklaim merupakan turunan dari UU Nomor 30. Dan diterbitkan SK-Dir 25, 40, dan sekarang SK-Dir 500 tahun 2013 soal pemborongan pekerjaan yang katanya turunan dari UU No 30.
Dengan diterbitkankanya SK-Dir 500 itu, pihak PLN mengakomodir para karyawan outsourcing dengan multy years selama lima tahun.
“SK-DIR memang tidak relevan. Karena dari awal sudah ada indikasi bahwa SK-Dir 500 ini sudah ada permainan sendiri di internal PLN. Jadi mengambilnya juga dari internal PLN, itu yang kami ketahui,” ungkapnya.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa Ini merupakan audiensi yang keempat, pertama kali mereka melakukan audiensi dengan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Landak, Sekadau, dan Sintang.
“Kemudian kita sedang merencanakan audiensi ke Kubu Raya dan Mempawah karena PLN itu bukan hanya ada masalah status ini tapi juga masalah pengawasan yang tidak ada, kemudian masalah normatif juga tidak ada. Jadi pemerintah daerah juga harus tahu bahwa pekerja-pekerja disana itu harusnya lebih diperhatikan baik dari PLN sendiri maupun Pemda setempat,” imbuhnya.
Untuk di Kalbar ada 2000-3000 orang yang menjadi tenaga outsourcing PLN dengan bermacam-macam vendor.
“Tapi anggota kami ada seribuan yang bergabung di Srikat Pekerja Mandiri. Bagian-bagiannya mulai dari pelayanan pelanggan, pencatatan meter, dari teknik sampai di tranmisi,” tandasnya. (Fai)
Comment