Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 12 Oktober 2018 |
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan massa yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Penegak
Demokrasi (ARPD) mendatangi kantor DPRD Kalimantan Barat setelah sebelumnya
mereka mendatangi Kantor Gubernur guna mendapat penjelasan dari Gubernur
Kalbar, Sutarmidji terkait penundaan sejumlah proyek di Landak dan Bengkayang.
Aksi massa ARPD ini yang dilakukannya tiga hari berturut-turut sejak Senin (7/10/2018) hingga Rabu (10/10/2018) masih tetap dengan tujuh tuntutannya, namun yang paling vital diantaranya mengenai Sekda Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie dan penundaan proyek pembangunan.

Di DPRD, sebanyak 30 perwakilan peserta aksi ini diterima
pimpinan Dewan di ruang serbaguna DPRD Kalbar untuk audiensi, Rabu
(10/10/2018).
Yang hadir pada audiensi itu diantaranya, Ketua DPRD
Provinsi Kalbar, M. Kebing L, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah, Ermin
Elviani, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen, Ketua Fraksi Partai
Demokrat DPRD Kalbar, Tanto Yakobus, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar dari
Partai Demokrat, Markus Amid, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi, anggota
DPRD Kalbar dari Partai Gerindra, Ishak Ali Al Muthahar dan Suyanto Tanjung
dari Partai Hanura.
Diawal audiensi pimpinan dewan meminta peserta aksi
menyampaikan tuntutannya yang pada intinya massa ini menyoalkan terkait
penundaan proyek pembangunan di Landak dan Bengkayang.
Salah seorang perwakilan massa mendorong wakil rakyat
menggunakan Hak Interpelasi (Hak Bertanya) kepada Gubernur Kalbar, Sutarmidji terkait
penundaan pembangunan proyek dan mengutamakan kewajiban pembayaran bagi hasil
pajak kepada 14 Kabupaten/Kota sebesar Rp600 miliar.
Mengawali jawabannya mengenai tuntutan massa, M. Kebing L
mengapresiasi kedatangan Suyanto Tanjung, sebab dari sejumlah partai pengusung
Sutarmidji-Ria Norsan diantaranya PPP, Golkar, NasDem dan PKS, hanya Hanura
yang hadir.
“Harapan kita dia (Tanjung) dapat menyampaikan kepada bosnya
Pak Sutarmidji,” ujar Kebing.

Kepada perwakilan massa, Kebing mengatakan bahwa DPRD tidak
mengetahui mengenai penundaan proyek pembangunan dan tidak pernah mendapatkan
surat dari pihak eksekutif mengenai ini.
“Kami masih berpedoman pada APBD 2018. Kenapa demikian,
karena perubahan APBD 2018 tidak bisa dilakukan, nanti kronologisnya bisa
didapat di Sekretariat Dewan,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan APBD 2018 tidak akan jauh berubah dari
APBD murni dan KUA-PPAS.
“Menurut ketentuan, perubahan APBD 2018 ini paling lambat akhir
September, kiranya tanggal 28 September ini bisa dilaksanakan. Tapi sampai hari
itu rambu-rambu perbaikan yang akan disusun atau dikoreksi oleh Gubernur yang
baru ini, belum kami terima sampai akhir September, sehingga muncul pertanyaan
soal ini,” tuturnya.
Terkait pencoretan atau sebagainya, Kebing mengaku DPRD sama
sekali tidak pernah menerima pemberitahuan dari eksekutif.
“Kenapa tak susun jadwal, kenapa tak ditetapkan, apa yang
mau ditetapkan, bahannya tidak ada. Itu kan hanya ada di medsos semua itu dari
Midji, gimana kita mau pelajari, masa kita mau disuruh ketok barang yang ada di
medsos itu. Jadi Dewan menunda tak ada kepentingan, cuma mau liat apa yang
dikoreksi,” tukasnya.
Pada saat itu, lanjutnya, Sekda yang lama tidak dilibatkan dan
muncul Plh Sekda. Pihaknya mengaku bahwa telah konsultasi dengan Mendagri
mengenai itu bahwa Mendagri menegaskan Plh tidak sah.
“Kami sudah konsultasi ke Mendagri, Plh tidak sah. Jadi kalau
kita bahas dengan Plh itu illegal atau tidak sah. Sehingga Mendagri ambil
kebijakan supaya Wakil Gubernur yang meng-handle
langsung. Tapi Wakil Gubernur pun mau ketemu, tapi tak ada bahan. Istilahnya beladang
tak bawa parang. Itu persoalannya,” tukasnya lagi.
Lanjut Kebing, dengan demikian terjadilah kecelakaan dengan
tidak ditetapkannya APBD Perubahan 2018.
“Ini barangkali sejarah untuk Kalbar. Konsekuensinya bahwa
ketika APBD Perubahan tidak ditetapkan maka kembali ke APBD murni atau APBD
2018, harusnya. Tapi kami tak percaya ada coret mencoret tuh yang ada di Medsos
tuh, bisa jak itu hoax. Tapi yang
jelas, soal coret mencoret atau revisi yang disampaikan massa ini belum
disampaikan ke Dewan secara resmi,” tuturnya.
“Kami juga sudah konsultasi ke PPK menyampaikan hal ini, PPK
bilang ‘masa kan kalian adalah mitra’, itu kalau Gubernur yang lama itu mitra
terus, kalau yang sekarang tak tau mitra. Surat-surat yang di medsos itu kan
tak ada gak tembusan, apalagi ditujukan ke Dewan, tembusan ke Dewan pun ndak
ada. Jadi pada intinya, kami DPRD tetap berpedoman pada APBD 2018,” sambungnya.
Kemudian mengenai defisit, lanjut Kebing, defisit di aturan
penganggaran tidak ada mengandung pola penganggaran defisit.
“Kalau disebut-sebut sampai Rp600 miliar itukan bisa iya
bisa tidak yang mana. Dewan kan bertanya juga, karena ndak ada bukti-buktinya. Tapi
yang pasti soal coret mencoret tuh Dewan belum percaya, karena tidak ada
suratnya, jadi kami menganggap itu masih jalan,” imbuhnya.
Yang perlu diingat, kata Kebing, penundaan APBD Perubahan
2018 itu akibat waktu sudah kepepet.
“Pertanyaannya kenapa kepepet, kan yang menunda inikan
beliau (Gubernur), lalu itu jadi alasan tidak bisa dilaksanakannya kegiatan. Nanti
disalahkan Dewan, dikira Dewan yang tidak menetapkan APBD Perubahan 2018. Di Facebook
jak yang ada, jadi dia ini mempertanggungjawabkannya di Facebook bukan di
Dewan,” tuturnya.
Dalam audiensi ini, Kebing menyimpulkan setidaknya ada beberapa
poin yang akan dijadikan satu pembahasan khusus.

“Pertama keinginan teman-teman harus bertemu dengan
Gubernur, kami pun ingin bertemu. Kedua, mengenai coret mencoret atau pangkas
memangkas, kami memang benar belum mengetahui itu, karena surat dari Gubernur
memang belum ada ke Dewan dan kami masih berpedoman pada APBD 2018. Ketiga,
soal hak interpelasi, kalau sampai pada itu kami belum memikirkannya, karena
kita masih percaya bahwa Gubernur mitra, kita ingin Kalbar kondusif dan
pembangunan masih jalan sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Kemudian soal
Sekda, ada keluar surat dari KASN yang meminta Gubernur mengaktifkan kembali M
Zeet, jadi tuntutan massa soal ini barangkali sudah sampai, cuma balik ke
Gubernur lagi, masih mau pakai M Zeet tidak, dengan demikian secara resmi Plh
itu sudah gugur,” tutupnya.
Sementara, Wakil DPRD Kalbar, Suriansyah mengatakan bahwa
dengan tidak disahkannya APBD Perubahan 2018, Gubernur berkewajiban untuk
melaksanakan APBD murni secara konsekuen.
“Itu arahan dari Kemendagri, yakni melaksanakan APBD 2018
secara konsekuen. Kalau Gubernur patuh dan taat pada aturan, maka pencoretan-pencoretan
yang dilakukan itu berarti batal demi hukum, karena memang Gubernur punya
kewajiban melaksanakan APBD, APBD itu adalah peraturan daerah yang sudah
diundangkan didalam lembaran daerah sehingga seluruh masyarakat Kalbar termasuk
Gubernur. Nah, harusnya tidak dilakukan pencoretan,” tuturnya.
Bicara pencoretan, Suriansyah mengaku bahwa di daerah
pemilihannya yakni di Sambas juga ada yang dicoret.
“Di Kecamatan Sejangkung, kita memasukan pembangunan poros
jalan baru, karena masyarakat Sejangkung selama 73 tahun Indonesia merdeka, belum
pernah lihat jalan aspal, belum pernah lihat jalan besar, hanya jalan sungai
dan jalan-jalan setapak saja, itu kita usulkan tapi dicoret. Jadi ini berlaku
untuk semua, seperti yang disampaikan Pak Ketua tadi mungkin bukan hanya 84
yang dicoret bisa jadi lebih, tapi mudah-mudahan dengan tidak disahkannya APBD
Perubahan tersebut Gubernur mau melihat ini sebagai aturan yang mengikat kita
bersama untuk kita patuhi, karena kalau tidak, ada mekanisme berikutnya di
Dewan,” tukasnya.
Sebab, lanjut Suriansyah, DPRD tidak bisa sewenang-wenangnya
memanggil Gubernur, kecuali dalam rangka komunikasi.
“Tetapi ada mekanismenya yakni pada pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Itu akan dilakukan pertanggungjawaban, tetapi waktunya di
awal tahun depan. Kalau Gubernur tidak melaksanakan peraturan daerah
sebagaimana yang sudah disepakati Gubernur dan DPRD Kalbar, maka Gubernur sudah
melanggar peraturan daerah tersebut. Kita berharap mudah-mudahan Gubernur mau
menerima dan mendengar apa yang kami sampaikan,” tuturnya.
DPRD, kata dia, dalam melaksanakan fungsinya dalam
penyusunan APBD Perubahan, dikarenakan tidak adanya dokumen pendukung sehingga
tidak dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut, pihaknya, kata Suriansyah,
berkonsultasi dengan Kemendagri.
“Kita dua kali konsultasi dengan Mendagri, yang pertama
diterima Plh Sekretaris Jenderal Mendagri yang kedua oleh Direktorat Jenderal
Bina Keuangan Daerah. Kami melakukan konsultasi dan kesimpulan yang kami terima
adalah memang Pemerintah Provinsi berhak mengajukan APBD Perubahan 2018, tetapi
kalau tidak ada kesepakatan sampai tanggal 30 September, berarti Gubernur harus
melaksanakan anggaran yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
“Dalam Undang-undang nomor 23 disebutkan bahwa pengadaan
barang dan jasa adalah satu jenis belanja yang bersifat mengikat, sehingga
harus dilaksanakan oleh Gubernur. Tentu kita akan melihat nanti, apakah
Gubernur akan melaksanakannya atau punya alasan lain yang bisa diterima
berdasarkan Undang-undang dan peraturan. Karena kalau tidak, tentu sebagai wakil
rakyat kita akan melakukan evaluasi, kalau nyatanya Gubernur setelah dilakukan
evaluasi atau komunikasi dan lainnya, maka Dewan punya hak-hak lebih lanjut agar
Gubernur mempertanggungjawabkan tindakannya termasuk hak interpelasi, tetapi belum
sampai ke situ, kita masih berupaya komunikasi dengan baik, supaya Gubernur
taat pada peraturan daerah yang mengikat kita bersama,” sambungnya.
APBD, kata Suriansyah, adalah produk perencanaan dari
Musrenbang tingkat desa, kabupaten, provinsi dan nasional. Hal itu, lanjut Suriansyah,
ada penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPRD Kalbar ke desa-desa untuk
menampung aspirasi masyarakat terhadap program yang diprioritaskan dan yang
diperlukan masyarakat secara umum.
“Apabila proses perencanaan itu sudah dibuat sedemikian rupa
sehingga menghasilkan produk berupa APBD, maka kita semua terikat pada APBD tersebut
dan harus dilaksanakan secara baik dan konsekuen,” tutupnya.
Kemudian, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi menegaskan
bahwa dirinya tidak mau hambatan APBD itu dinisbatkan kepada Fraksi PDI
Perjuangan.
“Saya mau kunci itu dulu, saya tidak mau DPRD ini
dinisbatkan kepada PDI Perjuangan bersama Demokrat dan Gerindra, saya tidak
setuju. Tidak seperti itu, jangan nanti ada pikiran persoalan seolah-olah ini
gara-gara DPRD, keterbatasan APBD Perubahan ini murni karena eksekutif. Siapa
dia, dia adalah Gubernur terpilih yang tanggal 5 September dilantik, kemudian
tanggal 6 keluar surat dan main Facebook dan segalanya, membuat kegaduhan dan
seterusnya,” tukasnya.
“Maka kami dari DPRD secara resmi dan formal tadi sudah
disampaikan pula bahwa kami belum menerima apa sih yang dicoret, buka Facebook ‘memang
batul gajah kana coret’ lagi Facebook, macam mana bahas Facebook, ini masalah. Nah,
Pimpinan sampaikan tadi bahwa itu tidak betul, artinya tidak betul kenapa,
kalau betul ada tanda tangan yang beredar apakah Kepala Dinas atau Kepala Badan
dan sebagainya, itu maoknye Midji, maoknye die bah, kan die belum nanya maunye
kite,” sambungnya.
“Pemerintah daerah itu adalah Gubernur dan DPRD, beliau
merupakan itu, itu makanya kami ngotot bahwa ini tidak bisa diteruskan. Kenapa tidak
bisa diteruskan, anda (Gubernur) satu rumah dengan kami, anda tidak lebih
tinggi dari pada kami (DPRD) dan sebaliknya demikian. Bahwa keputusan bersama
yang namanya Raperda menjadi Perda dalam bentuk APBD apakah itu murni atau
perubahan itu atas dasar kesepakatan bersama, maka datanglah ke kantor ini
(Kantor DPRD), bahas bersama,” sambungnya lagi.
Jimi juga tak mempersoalkan jika Gubernur Sutarmidji mau
mencoret sejumlah pembangunan.
“Itu hak dia, di kasih penundaan kami pikir sudah cukup. Tunggu
kapan lagi pembatalan, kemudian tunda lagi. Kami masih sabar karena kita mau
bersama karena satu badan dua diri, suami istri didalam keluarga tidak mau
ribut, dampaknya pasti ke anak-anak. Nah kita tidak mau itu, Midji orang kita,
warga negara kita, terpilih sudah dilantik sah, sudah ditetapkan dengan
keputusan Presiden, kita hormati itu. Tapi dilain sisi, kami sebagai lembaga
perwakilan ada hak bertanya,” tukasnya.
Dengan demikian, lanjut Jimi, dengan tidak terlaksananya
APBD Perubahan 2018 sesuai deadline
Mendagri 30 September, maka suka tidak suka untuk dan atas nama Undang-undang
Gubernur harus kembali pada batang tubuh APBD 2018 yang ditetapkan pada 29
November 2017.
“Saat itu Gubernurnya adalah dari PDI Perjuangan, memang
faktanya seperti itu. Cornelis dan M Zeet itu adalah kronologis. Nah kalau
ditetapkan seperti itu artinya keputusan bersama, mari kita ikuti. Kalau ada
perubahan di perjalanan, iya kita tunggu di APBD Perubahan, tapi APBD Perubahan
tidak terlaksana yaitu tadi datang perwakilannya kesini yaitu Plh Sekda, Sekda
kan yang lama cuti, batas cutinya tanggal 19, tanggal 18 sudah masuk ke kantor,
begitu masuk ke kantor terima surat menonaktifkan sebagai Sekda. Dipindahkanlah
ke BKD dan seterusnya seterusnya, ditunjuklah Plh, tidak haram sesuai aturan
Undang-undang dia (Gubernur) menunjuk Plh, prosedurnya mesti jelas, yang
namanya Eselon 1B itu mutlak kewenangan Presiden, maka harusnya Pak Sutarmidji
begitu dilantik tanggal 5, tanggal 6 die (Gubernur) buat surat kalau die benci
dengan M Zeet, mungkin urusan pribadi kite tak tau, mana kite tau namanya orang
bekelai. Kau (Gubernur) benci silahkan tapi sebagai Sutarmidji dan M Zeet, bukan
sebagai Gubernur dan Sekda. Karena kalau sudah membawa Gubernur dan Sekda
keduanya adalah milik kita bersama bukan pribadinya,” tuturnya.
Kemudian, lanjutnya, datanglah Plh Sekda yang ditunjuk.
Harusnya, kata dia, tanggal 6 Gubernur sudah buat surat kepada Presiden melalui
Mendagri, maka Mendagri atas nama Presiden buat surat kepada Gubernur
menyatakan bahwa Plh resmi dan duduk mengatasnamakan pemerintah dalam membahas
anggaran. Itu, kata dia, baru resmi dan tidak cacat hukum.
“Kami (DPRD) kan semua tak mau masyarakat dapat jalan tapi
kami masuk penjara. Tidak mau, karena ini persoalan hukum. Nah itulah sebabnya
kami PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra tidak sepakat, karena kami tau
resiko yang akan kami hadapi nanti. Saya tidak mau isu ini dipelintir aneh-aneh
diluar, maklum 2019 Pemilu,” ujarnya.
Jimi juga menyarankan Pimpinan DPRD segera menggunakan Hak
Interpelasi.
“Inikan sudah menyeruak, APBD 2019 sebentar lagi sudah masuk
draft. Ini sudah masuk tanggal 10 Oktober, kita harus tau sampai batas mana
APBD murni 2019 itu harus kita tetapkan. Usul massa ini mengenai Hak Interpelasi
saya pikir tak bisa ditunda-tunda. Harus secara resmi lembaga ini (DPRD)
memanggil, harus itu, harus cepat,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kalbar dari Partai Hanura, Suyanto
Tanjung menolak bahwa Sutarmidji adalah bos dirinya.
“Bos saya adalah rakyat Kalimantan Barat bukan Sutarmidji.
Pilgub sudah selesai, kami memang partai pengusung Bapak Sutarmidji tentu dalam
kebijakan yang diambil beliau mulai dari saat ini sampai selesai jabatannya,
selama itu pro rakyat pasti akan kami dukung. Tapi kalau bertentangan dengan
keinginan rakyat banyak, tentu kita akan bersama-sama rakyat banyak,” tegasnya.
“Saya sebagai Ketua DPD Hanura Kalbar memastikan kepada
seluruh rakyat Kalbar tetap mendukung Pemerintah Provinsi Kalbar selama
pemerintahan ini pro dengan rakyat Kalbar. Kami terbuka dengan seluruh rakyat
Kalbar, terkait apapun yang terjadi antara Pemerintah dengan DPRD karena kita
adalah bagian yang tak bisa dipisahkan. Saya juga tak bisa menanggapi mengenai coret
mencoret, pimpinan saja tidak tahu apalagi kami anggota,” ujarnya.
“Kalau dari media sosial tidak bisa jadi landasan kita
mengambil sebuah kebijakan. Karena beredarnya rumor itu, tentu kami berharap
sebagai Anggota DPRD Kalbar jikalau ada pencoretan sesuai yang disampaikan
massa, sudah merupakan kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk memanggil saudara
Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar dan didengarkan pendapatnya, apa
persoalannya, apa masalahnya sehingga ada pencoretan-pencoretan anggaran yang
akan merugikan masyarakat Kalbar, itu wajib kita dengar bersama-sama,” ujarnya
lagi.
“Mesti dilepaskan dulu persoalan, yang mendukung dulu dan
yang melawan dulu, ini tak ada persoalan, Pilgub sudah selesai, yang menang
beliau (Gubernur Sutarmidji) dan kita juga sudah sama-sama tau dan sudah
dilantik. Dan saya yakin aliansi rakyat penegak demokrasi ini juga tidak ada
sangkut pautnya dengan kemenangan beliau atau kekalahan kita, tidak ada
persoalan. Yang kita tuntut adalah bagaimana pemerintahan ini menjalankan roda
pemerintahan sesuai aturan main yang ada. Jadi kita tidak ada sedikit
kecurigaan dengan kehadiran kita disini. Saya sampaikan bahwa sudah semestinya Pimpinan
untuk segera memanggil saudara Gubernur dan Wakil Gubernur. Jadi kalau tadi Pimpinan
suruh saya, saya tidak mengerti, kapasitas saya apa memanggil Gubernur karena
saya anggota dewan biasa,” sambungnya.
Suyanto Tanjung juga menyayangkan sikap Gubernur Kalbar yang
enggan menerima aliansi rakyat penegak demokrasi (ARPD) ini.
“Semestinya, menurut saya kalau saya Gubernur siapapun yang
datang tetap saya terima. Karena saya adalah Gubernur Kalbar, kalau sudah membeda-bedakan
satu sama lain itu tidak akan baik buat kita semua. Tetapi apakah beliau
(Gubernur) tidak menerima ini, karena memang tak mau menerima atau ada
pertimbangan lain, kita juga tidak tau. Jadi harapan saya Gubernur kita ini
adalah Gubernur untuk kita semua, untuk semua agama dan suku di Kalbar. Kami juga
yakin, pada saat mendukung beliau sebagai Gubernur, itu akan menjadi pedoman
beliau, bahwa beliau adalah Gubernur yang amanah bagi kita semua, itu doa kita
bersama. Jadi sekali lagi apa yang disampaikan Pimpinan terkait kronologis
kejadian sampai APBD Perubahan tidak ditetapkan DPRD seperti yang disampaikan, kalau
memang benar itu terjadi, maka Gubernur sudah seharusnya dihadirkan supaya
terang benderang, bila perlu masyarakat dalam hal ini aliansi rakyat penegak
demokrasi dihadirkan,” sambungnya.
Sementara Markus Amid dari Fraksi Demokrat juga menyarankan
bahwa sudah waktunya DPRD menggunakan hak interpelasi untuk meminta penjelasan
terhadap Gubernur mengenai beberapa persoalan di Kalbar.
“Kalau apa yang beredar di medsos dan koran tentang pemangkasan
yang dikatakan Rp600 miliar, kemudian alasan untuk menutupi defisit dan
kemudian mengutamakan mengutamakan kewajiban pembayaran dana bagi hasil pajak
kepada 14 Kabupaten/Kota, dia (Gubernur) ngomongnya sepihak, tidak pernah ada
pembahasan di Dewan. Itu omong kosong, karena belum dibahas, karena saya
sendiri juga ikut beberapa tahun di badan anggaran (Banggar) tahu persislah. Oleh
karena itu apa yang disampaikan Pimpinan dan beberapa anggota, saya kira itu
jelas dan kami dari Fraksi Demokrat mendesak Pimpinan DPRD menggunakan hak
interpelasi untuk memanggil Gubernur,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen
mengatakan bahwa dirinya mencermati bahwa ada dua persoalan besar yang
disampaikan aliansi rakyat penegak demokrasi yakni soal dinonaktifkannya Sekda
Kalbar dan beredarnya di media sosial soal coret mencoret.
“Saya sepaham dengan aliansi ini, kita tidak ada
kepentingan, masyarakat pun demikian, siapa Gubernur dan siapa Sekda. Yang penting
kalau yang sudah tertera di APBD 2018 dicoret, itulah kepentingan kita, saya
yakin pimpinan bisa segera memanggil Gubernur untuk klarifikasi, kita sama-sama
kawal ini,” tukasnya.
Lanjut Minsen, kalau diikuti dengan yang beredar di media
sosial itu, setidaknya ada 3 (tiga) surat yang merisaukan masyarakat.
“Yang pertama soal menonaktifkan atau memutasikan sepihak Sekda
yang bukan merupakan kewenangan dia (Gubernur), kedua ada surat lagi yang beredar
yaitu tentang rencana penundaan beberapa kegiatan proyek yang jumlahnya itu
sekitar 58. Kemudian, bukan lagi 58 tapi lebih dari itu karena ada surat yang
ketiga, surat ini yaitu tentang penghentian proses pengadaan barang dan jasa,
artinya barang ini tidak termasuk dalam kelompok yang 58 tadi, dalam proses
pengadaan apakah itu pengumuman itu lelang, kemudian penetapan pemenang sampai
dengan kontrak itu dihentikan, dihentikan sejak surat itu diterbitkan,”
tukasnya.
“Nah, kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk mengusut, karena
kita tidak bisa katakan bahwa ini medsos dan tidak bisa diyakini kebenarannya,
ini tanggung jawab kita untuk mengusut kebenaran dari surat-surat ini, karena
kalau memang benar surat ini lalu kita tak beraksi, waktu terus berjalan. Kalaupun
ini masih mau diselamatkan, kita juga ragu, apakah cukup waktu untuk
mengerjakan beberapa pekerjaan yang ada di dalam paket yang 58 itu. Sekarang sudah
Oktober, proses pengumuman sampai dengan penetapan itu bisa sampai 1 bulan bisa
lebih. Tanggal 15 Desember itu sudah tutup kas, saya juga dapat info dari
sejumlah kontraktor bahwa proyek-proyek dihentikan untuk proses selanjutnya
bahkan yang sudah teken kontrak dihentikan untuk sementara, diluar yang 58 itu,
maka kita lembaga ini (DPRD) punya kewajiban besok atau lusa ini harus segera
diselesaikan,” sambungnya.
Lanjut Minsen, bisa saja adakan pemanggilan untuk rapat
kerja antara DPRD dan Gubernur Kalbar. Sebab belum ada surat ke DPRD Kalbar
bahwa ada lebih 100 proyek dibatalkan.
“Kalau ini dibicarakan dari awal mengenai perubahan ini, defisit
yang dikatakan sampai Rp600 miliar itu kan lebih ke arah by design. Defisit by
design ini sepertinya bukan defisit yang betul-betul defisit yang
sebenar-benarnya, defisit by design ini masih bisa diubah lewat prediksi
anggaran,” tukasnya.
“Dulu kita juga pernah semasa Pak Darwin masih menjabat
sebagai Kadispenda, waktu itu dalam anggaran kita defisit, tetapi akhir tahun
berjalan kita malah surplus. Saya punya keyakinan kalau emang ini dibahas
kemarin, yang dikatakan defisit sampai Rp600 miliar bisa selesai masalahnya,
karena disisi belanja operasional saya lihat cukup tinggi, itu bisa dikurangi
50 persen, bahkan didalam sendiri, saya merasa siap untuk dikurangi biaya
perjalanan yang tidak penting itu, saya siap untuk menyelamatkan proyek-proyek
ini, tapi dengan catatan betul-betul biaya perjalan yang tidak penting,”
sambungnya.
Kemudian Anggota DPRD Kalbar dari Partai PDI Perjuangan, Martinus
Sudarno lebih menyoroti mengenai defisit.
“Dari mana Gubernur ini tau defisit ini sebesar itu, kan
kita belum mulai melakukan penghitungan APBD, tiba-tiba ada defisit sekian itu
dari mana jalannya. Inikan pajak terus masuk. Dihitung aja belum jadi defisit
dari mana, ini pengakuan sepihak dari Gubernur. Menurut hemat saya, apa yang
dilakukan Gubernur selama ini sudah menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Kalau dikatakan
Pak Minsen dalam satu atau dua hari ini harus memanggil Gubernur, untuk
memanggil seorang Kepala Daerah itu ada mekanismenya, untuk bisa meminta
penjelasan seorang Gubernur maka DPRD harus menggunakan hak interpelasi,”
tukasnya.
Ketua DPRD Kalbar, Kebing turut menimpali, ia mengatakan
bahwa tidak ada sebenarnya isu dalam anggaran itu defisit.
“Intinya kalau ada kekurangan dana pada tahun berjalan, kewajiban
yang harus dibayar misalnya bagi hasil pajak itu bisa dibayarkan awal tahun
depan, kegiatan proyek yang sudah dilaksanakan tidak ada uang, bisa ditunda dan
dibayar awal tahun anggaran yang akan datang, sebenarnya beres. Dulu kita juga
pernah waktu jaman Pak Cornelis, jadi ndak ada istilah defisit belum berhitung,
lalu ada defisit. Ada lagi ada isu di koran tuh kalau lewat orang-orang die (Gubernur)
bise buka kunci internetnye, masuk ke program tuh, boleh dilelang, kalau tak berteman
ditutup kuncinye,” tukasnya.
Audiensi pun berakhir, massa pun diminta untuk membubarkan
diri. Namun di halaman Kantor DPRD Kalbar, massa aliansi rakyat penegak
demokrasi ini sempat saling cekcok lantaran massa yang menunggu diluar meminta
apa hasil yang dibahas dalam audiensi itu.
“Kami dengan perwakilan dan dewan audiensi sambil makan,
kami yang diluar nih kan mau tau gak apa yang dibicarakan. Kami pun mau gak
makan,” ujar salah seorang peserta aksi.
Seperti diketahui, massa dijadwalkan kembali ke rumah betang
di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak. (Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan massa yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Penegak
Demokrasi (ARPD) mendatangi kantor DPRD Kalimantan Barat setelah sebelumnya
mereka mendatangi Kantor Gubernur guna mendapat penjelasan dari Gubernur
Kalbar, Sutarmidji terkait penundaan sejumlah proyek di Landak dan Bengkayang.
Aksi massa ARPD ini yang dilakukannya tiga hari berturut-turut sejak Senin (7/10/2018) hingga Rabu (10/10/2018) masih tetap dengan tujuh tuntutannya, namun yang paling vital diantaranya mengenai Sekda Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie dan penundaan proyek pembangunan.

Di DPRD, sebanyak 30 perwakilan peserta aksi ini diterima
pimpinan Dewan di ruang serbaguna DPRD Kalbar untuk audiensi, Rabu
(10/10/2018).
Yang hadir pada audiensi itu diantaranya, Ketua DPRD
Provinsi Kalbar, M. Kebing L, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah, Ermin
Elviani, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen, Ketua Fraksi Partai
Demokrat DPRD Kalbar, Tanto Yakobus, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar dari
Partai Demokrat, Markus Amid, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi, anggota
DPRD Kalbar dari Partai Gerindra, Ishak Ali Al Muthahar dan Suyanto Tanjung
dari Partai Hanura.
Diawal audiensi pimpinan dewan meminta peserta aksi
menyampaikan tuntutannya yang pada intinya massa ini menyoalkan terkait
penundaan proyek pembangunan di Landak dan Bengkayang.
Salah seorang perwakilan massa mendorong wakil rakyat
menggunakan Hak Interpelasi (Hak Bertanya) kepada Gubernur Kalbar, Sutarmidji terkait
penundaan pembangunan proyek dan mengutamakan kewajiban pembayaran bagi hasil
pajak kepada 14 Kabupaten/Kota sebesar Rp600 miliar.
Mengawali jawabannya mengenai tuntutan massa, M. Kebing L
mengapresiasi kedatangan Suyanto Tanjung, sebab dari sejumlah partai pengusung
Sutarmidji-Ria Norsan diantaranya PPP, Golkar, NasDem dan PKS, hanya Hanura
yang hadir.
“Harapan kita dia (Tanjung) dapat menyampaikan kepada bosnya
Pak Sutarmidji,” ujar Kebing.

Kepada perwakilan massa, Kebing mengatakan bahwa DPRD tidak
mengetahui mengenai penundaan proyek pembangunan dan tidak pernah mendapatkan
surat dari pihak eksekutif mengenai ini.
“Kami masih berpedoman pada APBD 2018. Kenapa demikian,
karena perubahan APBD 2018 tidak bisa dilakukan, nanti kronologisnya bisa
didapat di Sekretariat Dewan,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan APBD 2018 tidak akan jauh berubah dari
APBD murni dan KUA-PPAS.
“Menurut ketentuan, perubahan APBD 2018 ini paling lambat akhir
September, kiranya tanggal 28 September ini bisa dilaksanakan. Tapi sampai hari
itu rambu-rambu perbaikan yang akan disusun atau dikoreksi oleh Gubernur yang
baru ini, belum kami terima sampai akhir September, sehingga muncul pertanyaan
soal ini,” tuturnya.
Terkait pencoretan atau sebagainya, Kebing mengaku DPRD sama
sekali tidak pernah menerima pemberitahuan dari eksekutif.
“Kenapa tak susun jadwal, kenapa tak ditetapkan, apa yang
mau ditetapkan, bahannya tidak ada. Itu kan hanya ada di medsos semua itu dari
Midji, gimana kita mau pelajari, masa kita mau disuruh ketok barang yang ada di
medsos itu. Jadi Dewan menunda tak ada kepentingan, cuma mau liat apa yang
dikoreksi,” tukasnya.
Pada saat itu, lanjutnya, Sekda yang lama tidak dilibatkan dan
muncul Plh Sekda. Pihaknya mengaku bahwa telah konsultasi dengan Mendagri
mengenai itu bahwa Mendagri menegaskan Plh tidak sah.
“Kami sudah konsultasi ke Mendagri, Plh tidak sah. Jadi kalau
kita bahas dengan Plh itu illegal atau tidak sah. Sehingga Mendagri ambil
kebijakan supaya Wakil Gubernur yang meng-handle
langsung. Tapi Wakil Gubernur pun mau ketemu, tapi tak ada bahan. Istilahnya beladang
tak bawa parang. Itu persoalannya,” tukasnya lagi.
Lanjut Kebing, dengan demikian terjadilah kecelakaan dengan
tidak ditetapkannya APBD Perubahan 2018.
“Ini barangkali sejarah untuk Kalbar. Konsekuensinya bahwa
ketika APBD Perubahan tidak ditetapkan maka kembali ke APBD murni atau APBD
2018, harusnya. Tapi kami tak percaya ada coret mencoret tuh yang ada di Medsos
tuh, bisa jak itu hoax. Tapi yang
jelas, soal coret mencoret atau revisi yang disampaikan massa ini belum
disampaikan ke Dewan secara resmi,” tuturnya.
“Kami juga sudah konsultasi ke PPK menyampaikan hal ini, PPK
bilang ‘masa kan kalian adalah mitra’, itu kalau Gubernur yang lama itu mitra
terus, kalau yang sekarang tak tau mitra. Surat-surat yang di medsos itu kan
tak ada gak tembusan, apalagi ditujukan ke Dewan, tembusan ke Dewan pun ndak
ada. Jadi pada intinya, kami DPRD tetap berpedoman pada APBD 2018,” sambungnya.
Kemudian mengenai defisit, lanjut Kebing, defisit di aturan
penganggaran tidak ada mengandung pola penganggaran defisit.
“Kalau disebut-sebut sampai Rp600 miliar itukan bisa iya
bisa tidak yang mana. Dewan kan bertanya juga, karena ndak ada bukti-buktinya. Tapi
yang pasti soal coret mencoret tuh Dewan belum percaya, karena tidak ada
suratnya, jadi kami menganggap itu masih jalan,” imbuhnya.
Yang perlu diingat, kata Kebing, penundaan APBD Perubahan
2018 itu akibat waktu sudah kepepet.
“Pertanyaannya kenapa kepepet, kan yang menunda inikan
beliau (Gubernur), lalu itu jadi alasan tidak bisa dilaksanakannya kegiatan. Nanti
disalahkan Dewan, dikira Dewan yang tidak menetapkan APBD Perubahan 2018. Di Facebook
jak yang ada, jadi dia ini mempertanggungjawabkannya di Facebook bukan di
Dewan,” tuturnya.
Dalam audiensi ini, Kebing menyimpulkan setidaknya ada beberapa
poin yang akan dijadikan satu pembahasan khusus.

“Pertama keinginan teman-teman harus bertemu dengan
Gubernur, kami pun ingin bertemu. Kedua, mengenai coret mencoret atau pangkas
memangkas, kami memang benar belum mengetahui itu, karena surat dari Gubernur
memang belum ada ke Dewan dan kami masih berpedoman pada APBD 2018. Ketiga,
soal hak interpelasi, kalau sampai pada itu kami belum memikirkannya, karena
kita masih percaya bahwa Gubernur mitra, kita ingin Kalbar kondusif dan
pembangunan masih jalan sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Kemudian soal
Sekda, ada keluar surat dari KASN yang meminta Gubernur mengaktifkan kembali M
Zeet, jadi tuntutan massa soal ini barangkali sudah sampai, cuma balik ke
Gubernur lagi, masih mau pakai M Zeet tidak, dengan demikian secara resmi Plh
itu sudah gugur,” tutupnya.
Sementara, Wakil DPRD Kalbar, Suriansyah mengatakan bahwa
dengan tidak disahkannya APBD Perubahan 2018, Gubernur berkewajiban untuk
melaksanakan APBD murni secara konsekuen.
“Itu arahan dari Kemendagri, yakni melaksanakan APBD 2018
secara konsekuen. Kalau Gubernur patuh dan taat pada aturan, maka pencoretan-pencoretan
yang dilakukan itu berarti batal demi hukum, karena memang Gubernur punya
kewajiban melaksanakan APBD, APBD itu adalah peraturan daerah yang sudah
diundangkan didalam lembaran daerah sehingga seluruh masyarakat Kalbar termasuk
Gubernur. Nah, harusnya tidak dilakukan pencoretan,” tuturnya.
Bicara pencoretan, Suriansyah mengaku bahwa di daerah
pemilihannya yakni di Sambas juga ada yang dicoret.
“Di Kecamatan Sejangkung, kita memasukan pembangunan poros
jalan baru, karena masyarakat Sejangkung selama 73 tahun Indonesia merdeka, belum
pernah lihat jalan aspal, belum pernah lihat jalan besar, hanya jalan sungai
dan jalan-jalan setapak saja, itu kita usulkan tapi dicoret. Jadi ini berlaku
untuk semua, seperti yang disampaikan Pak Ketua tadi mungkin bukan hanya 84
yang dicoret bisa jadi lebih, tapi mudah-mudahan dengan tidak disahkannya APBD
Perubahan tersebut Gubernur mau melihat ini sebagai aturan yang mengikat kita
bersama untuk kita patuhi, karena kalau tidak, ada mekanisme berikutnya di
Dewan,” tukasnya.
Sebab, lanjut Suriansyah, DPRD tidak bisa sewenang-wenangnya
memanggil Gubernur, kecuali dalam rangka komunikasi.
“Tetapi ada mekanismenya yakni pada pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Itu akan dilakukan pertanggungjawaban, tetapi waktunya di
awal tahun depan. Kalau Gubernur tidak melaksanakan peraturan daerah
sebagaimana yang sudah disepakati Gubernur dan DPRD Kalbar, maka Gubernur sudah
melanggar peraturan daerah tersebut. Kita berharap mudah-mudahan Gubernur mau
menerima dan mendengar apa yang kami sampaikan,” tuturnya.
DPRD, kata dia, dalam melaksanakan fungsinya dalam
penyusunan APBD Perubahan, dikarenakan tidak adanya dokumen pendukung sehingga
tidak dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut, pihaknya, kata Suriansyah,
berkonsultasi dengan Kemendagri.
“Kita dua kali konsultasi dengan Mendagri, yang pertama
diterima Plh Sekretaris Jenderal Mendagri yang kedua oleh Direktorat Jenderal
Bina Keuangan Daerah. Kami melakukan konsultasi dan kesimpulan yang kami terima
adalah memang Pemerintah Provinsi berhak mengajukan APBD Perubahan 2018, tetapi
kalau tidak ada kesepakatan sampai tanggal 30 September, berarti Gubernur harus
melaksanakan anggaran yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
“Dalam Undang-undang nomor 23 disebutkan bahwa pengadaan
barang dan jasa adalah satu jenis belanja yang bersifat mengikat, sehingga
harus dilaksanakan oleh Gubernur. Tentu kita akan melihat nanti, apakah
Gubernur akan melaksanakannya atau punya alasan lain yang bisa diterima
berdasarkan Undang-undang dan peraturan. Karena kalau tidak, tentu sebagai wakil
rakyat kita akan melakukan evaluasi, kalau nyatanya Gubernur setelah dilakukan
evaluasi atau komunikasi dan lainnya, maka Dewan punya hak-hak lebih lanjut agar
Gubernur mempertanggungjawabkan tindakannya termasuk hak interpelasi, tetapi belum
sampai ke situ, kita masih berupaya komunikasi dengan baik, supaya Gubernur
taat pada peraturan daerah yang mengikat kita bersama,” sambungnya.
APBD, kata Suriansyah, adalah produk perencanaan dari
Musrenbang tingkat desa, kabupaten, provinsi dan nasional. Hal itu, lanjut Suriansyah,
ada penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPRD Kalbar ke desa-desa untuk
menampung aspirasi masyarakat terhadap program yang diprioritaskan dan yang
diperlukan masyarakat secara umum.
“Apabila proses perencanaan itu sudah dibuat sedemikian rupa
sehingga menghasilkan produk berupa APBD, maka kita semua terikat pada APBD tersebut
dan harus dilaksanakan secara baik dan konsekuen,” tutupnya.
Kemudian, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi menegaskan
bahwa dirinya tidak mau hambatan APBD itu dinisbatkan kepada Fraksi PDI
Perjuangan.
“Saya mau kunci itu dulu, saya tidak mau DPRD ini
dinisbatkan kepada PDI Perjuangan bersama Demokrat dan Gerindra, saya tidak
setuju. Tidak seperti itu, jangan nanti ada pikiran persoalan seolah-olah ini
gara-gara DPRD, keterbatasan APBD Perubahan ini murni karena eksekutif. Siapa
dia, dia adalah Gubernur terpilih yang tanggal 5 September dilantik, kemudian
tanggal 6 keluar surat dan main Facebook dan segalanya, membuat kegaduhan dan
seterusnya,” tukasnya.
“Maka kami dari DPRD secara resmi dan formal tadi sudah
disampaikan pula bahwa kami belum menerima apa sih yang dicoret, buka Facebook ‘memang
batul gajah kana coret’ lagi Facebook, macam mana bahas Facebook, ini masalah. Nah,
Pimpinan sampaikan tadi bahwa itu tidak betul, artinya tidak betul kenapa,
kalau betul ada tanda tangan yang beredar apakah Kepala Dinas atau Kepala Badan
dan sebagainya, itu maoknye Midji, maoknye die bah, kan die belum nanya maunye
kite,” sambungnya.
“Pemerintah daerah itu adalah Gubernur dan DPRD, beliau
merupakan itu, itu makanya kami ngotot bahwa ini tidak bisa diteruskan. Kenapa tidak
bisa diteruskan, anda (Gubernur) satu rumah dengan kami, anda tidak lebih
tinggi dari pada kami (DPRD) dan sebaliknya demikian. Bahwa keputusan bersama
yang namanya Raperda menjadi Perda dalam bentuk APBD apakah itu murni atau
perubahan itu atas dasar kesepakatan bersama, maka datanglah ke kantor ini
(Kantor DPRD), bahas bersama,” sambungnya lagi.
Jimi juga tak mempersoalkan jika Gubernur Sutarmidji mau
mencoret sejumlah pembangunan.
“Itu hak dia, di kasih penundaan kami pikir sudah cukup. Tunggu
kapan lagi pembatalan, kemudian tunda lagi. Kami masih sabar karena kita mau
bersama karena satu badan dua diri, suami istri didalam keluarga tidak mau
ribut, dampaknya pasti ke anak-anak. Nah kita tidak mau itu, Midji orang kita,
warga negara kita, terpilih sudah dilantik sah, sudah ditetapkan dengan
keputusan Presiden, kita hormati itu. Tapi dilain sisi, kami sebagai lembaga
perwakilan ada hak bertanya,” tukasnya.
Dengan demikian, lanjut Jimi, dengan tidak terlaksananya
APBD Perubahan 2018 sesuai deadline
Mendagri 30 September, maka suka tidak suka untuk dan atas nama Undang-undang
Gubernur harus kembali pada batang tubuh APBD 2018 yang ditetapkan pada 29
November 2017.
“Saat itu Gubernurnya adalah dari PDI Perjuangan, memang
faktanya seperti itu. Cornelis dan M Zeet itu adalah kronologis. Nah kalau
ditetapkan seperti itu artinya keputusan bersama, mari kita ikuti. Kalau ada
perubahan di perjalanan, iya kita tunggu di APBD Perubahan, tapi APBD Perubahan
tidak terlaksana yaitu tadi datang perwakilannya kesini yaitu Plh Sekda, Sekda
kan yang lama cuti, batas cutinya tanggal 19, tanggal 18 sudah masuk ke kantor,
begitu masuk ke kantor terima surat menonaktifkan sebagai Sekda. Dipindahkanlah
ke BKD dan seterusnya seterusnya, ditunjuklah Plh, tidak haram sesuai aturan
Undang-undang dia (Gubernur) menunjuk Plh, prosedurnya mesti jelas, yang
namanya Eselon 1B itu mutlak kewenangan Presiden, maka harusnya Pak Sutarmidji
begitu dilantik tanggal 5, tanggal 6 die (Gubernur) buat surat kalau die benci
dengan M Zeet, mungkin urusan pribadi kite tak tau, mana kite tau namanya orang
bekelai. Kau (Gubernur) benci silahkan tapi sebagai Sutarmidji dan M Zeet, bukan
sebagai Gubernur dan Sekda. Karena kalau sudah membawa Gubernur dan Sekda
keduanya adalah milik kita bersama bukan pribadinya,” tuturnya.
Kemudian, lanjutnya, datanglah Plh Sekda yang ditunjuk.
Harusnya, kata dia, tanggal 6 Gubernur sudah buat surat kepada Presiden melalui
Mendagri, maka Mendagri atas nama Presiden buat surat kepada Gubernur
menyatakan bahwa Plh resmi dan duduk mengatasnamakan pemerintah dalam membahas
anggaran. Itu, kata dia, baru resmi dan tidak cacat hukum.
“Kami (DPRD) kan semua tak mau masyarakat dapat jalan tapi
kami masuk penjara. Tidak mau, karena ini persoalan hukum. Nah itulah sebabnya
kami PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra tidak sepakat, karena kami tau
resiko yang akan kami hadapi nanti. Saya tidak mau isu ini dipelintir aneh-aneh
diluar, maklum 2019 Pemilu,” ujarnya.
Jimi juga menyarankan Pimpinan DPRD segera menggunakan Hak
Interpelasi.
“Inikan sudah menyeruak, APBD 2019 sebentar lagi sudah masuk
draft. Ini sudah masuk tanggal 10 Oktober, kita harus tau sampai batas mana
APBD murni 2019 itu harus kita tetapkan. Usul massa ini mengenai Hak Interpelasi
saya pikir tak bisa ditunda-tunda. Harus secara resmi lembaga ini (DPRD)
memanggil, harus itu, harus cepat,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kalbar dari Partai Hanura, Suyanto
Tanjung menolak bahwa Sutarmidji adalah bos dirinya.
“Bos saya adalah rakyat Kalimantan Barat bukan Sutarmidji.
Pilgub sudah selesai, kami memang partai pengusung Bapak Sutarmidji tentu dalam
kebijakan yang diambil beliau mulai dari saat ini sampai selesai jabatannya,
selama itu pro rakyat pasti akan kami dukung. Tapi kalau bertentangan dengan
keinginan rakyat banyak, tentu kita akan bersama-sama rakyat banyak,” tegasnya.
“Saya sebagai Ketua DPD Hanura Kalbar memastikan kepada
seluruh rakyat Kalbar tetap mendukung Pemerintah Provinsi Kalbar selama
pemerintahan ini pro dengan rakyat Kalbar. Kami terbuka dengan seluruh rakyat
Kalbar, terkait apapun yang terjadi antara Pemerintah dengan DPRD karena kita
adalah bagian yang tak bisa dipisahkan. Saya juga tak bisa menanggapi mengenai coret
mencoret, pimpinan saja tidak tahu apalagi kami anggota,” ujarnya.
“Kalau dari media sosial tidak bisa jadi landasan kita
mengambil sebuah kebijakan. Karena beredarnya rumor itu, tentu kami berharap
sebagai Anggota DPRD Kalbar jikalau ada pencoretan sesuai yang disampaikan
massa, sudah merupakan kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk memanggil saudara
Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar dan didengarkan pendapatnya, apa
persoalannya, apa masalahnya sehingga ada pencoretan-pencoretan anggaran yang
akan merugikan masyarakat Kalbar, itu wajib kita dengar bersama-sama,” ujarnya
lagi.
“Mesti dilepaskan dulu persoalan, yang mendukung dulu dan
yang melawan dulu, ini tak ada persoalan, Pilgub sudah selesai, yang menang
beliau (Gubernur Sutarmidji) dan kita juga sudah sama-sama tau dan sudah
dilantik. Dan saya yakin aliansi rakyat penegak demokrasi ini juga tidak ada
sangkut pautnya dengan kemenangan beliau atau kekalahan kita, tidak ada
persoalan. Yang kita tuntut adalah bagaimana pemerintahan ini menjalankan roda
pemerintahan sesuai aturan main yang ada. Jadi kita tidak ada sedikit
kecurigaan dengan kehadiran kita disini. Saya sampaikan bahwa sudah semestinya Pimpinan
untuk segera memanggil saudara Gubernur dan Wakil Gubernur. Jadi kalau tadi Pimpinan
suruh saya, saya tidak mengerti, kapasitas saya apa memanggil Gubernur karena
saya anggota dewan biasa,” sambungnya.
Suyanto Tanjung juga menyayangkan sikap Gubernur Kalbar yang
enggan menerima aliansi rakyat penegak demokrasi (ARPD) ini.
“Semestinya, menurut saya kalau saya Gubernur siapapun yang
datang tetap saya terima. Karena saya adalah Gubernur Kalbar, kalau sudah membeda-bedakan
satu sama lain itu tidak akan baik buat kita semua. Tetapi apakah beliau
(Gubernur) tidak menerima ini, karena memang tak mau menerima atau ada
pertimbangan lain, kita juga tidak tau. Jadi harapan saya Gubernur kita ini
adalah Gubernur untuk kita semua, untuk semua agama dan suku di Kalbar. Kami juga
yakin, pada saat mendukung beliau sebagai Gubernur, itu akan menjadi pedoman
beliau, bahwa beliau adalah Gubernur yang amanah bagi kita semua, itu doa kita
bersama. Jadi sekali lagi apa yang disampaikan Pimpinan terkait kronologis
kejadian sampai APBD Perubahan tidak ditetapkan DPRD seperti yang disampaikan, kalau
memang benar itu terjadi, maka Gubernur sudah seharusnya dihadirkan supaya
terang benderang, bila perlu masyarakat dalam hal ini aliansi rakyat penegak
demokrasi dihadirkan,” sambungnya.
Sementara Markus Amid dari Fraksi Demokrat juga menyarankan
bahwa sudah waktunya DPRD menggunakan hak interpelasi untuk meminta penjelasan
terhadap Gubernur mengenai beberapa persoalan di Kalbar.
“Kalau apa yang beredar di medsos dan koran tentang pemangkasan
yang dikatakan Rp600 miliar, kemudian alasan untuk menutupi defisit dan
kemudian mengutamakan mengutamakan kewajiban pembayaran dana bagi hasil pajak
kepada 14 Kabupaten/Kota, dia (Gubernur) ngomongnya sepihak, tidak pernah ada
pembahasan di Dewan. Itu omong kosong, karena belum dibahas, karena saya
sendiri juga ikut beberapa tahun di badan anggaran (Banggar) tahu persislah. Oleh
karena itu apa yang disampaikan Pimpinan dan beberapa anggota, saya kira itu
jelas dan kami dari Fraksi Demokrat mendesak Pimpinan DPRD menggunakan hak
interpelasi untuk memanggil Gubernur,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen
mengatakan bahwa dirinya mencermati bahwa ada dua persoalan besar yang
disampaikan aliansi rakyat penegak demokrasi yakni soal dinonaktifkannya Sekda
Kalbar dan beredarnya di media sosial soal coret mencoret.
“Saya sepaham dengan aliansi ini, kita tidak ada
kepentingan, masyarakat pun demikian, siapa Gubernur dan siapa Sekda. Yang penting
kalau yang sudah tertera di APBD 2018 dicoret, itulah kepentingan kita, saya
yakin pimpinan bisa segera memanggil Gubernur untuk klarifikasi, kita sama-sama
kawal ini,” tukasnya.
Lanjut Minsen, kalau diikuti dengan yang beredar di media
sosial itu, setidaknya ada 3 (tiga) surat yang merisaukan masyarakat.
“Yang pertama soal menonaktifkan atau memutasikan sepihak Sekda
yang bukan merupakan kewenangan dia (Gubernur), kedua ada surat lagi yang beredar
yaitu tentang rencana penundaan beberapa kegiatan proyek yang jumlahnya itu
sekitar 58. Kemudian, bukan lagi 58 tapi lebih dari itu karena ada surat yang
ketiga, surat ini yaitu tentang penghentian proses pengadaan barang dan jasa,
artinya barang ini tidak termasuk dalam kelompok yang 58 tadi, dalam proses
pengadaan apakah itu pengumuman itu lelang, kemudian penetapan pemenang sampai
dengan kontrak itu dihentikan, dihentikan sejak surat itu diterbitkan,”
tukasnya.
“Nah, kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk mengusut, karena
kita tidak bisa katakan bahwa ini medsos dan tidak bisa diyakini kebenarannya,
ini tanggung jawab kita untuk mengusut kebenaran dari surat-surat ini, karena
kalau memang benar surat ini lalu kita tak beraksi, waktu terus berjalan. Kalaupun
ini masih mau diselamatkan, kita juga ragu, apakah cukup waktu untuk
mengerjakan beberapa pekerjaan yang ada di dalam paket yang 58 itu. Sekarang sudah
Oktober, proses pengumuman sampai dengan penetapan itu bisa sampai 1 bulan bisa
lebih. Tanggal 15 Desember itu sudah tutup kas, saya juga dapat info dari
sejumlah kontraktor bahwa proyek-proyek dihentikan untuk proses selanjutnya
bahkan yang sudah teken kontrak dihentikan untuk sementara, diluar yang 58 itu,
maka kita lembaga ini (DPRD) punya kewajiban besok atau lusa ini harus segera
diselesaikan,” sambungnya.
Lanjut Minsen, bisa saja adakan pemanggilan untuk rapat
kerja antara DPRD dan Gubernur Kalbar. Sebab belum ada surat ke DPRD Kalbar
bahwa ada lebih 100 proyek dibatalkan.
“Kalau ini dibicarakan dari awal mengenai perubahan ini, defisit
yang dikatakan sampai Rp600 miliar itu kan lebih ke arah by design. Defisit by
design ini sepertinya bukan defisit yang betul-betul defisit yang
sebenar-benarnya, defisit by design ini masih bisa diubah lewat prediksi
anggaran,” tukasnya.
“Dulu kita juga pernah semasa Pak Darwin masih menjabat
sebagai Kadispenda, waktu itu dalam anggaran kita defisit, tetapi akhir tahun
berjalan kita malah surplus. Saya punya keyakinan kalau emang ini dibahas
kemarin, yang dikatakan defisit sampai Rp600 miliar bisa selesai masalahnya,
karena disisi belanja operasional saya lihat cukup tinggi, itu bisa dikurangi
50 persen, bahkan didalam sendiri, saya merasa siap untuk dikurangi biaya
perjalanan yang tidak penting itu, saya siap untuk menyelamatkan proyek-proyek
ini, tapi dengan catatan betul-betul biaya perjalan yang tidak penting,”
sambungnya.
Kemudian Anggota DPRD Kalbar dari Partai PDI Perjuangan, Martinus
Sudarno lebih menyoroti mengenai defisit.
“Dari mana Gubernur ini tau defisit ini sebesar itu, kan
kita belum mulai melakukan penghitungan APBD, tiba-tiba ada defisit sekian itu
dari mana jalannya. Inikan pajak terus masuk. Dihitung aja belum jadi defisit
dari mana, ini pengakuan sepihak dari Gubernur. Menurut hemat saya, apa yang
dilakukan Gubernur selama ini sudah menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Kalau dikatakan
Pak Minsen dalam satu atau dua hari ini harus memanggil Gubernur, untuk
memanggil seorang Kepala Daerah itu ada mekanismenya, untuk bisa meminta
penjelasan seorang Gubernur maka DPRD harus menggunakan hak interpelasi,”
tukasnya.
Ketua DPRD Kalbar, Kebing turut menimpali, ia mengatakan
bahwa tidak ada sebenarnya isu dalam anggaran itu defisit.
“Intinya kalau ada kekurangan dana pada tahun berjalan, kewajiban
yang harus dibayar misalnya bagi hasil pajak itu bisa dibayarkan awal tahun
depan, kegiatan proyek yang sudah dilaksanakan tidak ada uang, bisa ditunda dan
dibayar awal tahun anggaran yang akan datang, sebenarnya beres. Dulu kita juga
pernah waktu jaman Pak Cornelis, jadi ndak ada istilah defisit belum berhitung,
lalu ada defisit. Ada lagi ada isu di koran tuh kalau lewat orang-orang die (Gubernur)
bise buka kunci internetnye, masuk ke program tuh, boleh dilelang, kalau tak berteman
ditutup kuncinye,” tukasnya.
Audiensi pun berakhir, massa pun diminta untuk membubarkan
diri. Namun di halaman Kantor DPRD Kalbar, massa aliansi rakyat penegak
demokrasi ini sempat saling cekcok lantaran massa yang menunggu diluar meminta
apa hasil yang dibahas dalam audiensi itu.
“Kami dengan perwakilan dan dewan audiensi sambil makan,
kami yang diluar nih kan mau tau gak apa yang dibicarakan. Kami pun mau gak
makan,” ujar salah seorang peserta aksi.
Seperti diketahui, massa dijadwalkan kembali ke rumah betang
di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini