Pontianak    

Aliansi Rakyat Penegak Demokrasi Datangi DPRD Kalbar, Ini Jawaban Para Dewan

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 12 Oktober 2018
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Ratusan massa yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Penegak

Demokrasi (ARPD) mendatangi kantor DPRD Kalimantan Barat setelah sebelumnya

mereka mendatangi Kantor Gubernur guna mendapat penjelasan dari Gubernur

Kalbar, Sutarmidji terkait penundaan sejumlah proyek di Landak dan Bengkayang.

Aksi massa ARPD ini yang dilakukannya tiga hari berturut-turut sejak Senin (7/10/2018) hingga Rabu (10/10/2018) masih tetap dengan tujuh tuntutannya, namun yang paling vital diantaranya mengenai Sekda Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie dan penundaan proyek pembangunan.

Massa Aliansi Rakyat Penegak Demokrasi Kalbar saat diterima DPRD Kalbar (Foto: Fat)

Di DPRD, sebanyak 30 perwakilan peserta aksi ini diterima

pimpinan Dewan di ruang serbaguna DPRD Kalbar untuk audiensi, Rabu

(10/10/2018).

Yang hadir pada audiensi itu diantaranya, Ketua DPRD

Provinsi Kalbar, M. Kebing L, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah, Ermin

Elviani, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen, Ketua Fraksi Partai

Demokrat DPRD Kalbar, Tanto Yakobus, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar dari

Partai Demokrat, Markus Amid, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi, anggota

DPRD Kalbar dari Partai Gerindra, Ishak Ali Al Muthahar dan Suyanto Tanjung

dari Partai Hanura.

Diawal audiensi pimpinan dewan meminta peserta aksi

menyampaikan tuntutannya yang pada intinya massa ini menyoalkan terkait

penundaan proyek pembangunan di Landak dan Bengkayang.

Salah seorang perwakilan massa mendorong wakil rakyat

menggunakan Hak Interpelasi (Hak Bertanya) kepada Gubernur Kalbar, Sutarmidji terkait

penundaan pembangunan proyek dan mengutamakan kewajiban pembayaran bagi hasil

pajak kepada 14 Kabupaten/Kota sebesar Rp600 miliar.

Mengawali jawabannya mengenai tuntutan massa, M. Kebing L

mengapresiasi kedatangan Suyanto Tanjung, sebab dari sejumlah partai pengusung

Sutarmidji-Ria Norsan diantaranya PPP, Golkar, NasDem dan PKS, hanya Hanura

yang hadir.

“Harapan kita dia (Tanjung) dapat menyampaikan kepada bosnya

Pak Sutarmidji,” ujar Kebing.

Suasana Audiensi DPRD Kalbar dengan massa aliansi rakyat penegak demokrasi (Foto: Fat)

Kepada perwakilan massa, Kebing mengatakan bahwa DPRD tidak

mengetahui mengenai penundaan proyek pembangunan dan tidak pernah mendapatkan

surat dari pihak eksekutif mengenai ini.

“Kami masih berpedoman pada APBD 2018. Kenapa demikian,

karena perubahan APBD 2018 tidak bisa dilakukan, nanti kronologisnya bisa

didapat di Sekretariat Dewan,” ujarnya.

Menurutnya, perubahan APBD 2018 tidak akan jauh berubah dari

APBD murni dan KUA-PPAS.

“Menurut ketentuan, perubahan APBD 2018 ini paling lambat akhir

September, kiranya tanggal 28 September ini bisa dilaksanakan. Tapi sampai hari

itu rambu-rambu perbaikan yang akan disusun atau dikoreksi oleh Gubernur yang

baru ini, belum kami terima sampai akhir September, sehingga muncul pertanyaan

soal ini,” tuturnya.

Terkait pencoretan atau sebagainya, Kebing mengaku DPRD sama

sekali tidak pernah menerima pemberitahuan dari eksekutif.

“Kenapa tak susun jadwal, kenapa tak ditetapkan, apa yang

mau ditetapkan, bahannya tidak ada. Itu kan hanya ada di medsos semua itu dari

Midji, gimana kita mau pelajari, masa kita mau disuruh ketok barang yang ada di

medsos itu. Jadi Dewan menunda tak ada kepentingan, cuma mau liat apa yang

dikoreksi,” tukasnya.

Pada saat itu, lanjutnya, Sekda yang lama tidak dilibatkan dan

muncul Plh Sekda. Pihaknya mengaku bahwa telah konsultasi dengan Mendagri

mengenai itu bahwa Mendagri menegaskan Plh tidak sah.

“Kami sudah konsultasi ke Mendagri, Plh tidak sah. Jadi kalau

kita bahas dengan Plh itu illegal atau tidak sah. Sehingga Mendagri ambil

kebijakan supaya Wakil Gubernur yang meng-handle

langsung. Tapi Wakil Gubernur pun mau ketemu, tapi tak ada bahan. Istilahnya beladang

tak bawa parang. Itu persoalannya,” tukasnya lagi.

Lanjut Kebing, dengan demikian terjadilah kecelakaan dengan

tidak ditetapkannya APBD Perubahan 2018.

Baca ke halaman berikutnya

“Ini barangkali sejarah untuk Kalbar. Konsekuensinya bahwa

ketika APBD Perubahan tidak ditetapkan maka kembali ke APBD murni atau APBD

2018, harusnya. Tapi kami tak percaya ada coret mencoret tuh yang ada di Medsos

tuh, bisa jak itu hoax. Tapi yang

jelas, soal coret mencoret atau revisi yang disampaikan massa ini belum

disampaikan ke Dewan secara resmi,” tuturnya.

“Kami juga sudah konsultasi ke PPK menyampaikan hal ini, PPK

bilang ‘masa kan kalian adalah mitra’, itu kalau Gubernur yang lama itu mitra

terus, kalau yang sekarang tak tau mitra. Surat-surat yang di medsos itu kan

tak ada gak tembusan, apalagi ditujukan ke Dewan, tembusan ke Dewan pun ndak

ada. Jadi pada intinya, kami DPRD tetap berpedoman pada APBD 2018,” sambungnya.

Kemudian mengenai defisit, lanjut Kebing, defisit di aturan

penganggaran tidak ada mengandung pola penganggaran defisit.

“Kalau disebut-sebut sampai Rp600 miliar itukan bisa iya

bisa tidak yang mana. Dewan kan bertanya juga, karena ndak ada bukti-buktinya. Tapi

yang pasti soal coret mencoret tuh Dewan belum percaya, karena tidak ada

suratnya, jadi kami menganggap itu masih jalan,” imbuhnya.

Yang perlu diingat, kata Kebing, penundaan APBD Perubahan

2018 itu akibat waktu sudah kepepet.

“Pertanyaannya kenapa kepepet, kan yang menunda inikan

beliau (Gubernur), lalu itu jadi alasan tidak bisa dilaksanakannya kegiatan. Nanti

disalahkan Dewan, dikira Dewan yang tidak menetapkan APBD Perubahan 2018. Di Facebook

jak yang ada, jadi dia ini mempertanggungjawabkannya di Facebook bukan di

Dewan,” tuturnya.

Dalam audiensi ini, Kebing menyimpulkan setidaknya ada beberapa

poin yang akan dijadikan satu pembahasan khusus.

Audiensi massa aliansi rakyat penegak demoraksi dengan DPRD Kalbar (Foto: Fat)

“Pertama keinginan teman-teman harus bertemu dengan

Gubernur, kami pun ingin bertemu. Kedua, mengenai coret mencoret atau pangkas

memangkas, kami memang benar belum mengetahui itu, karena surat dari Gubernur

memang belum ada ke Dewan dan kami masih berpedoman pada APBD 2018. Ketiga,

soal hak interpelasi, kalau sampai pada itu kami belum memikirkannya, karena

kita masih percaya bahwa Gubernur mitra, kita ingin Kalbar kondusif dan

pembangunan masih jalan sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Kemudian soal

Sekda, ada keluar surat dari KASN yang meminta Gubernur mengaktifkan kembali M

Zeet, jadi tuntutan massa soal ini barangkali sudah sampai, cuma balik ke

Gubernur lagi, masih mau pakai M Zeet tidak, dengan demikian secara resmi Plh

itu sudah gugur,” tutupnya.

Sementara, Wakil DPRD Kalbar, Suriansyah mengatakan bahwa

dengan tidak disahkannya APBD Perubahan 2018, Gubernur berkewajiban untuk

melaksanakan APBD murni secara konsekuen.

“Itu arahan dari Kemendagri, yakni melaksanakan APBD 2018

secara konsekuen. Kalau Gubernur patuh dan taat pada aturan, maka pencoretan-pencoretan

yang dilakukan itu berarti batal demi hukum, karena memang Gubernur punya

kewajiban melaksanakan APBD, APBD itu adalah peraturan daerah yang sudah

diundangkan didalam lembaran daerah sehingga seluruh masyarakat Kalbar termasuk

Gubernur. Nah, harusnya tidak dilakukan pencoretan,” tuturnya.

Bicara pencoretan, Suriansyah mengaku bahwa di daerah

pemilihannya yakni di Sambas juga ada yang dicoret.

“Di Kecamatan Sejangkung, kita memasukan pembangunan poros

jalan baru, karena masyarakat Sejangkung selama 73 tahun Indonesia merdeka, belum

pernah lihat jalan aspal, belum pernah lihat jalan besar, hanya jalan sungai

dan jalan-jalan setapak saja, itu kita usulkan tapi dicoret. Jadi ini berlaku

untuk semua, seperti yang disampaikan Pak Ketua tadi mungkin bukan hanya 84

yang dicoret bisa jadi lebih, tapi mudah-mudahan dengan tidak disahkannya APBD

Perubahan tersebut Gubernur mau melihat ini sebagai aturan yang mengikat kita

bersama untuk kita patuhi, karena kalau tidak, ada mekanisme berikutnya di

Dewan,” tukasnya.

Sebab, lanjut Suriansyah, DPRD tidak bisa sewenang-wenangnya

memanggil Gubernur, kecuali dalam rangka komunikasi.

“Tetapi ada mekanismenya yakni pada pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD. Itu akan dilakukan pertanggungjawaban, tetapi waktunya di

awal tahun depan. Kalau Gubernur tidak melaksanakan peraturan daerah

sebagaimana yang sudah disepakati Gubernur dan DPRD Kalbar, maka Gubernur sudah

melanggar peraturan daerah tersebut. Kita berharap mudah-mudahan Gubernur mau

menerima dan mendengar apa yang kami sampaikan,” tuturnya.

Baca ke halaman berikutnya

DPRD, kata dia, dalam melaksanakan fungsinya dalam

penyusunan APBD Perubahan, dikarenakan tidak adanya dokumen pendukung sehingga

tidak dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut, pihaknya, kata Suriansyah,

berkonsultasi dengan Kemendagri.

“Kita dua kali konsultasi dengan Mendagri, yang pertama

diterima Plh Sekretaris Jenderal Mendagri yang kedua oleh Direktorat Jenderal

Bina Keuangan Daerah. Kami melakukan konsultasi dan kesimpulan yang kami terima

adalah memang Pemerintah Provinsi berhak mengajukan APBD Perubahan 2018, tetapi

kalau tidak ada kesepakatan sampai tanggal 30 September, berarti Gubernur harus

melaksanakan anggaran yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

“Dalam Undang-undang nomor 23 disebutkan bahwa pengadaan

barang dan jasa adalah satu jenis belanja yang bersifat mengikat, sehingga

harus dilaksanakan oleh Gubernur. Tentu kita akan melihat nanti, apakah

Gubernur akan melaksanakannya atau punya alasan lain yang bisa diterima

berdasarkan Undang-undang dan peraturan. Karena kalau tidak, tentu sebagai wakil

rakyat kita akan melakukan evaluasi, kalau nyatanya Gubernur setelah dilakukan

evaluasi atau komunikasi dan lainnya, maka Dewan punya hak-hak lebih lanjut agar

Gubernur mempertanggungjawabkan tindakannya termasuk hak interpelasi, tetapi belum

sampai ke situ, kita masih berupaya komunikasi dengan baik, supaya Gubernur

taat pada peraturan daerah yang mengikat kita bersama,” sambungnya.

APBD, kata Suriansyah, adalah produk perencanaan dari

Musrenbang tingkat desa, kabupaten, provinsi dan nasional. Hal itu, lanjut Suriansyah,

ada penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPRD Kalbar ke desa-desa untuk

menampung aspirasi masyarakat terhadap program yang diprioritaskan dan yang

diperlukan masyarakat secara umum.

“Apabila proses perencanaan itu sudah dibuat sedemikian rupa

sehingga menghasilkan produk berupa APBD, maka kita semua terikat pada APBD tersebut

dan harus dilaksanakan secara baik dan konsekuen,” tutupnya.

Kemudian, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar, M Jimi menegaskan

bahwa dirinya tidak mau hambatan APBD itu dinisbatkan kepada Fraksi PDI

Perjuangan.

“Saya mau kunci itu dulu, saya tidak mau DPRD ini

dinisbatkan kepada PDI Perjuangan bersama Demokrat dan Gerindra, saya tidak

setuju. Tidak seperti itu, jangan nanti ada pikiran persoalan seolah-olah ini

gara-gara DPRD, keterbatasan APBD Perubahan ini murni karena eksekutif. Siapa

dia, dia adalah Gubernur terpilih yang tanggal 5 September dilantik, kemudian

tanggal 6 keluar surat dan main Facebook dan segalanya, membuat kegaduhan dan

seterusnya,” tukasnya.

“Maka kami dari DPRD secara resmi dan formal tadi sudah

disampaikan pula bahwa kami belum menerima apa sih yang dicoret, buka Facebook ‘memang

batul gajah kana coret’ lagi Facebook, macam mana bahas Facebook, ini masalah. Nah,

Pimpinan sampaikan tadi bahwa itu tidak betul, artinya tidak betul kenapa,

kalau betul ada tanda tangan yang beredar apakah Kepala Dinas atau Kepala Badan

dan sebagainya, itu maoknye Midji, maoknye die bah, kan die belum nanya maunye

kite,” sambungnya.

“Pemerintah daerah itu adalah Gubernur dan DPRD, beliau

merupakan itu, itu makanya kami ngotot bahwa ini tidak bisa diteruskan. Kenapa tidak

bisa diteruskan, anda (Gubernur) satu rumah dengan kami, anda tidak lebih

tinggi dari pada kami (DPRD) dan sebaliknya demikian. Bahwa keputusan bersama

yang namanya Raperda menjadi Perda dalam bentuk APBD apakah itu murni atau

perubahan itu atas dasar kesepakatan bersama, maka datanglah ke kantor ini

(Kantor DPRD), bahas bersama,” sambungnya lagi.

Baca ke halaman berikutnya

Jimi juga tak mempersoalkan jika Gubernur Sutarmidji mau

mencoret sejumlah pembangunan.

“Itu hak dia, di kasih penundaan kami pikir sudah cukup. Tunggu

kapan lagi pembatalan, kemudian tunda lagi. Kami masih sabar karena kita mau

bersama karena satu badan dua diri, suami istri didalam keluarga tidak mau

ribut, dampaknya pasti ke anak-anak. Nah kita tidak mau itu, Midji orang kita,

warga negara kita, terpilih sudah dilantik sah, sudah ditetapkan dengan

keputusan Presiden, kita hormati itu. Tapi dilain sisi, kami sebagai lembaga

perwakilan ada hak bertanya,” tukasnya.

Dengan demikian, lanjut Jimi, dengan tidak terlaksananya

APBD Perubahan 2018 sesuai deadline

Mendagri 30 September, maka suka tidak suka untuk dan atas nama Undang-undang

Gubernur harus kembali pada batang tubuh APBD 2018 yang ditetapkan pada 29

November 2017.

“Saat itu Gubernurnya adalah dari PDI Perjuangan, memang

faktanya seperti itu. Cornelis dan M Zeet itu adalah kronologis. Nah kalau

ditetapkan seperti itu artinya keputusan bersama, mari kita ikuti. Kalau ada

perubahan di perjalanan, iya kita tunggu di APBD Perubahan, tapi APBD Perubahan

tidak terlaksana yaitu tadi datang perwakilannya kesini yaitu Plh Sekda, Sekda

kan yang lama cuti, batas cutinya tanggal 19, tanggal 18 sudah masuk ke kantor,

begitu masuk ke kantor terima surat menonaktifkan sebagai Sekda. Dipindahkanlah

ke BKD dan seterusnya seterusnya, ditunjuklah Plh, tidak haram sesuai aturan

Undang-undang dia (Gubernur) menunjuk Plh, prosedurnya mesti jelas, yang

namanya Eselon 1B itu mutlak kewenangan Presiden, maka harusnya Pak Sutarmidji

begitu dilantik tanggal 5, tanggal 6 die (Gubernur) buat surat kalau die benci

dengan M Zeet, mungkin urusan pribadi kite tak tau, mana kite tau namanya orang

bekelai. Kau (Gubernur) benci silahkan tapi sebagai Sutarmidji dan M Zeet, bukan

sebagai Gubernur dan Sekda. Karena kalau sudah membawa Gubernur dan Sekda

keduanya adalah milik kita bersama bukan pribadinya,” tuturnya.

Kemudian, lanjutnya, datanglah Plh Sekda yang ditunjuk.

Harusnya, kata dia, tanggal 6 Gubernur sudah buat surat kepada Presiden melalui

Mendagri, maka Mendagri atas nama Presiden buat surat kepada Gubernur

menyatakan bahwa Plh resmi dan duduk mengatasnamakan pemerintah dalam membahas

anggaran. Itu, kata dia, baru resmi dan tidak cacat hukum.

“Kami (DPRD) kan semua tak mau masyarakat dapat jalan tapi

kami masuk penjara. Tidak mau, karena ini persoalan hukum. Nah itulah sebabnya

kami PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra tidak sepakat, karena kami tau

resiko yang akan kami hadapi nanti. Saya tidak mau isu ini dipelintir aneh-aneh

diluar, maklum 2019 Pemilu,” ujarnya.

Baca ke halaman berikutnya

Jimi juga menyarankan Pimpinan DPRD segera menggunakan Hak

Interpelasi.

“Inikan sudah menyeruak, APBD 2019 sebentar lagi sudah masuk

draft. Ini sudah masuk tanggal 10 Oktober, kita harus tau sampai batas mana

APBD murni 2019 itu harus kita tetapkan. Usul massa ini mengenai Hak Interpelasi

saya pikir tak bisa ditunda-tunda. Harus secara resmi lembaga ini (DPRD)

memanggil, harus itu, harus cepat,” tutupnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kalbar dari Partai Hanura, Suyanto

Tanjung menolak bahwa Sutarmidji adalah bos dirinya.

“Bos saya adalah rakyat Kalimantan Barat bukan Sutarmidji.

Pilgub sudah selesai, kami memang partai pengusung Bapak Sutarmidji tentu dalam

kebijakan yang diambil beliau mulai dari saat ini sampai selesai jabatannya,

selama itu pro rakyat pasti akan kami dukung. Tapi kalau bertentangan dengan

keinginan rakyat banyak, tentu kita akan bersama-sama rakyat banyak,” tegasnya.

“Saya sebagai Ketua DPD Hanura Kalbar memastikan kepada

seluruh rakyat Kalbar tetap mendukung Pemerintah Provinsi Kalbar selama

pemerintahan ini pro dengan rakyat Kalbar. Kami terbuka dengan seluruh rakyat

Kalbar, terkait apapun yang terjadi antara Pemerintah dengan DPRD karena kita

adalah bagian yang tak bisa dipisahkan. Saya juga tak bisa menanggapi mengenai coret

mencoret, pimpinan saja tidak tahu apalagi kami anggota,” ujarnya.

“Kalau dari media sosial tidak bisa jadi landasan kita

mengambil sebuah kebijakan. Karena beredarnya rumor itu, tentu kami berharap

sebagai Anggota DPRD Kalbar jikalau ada pencoretan sesuai yang disampaikan

massa, sudah merupakan kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk memanggil saudara

Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar dan didengarkan pendapatnya, apa

persoalannya, apa masalahnya sehingga ada pencoretan-pencoretan anggaran yang

akan merugikan masyarakat Kalbar, itu wajib kita dengar bersama-sama,” ujarnya

lagi.

“Mesti dilepaskan dulu persoalan, yang mendukung dulu dan

yang melawan dulu, ini tak ada persoalan, Pilgub sudah selesai, yang menang

beliau (Gubernur Sutarmidji) dan kita juga sudah sama-sama tau dan sudah

dilantik. Dan saya yakin aliansi rakyat penegak demokrasi ini juga tidak ada

sangkut pautnya dengan kemenangan beliau atau kekalahan kita, tidak ada

persoalan. Yang kita tuntut adalah bagaimana pemerintahan ini menjalankan roda

pemerintahan sesuai aturan main yang ada. Jadi kita tidak ada sedikit

kecurigaan dengan kehadiran kita disini. Saya sampaikan bahwa sudah semestinya Pimpinan

untuk segera memanggil saudara Gubernur dan Wakil Gubernur. Jadi kalau tadi Pimpinan

suruh saya, saya tidak mengerti, kapasitas saya apa memanggil Gubernur karena

saya anggota dewan biasa,” sambungnya.

Baca ke halaman berikutnya

Suyanto Tanjung juga menyayangkan sikap Gubernur Kalbar yang

enggan menerima aliansi rakyat penegak demokrasi (ARPD) ini.

“Semestinya, menurut saya kalau saya Gubernur siapapun yang

datang tetap saya terima. Karena saya adalah Gubernur Kalbar, kalau sudah membeda-bedakan

satu sama lain itu tidak akan baik buat kita semua. Tetapi apakah beliau

(Gubernur) tidak menerima ini, karena memang tak mau menerima atau ada

pertimbangan lain, kita juga tidak tau. Jadi harapan saya Gubernur kita ini

adalah Gubernur untuk kita semua, untuk semua agama dan suku di Kalbar. Kami juga

yakin, pada saat mendukung beliau sebagai Gubernur, itu akan menjadi pedoman

beliau, bahwa beliau adalah Gubernur yang amanah bagi kita semua, itu doa kita

bersama. Jadi sekali lagi apa yang disampaikan Pimpinan terkait kronologis

kejadian sampai APBD Perubahan tidak ditetapkan DPRD seperti yang disampaikan, kalau

memang benar itu terjadi, maka Gubernur sudah seharusnya dihadirkan supaya

terang benderang, bila perlu masyarakat dalam hal ini aliansi rakyat penegak

demokrasi dihadirkan,” sambungnya.

Sementara Markus Amid dari Fraksi Demokrat juga menyarankan

bahwa sudah waktunya DPRD menggunakan hak interpelasi untuk meminta penjelasan

terhadap Gubernur mengenai beberapa persoalan di Kalbar.

“Kalau apa yang beredar di medsos dan koran tentang pemangkasan

yang dikatakan Rp600 miliar, kemudian alasan untuk menutupi defisit dan

kemudian mengutamakan mengutamakan kewajiban pembayaran dana bagi hasil pajak

kepada 14 Kabupaten/Kota, dia (Gubernur) ngomongnya sepihak, tidak pernah ada

pembahasan di Dewan. Itu omong kosong, karena belum dibahas, karena saya

sendiri juga ikut beberapa tahun di badan anggaran (Banggar) tahu persislah. Oleh

karena itu apa yang disampaikan Pimpinan dan beberapa anggota, saya kira itu

jelas dan kami dari Fraksi Demokrat mendesak Pimpinan DPRD menggunakan hak

interpelasi untuk memanggil Gubernur,” tuturnya.

Sementara itu Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalbar, Minsen

mengatakan bahwa dirinya mencermati bahwa ada dua persoalan besar yang

disampaikan aliansi rakyat penegak demokrasi yakni soal dinonaktifkannya Sekda

Kalbar dan beredarnya di media sosial soal coret mencoret.

“Saya sepaham dengan aliansi ini, kita tidak ada

kepentingan, masyarakat pun demikian, siapa Gubernur dan siapa Sekda. Yang penting

kalau yang sudah tertera di APBD 2018 dicoret, itulah kepentingan kita, saya

yakin pimpinan bisa segera memanggil Gubernur untuk klarifikasi, kita sama-sama

kawal ini,” tukasnya.

Lanjut Minsen, kalau diikuti dengan yang beredar di media

sosial itu, setidaknya ada 3 (tiga) surat yang merisaukan masyarakat.

“Yang pertama soal menonaktifkan atau memutasikan sepihak Sekda

yang bukan merupakan kewenangan dia (Gubernur), kedua ada surat lagi yang beredar

yaitu tentang rencana penundaan beberapa kegiatan proyek yang jumlahnya itu

sekitar 58. Kemudian, bukan lagi 58 tapi lebih dari itu karena ada surat yang

ketiga, surat ini yaitu tentang penghentian proses pengadaan barang dan jasa,

artinya barang ini tidak termasuk dalam kelompok yang 58 tadi, dalam proses

pengadaan apakah itu pengumuman itu lelang, kemudian penetapan pemenang sampai

dengan kontrak itu dihentikan, dihentikan sejak surat itu diterbitkan,”

tukasnya.

“Nah, kewajiban lembaga ini (DPRD) untuk mengusut, karena

kita tidak bisa katakan bahwa ini medsos dan tidak bisa diyakini kebenarannya,

ini tanggung jawab kita untuk mengusut kebenaran dari surat-surat ini, karena

kalau memang benar surat ini lalu kita tak beraksi, waktu terus berjalan. Kalaupun

ini masih mau diselamatkan, kita juga ragu, apakah cukup waktu untuk

mengerjakan beberapa pekerjaan yang ada di dalam paket yang 58 itu. Sekarang sudah

Oktober, proses pengumuman sampai dengan penetapan itu bisa sampai 1 bulan bisa

lebih. Tanggal 15 Desember itu sudah tutup kas, saya juga dapat info dari

sejumlah kontraktor bahwa proyek-proyek dihentikan untuk proses selanjutnya

bahkan yang sudah teken kontrak dihentikan untuk sementara, diluar yang 58 itu,

maka kita lembaga ini (DPRD) punya kewajiban besok atau lusa ini harus segera

diselesaikan,” sambungnya.

Baca ke halaman berikutnya

Lanjut Minsen, bisa saja adakan pemanggilan untuk rapat

kerja antara DPRD dan Gubernur Kalbar. Sebab belum ada surat ke DPRD Kalbar

bahwa ada lebih 100 proyek dibatalkan.

“Kalau ini dibicarakan dari awal mengenai perubahan ini, defisit

yang dikatakan sampai Rp600 miliar itu kan lebih ke arah by design. Defisit by

design ini sepertinya bukan defisit yang betul-betul defisit yang

sebenar-benarnya, defisit by design ini masih bisa diubah lewat prediksi

anggaran,” tukasnya.

“Dulu kita juga pernah semasa Pak Darwin masih menjabat

sebagai Kadispenda, waktu itu dalam anggaran kita defisit, tetapi akhir tahun

berjalan kita malah surplus. Saya punya keyakinan kalau emang ini dibahas

kemarin, yang dikatakan defisit sampai Rp600 miliar bisa selesai masalahnya,

karena disisi belanja operasional saya lihat cukup tinggi, itu bisa dikurangi

50 persen, bahkan didalam sendiri, saya merasa siap untuk dikurangi biaya

perjalanan yang tidak penting itu, saya siap untuk menyelamatkan proyek-proyek

ini, tapi dengan catatan betul-betul biaya perjalan yang tidak penting,”

sambungnya.

Kemudian Anggota DPRD Kalbar dari Partai PDI Perjuangan, Martinus

Sudarno lebih menyoroti mengenai defisit.

“Dari mana Gubernur ini tau defisit ini sebesar itu, kan

kita belum mulai melakukan penghitungan APBD, tiba-tiba ada defisit sekian itu

dari mana jalannya. Inikan pajak terus masuk. Dihitung aja belum jadi defisit

dari mana, ini pengakuan sepihak dari Gubernur. Menurut hemat saya, apa yang

dilakukan Gubernur selama ini sudah menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Kalau dikatakan

Pak Minsen dalam satu atau dua hari ini harus memanggil Gubernur, untuk

memanggil seorang Kepala Daerah itu ada mekanismenya, untuk bisa meminta

penjelasan seorang Gubernur maka DPRD harus menggunakan hak interpelasi,”

tukasnya.

Ketua DPRD Kalbar, Kebing turut menimpali, ia mengatakan

bahwa tidak ada sebenarnya isu dalam anggaran itu defisit.

“Intinya kalau ada kekurangan dana pada tahun berjalan, kewajiban

yang harus dibayar misalnya bagi hasil pajak itu bisa dibayarkan awal tahun

depan, kegiatan proyek yang sudah dilaksanakan tidak ada uang, bisa ditunda dan

dibayar awal tahun anggaran yang akan datang, sebenarnya beres. Dulu kita juga

pernah waktu jaman Pak Cornelis, jadi ndak ada istilah defisit belum berhitung,

lalu ada defisit. Ada lagi ada isu di koran tuh kalau lewat orang-orang die (Gubernur)

bise buka kunci internetnye, masuk ke program tuh, boleh dilelang, kalau tak berteman

ditutup kuncinye,” tukasnya.

Audiensi pun berakhir, massa pun diminta untuk membubarkan

diri. Namun di halaman Kantor DPRD Kalbar, massa aliansi rakyat penegak

demokrasi ini sempat saling cekcok lantaran massa yang menunggu diluar meminta

apa hasil yang dibahas dalam audiensi itu.

“Kami dengan perwakilan dan dewan audiensi sambil makan,

kami yang diluar nih kan mau tau gak apa yang dibicarakan. Kami pun mau gak

makan,” ujar salah seorang peserta aksi.

Seperti diketahui, massa dijadwalkan kembali ke rumah betang

di Jalan Letjen Sutoyo Pontianak. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Verifikasi Pemberkasan, Pelamar CPNS Padati Halaman BKPSDM
Kamis, 11 Oktober 2018
Artikel Sebelumnya
Tanggapi Demo Sekelompok Massa, MABM Kalbar Keluarkan Delapan Pernyataan Sikap
Kamis, 11 Oktober 2018

Berita terkait