KalbarOnline, Opini – Prabowo Subianto kecewa dengan Megawati Soekarnoputri. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu merasa dikhianati Ketua Umum PDI Perjuangan.
“Perjanjian Batu Tulis”, yang seharusnya bisa memberi tambahan kekuatan bagi Prabowo pada Pilpres 2014 lalu, pupus sudah setelah partai banteng moncong mutih yang akan mendukungnya pada Pilpres kala itu, mengurungkan niat dan lebih memilih mengusung Joko Widodo yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Lantas mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Letjen (Purn) Prabowo Subianto, kecewa Megawati ingkari perjanjian itu. Apalagi, beberapa bulan sebelum nama Jokowi dideklarasikan sebagai capres, Prabowo sudah berusaha menemui Mega. Tujuannya, untuk mengingatkan kembali perjanjian di atas materai itu.
Tapi tokoh sentral di PDI Perjuangan itu tak memberi respons. Seperti menghindar. Sampai akhirnya, partai yang bermarkas di Lenteng Agung, Jakarta itu, mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan.
“Saya tak mengerti, apa salah saya, karena saya selalu menghormati beliau (Megawati). Saya merasa tidak pernah berbuat salah apa-apa,” ujar Prabowo, Minggu (16/3/2014) silam.
Kata Prabowo, perjanjian yang ditandatangani oleh kedua pimpinan partai itu tentu saja bisa diakhiri. Asalkan ada pemberitahuan. Tidak membatalkan secara sepihak.
“Lepas dari itu semua, sebuah perjanjian kan di antara dua pihak yang berhubungan baik. Kalau mau diakhiri, bisa saja, tapi saya diberitahu,” ungkapnya.
Berikut 7 poin “Perjanjian Batu Tulis” :
- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009.
- Prabowo Subianto sebagai Wakil Presiden, jika terpilih mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan asas berdiri di atas kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidential. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
- Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 di atas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri, yang terkait menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan.
- Pemerintahan yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan 8 program aksi Gerindra untuk kemakmuran rakyat.
- Pendanaan pemenangan pemilu presiden dan wakil presiden 2009 ditanggung bersama-sama dengan persentase 50 persen dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50 persen dari pihak Prabowo Subianto.
- Tim sukses pemenangan pemilu presiden dan wakil presiden dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindra serta unsur-unsur masyarakat.
- Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada pemilu Presiden tahun 2014.
Akhirnya pada Pilpres 2014 lalu, Prabowo harus mencari kekuatan suara baru setelah otomatis bersebrangan dengan PDIP.
Alhasil, Prabowo berhasil mengumpulkan kekuatan suara dengan membentuk sebuah Koalisi yang dinamai Koalisi Merah Putih (KMP), kental dengan jiwa kepatriotan, nasionalis dan dinilai merupakan harapan baru masyarakat Indonesia.
Adapun KMP jilid I dianggotai oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Partai Bulan Bintang (PBB).
Namun, seiring berjalan waktu, semakin banyak kekuatan jahat menghancurkan koalisi tersebut, mulai dari kriminalisasi Ketua Partai, pembunuhan karakter partai anggota dari KMP tersebut, hingga sang jagoan yakni Prabowo Subianto, dimana kasusnya pada tahun 1998 kembali diangkat.
Alhasil, Prabowo kalah tipis oleh Jokowi yang notabene diusungnya pada Pilgub DKI 2012 silam.
Tahun berganti tahun, Gerindra mulai bangkit sejumlah Pilkada di daerah berhasil dimenangkan, terlebih di tahun 2016-2017, Gerindra menang di puluhan daerah penyelenggara Pilkada plus menjadi momen kebangkitan umat Muslim, mengingat panasnya Pilgub DKI Jakarta lalu.
Nah, jika melihat hal diatas, untuk sebuah “perjanjian batu tulis” yang sudah disetujui semua pihak terlebih disetujui langsung oleh ‘elite partai’ bahkan dibubuhi oleh materai saja bisa batal, apalagi untuk sebuah surat rekomendasi partai untuk mengusung calon di Pilkada, bukan tidak mungkin bisa saja batal.
Licik bin picik memang dunia politik ini. Namun itulah realita, panggung politik Indonesia belum sepenuhnya sesuai keinginan masyarakat.
Yang jelas bahkan pasti, masyarakat tentu menginginkan perubahan. (Oc)
Comment