Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 20 Desember 2018 |
Oleh:
Rizki Dwiputri
Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Malang
KalbarOnline,
Serbaneka – Hingga saat ini pengangguran masih
menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Sangat disayangkan sebagian besar
dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah lulusan sarjana. Kondisi tersebut
sangat dikhawatirkan mengingat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan
semakan sulit dan ketat dengan datangnya Revolusi Industri 4.0.
Selain bersaing dengan mesin berbasis
teknologi canggih, sekitar 630.000 sarjana pengangguran tersebut harus beradu
kompetensi dan keahlian tertentu yang mereka miliki dengan para pekerja asing
yang datang dari terbukanya pasar bebas. Perguruan tinggi sebagai lembaga
pencetak sumber daya manusia yang unggul sangat diharapkan mampu memberi
kontribusi besar terhadap upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Dalam hal ini tentunya pemerintah tidak
tinggal diam. Menristekdikti, Mohamad Nasir menuturkan bahwa perguruan tinggi
dan para mahasiswa harus bisa beradaptasi dengan dirupsi teknologi jika ingin
bertahan dalam persaingan. Menurutnya, jumlah sarjana yang lulus setiap tahun
tak sebanding dengan serapan tenaga kerja. Lapangan pekerjaan yang terbatas
membuat persaingan semakin ketat.
Pemerintah terus berupaya memperluas
lapangan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas merupakan agenda utama
pemerintah kedepan dalam membuat kebijakan. Mohamad Nasir mengatakan saat ini sudah
memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu era disrupsi teknologi, era berbasis cyber physical sistem. Ini merupakan
tantangan baru yang dihadapi oleh negara-negara di ASEAN untuk mempersiapkan
SDM-nya.
Penyebab sulitnya sarjana menembus dunia
kerja karena relevansi antara mutu perguruan tinggi dan kebutuhan dunia industri
masih rendah. Kemenristekdikti mendata, tahun lalu jumlah tenaga kerja lulusan
perguruan tinggi hanya sebesar 17,5 persen. Persentase tersebut jauh lebih
kecil ketimbang tenaga kerja lulusan SMK/SMA yang mencapai 82 persen, sedangkan
lulusan SD mencapai 60 persen.
Pemetaan serapan tenaga kerja tersebut hampir
tak akan berubah setidaknya dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti
Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa saat ini lulusan perguruan
tinggi menyumbang pengangguran yang menjadi beban negara. Ia menjelaskan,
relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi
faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur.
Dalam data terakhir yang dirilis Badan
Pusat Statistik (BPS) yaitu pada bulan agustus 2017, jumlah pengangguran
terbuka mencapai 5,50 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar
12 juta penduduk yang diantaranya merupakan pengangguran terdidik dengan
persentase sekitar 12,6 persen untuk tingkat lulusan universitas.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari tahun
ke tahun terdapat peningkatan jumlah pengangguran terdidik yang menjadi permasalahan
yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut,
upaya dan kebijakan nyata dari pemerintah sangat diharapkan untuk menurunkan
angka pengangguran terdidik. Beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi
masalah pengangguran diantaranya yakni sebagai berikut:
1. Pengembangan
Informasi Pasar Kerja (Labor Market Information)
Kebijakan dalam membangun sistem informasi
lapangan kerja di nilai cukup efektif untuk menanggulangi pesatnya pertumbuhan
tenaga kerja terdidik. Pemerintah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk
membangun sistem informasi pasar kerja karena dilatarbelakangi oleh minimya
akses informasi lowongan kerja bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut
hingga kini belum mendapatkan pekerjaan. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan
para pencari kerja mendapatkan akses lowongan kerja dengan cepat.
2. Reformasi
Pelatihan Kerja (Training Reforms)
Reformasi pelatihan kerja merupakan sebuah
kebijakan yang mereformasikan sistem pelatihan kerja yang sudah ada dengan
lebih baik dan lebih inovatif. Reformasi tersebut merupakan sebuah bentuk
pembaharuan dari metode pelatihan yang ada di Balai Latihan Kerja sebelumnya.
Dengan adanya reformasi sistem, Balai
Latihan Kerja di perkuat peran dan fungsinya agar dapat menghasilkan tenaga
kerja yang berkualitas. Terobosan yang di gagas adalah Revitalisasi,
Rebranding, dan Reorientasi BLK (3R). Program tersebut tidak hanya mampu
menciptakan tenaga kerja yang handal, tetapi juga fokus sesuai dengan kebutuhan
industri.
Selain diberikan pengetahuan akan skill
dalam bekerja, mereka juga dibekali dengan pengetahuan manajemen pemasaran dan
pengetahuan seputar perilaku organisasi serta hubungan perindustrian. Jadi diharapkan
tenaga kerja mampu meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing di dunia kerja
dan juga tersertifikasi dengan baik sehingga cepat di serap industri.
Peran universitas juga sangat diharapkan
untuk mengatasi masalah pengangguran. Universitas seharusnya mampu memotivasi
para sarjananya untuk menjadi young
entrepreneurs agar setelah lulus para sarjana tidak bergantung pada
lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah karena mengingat semakin ketatnya
persaingan di dunia kerja. Dosen merupakan pilar utama dalam pengembangan kewirausahaan
di perguruan tinggi.
Nilai-nilai kewirausahaan dapat diberikan
kepada para mahasiswa melalui berbagai aktivitas belajar mengajar. Dosen
mempunyai potensi untuk membangkitkan dan mengembangkan wirausaha di berbagai
aktivitas penelitian sehingga dapat membangkitkan usaha melalui pengembangan
hasil penelitian, pemanfaatan laboratorium dan workshop, pemanfaatan
laboratorium lapangan dan sebagainya. Sehingga hasilnya dapat di implementasikan
dalam bentuk pengabdian masyarakat. Dengan demikian akan berkembang
wirausaha-wirausaha dari perguruan tinggi berbasis iptek.
Pemerintah melalui Ditjen Belmawa,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mempunyai program untuk mengadakan
pelatihan bagi para dosen sehingga siap menjadi pendamping wirausaha mahasiswa.
Setelah mengikuti program ini diharapkan
akan meningkatkan kemampuan dosen tentang pengetahuan dan pemahaman
kewirausahaan serta mampu mengisi dan mengembangkan program-program
kewirausahaan.
Oleh:
Rizki Dwiputri
Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Malang
KalbarOnline,
Serbaneka – Hingga saat ini pengangguran masih
menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Sangat disayangkan sebagian besar
dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah lulusan sarjana. Kondisi tersebut
sangat dikhawatirkan mengingat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan
semakan sulit dan ketat dengan datangnya Revolusi Industri 4.0.
Selain bersaing dengan mesin berbasis
teknologi canggih, sekitar 630.000 sarjana pengangguran tersebut harus beradu
kompetensi dan keahlian tertentu yang mereka miliki dengan para pekerja asing
yang datang dari terbukanya pasar bebas. Perguruan tinggi sebagai lembaga
pencetak sumber daya manusia yang unggul sangat diharapkan mampu memberi
kontribusi besar terhadap upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Dalam hal ini tentunya pemerintah tidak
tinggal diam. Menristekdikti, Mohamad Nasir menuturkan bahwa perguruan tinggi
dan para mahasiswa harus bisa beradaptasi dengan dirupsi teknologi jika ingin
bertahan dalam persaingan. Menurutnya, jumlah sarjana yang lulus setiap tahun
tak sebanding dengan serapan tenaga kerja. Lapangan pekerjaan yang terbatas
membuat persaingan semakin ketat.
Pemerintah terus berupaya memperluas
lapangan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas merupakan agenda utama
pemerintah kedepan dalam membuat kebijakan. Mohamad Nasir mengatakan saat ini sudah
memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu era disrupsi teknologi, era berbasis cyber physical sistem. Ini merupakan
tantangan baru yang dihadapi oleh negara-negara di ASEAN untuk mempersiapkan
SDM-nya.
Penyebab sulitnya sarjana menembus dunia
kerja karena relevansi antara mutu perguruan tinggi dan kebutuhan dunia industri
masih rendah. Kemenristekdikti mendata, tahun lalu jumlah tenaga kerja lulusan
perguruan tinggi hanya sebesar 17,5 persen. Persentase tersebut jauh lebih
kecil ketimbang tenaga kerja lulusan SMK/SMA yang mencapai 82 persen, sedangkan
lulusan SD mencapai 60 persen.
Pemetaan serapan tenaga kerja tersebut hampir
tak akan berubah setidaknya dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti
Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa saat ini lulusan perguruan
tinggi menyumbang pengangguran yang menjadi beban negara. Ia menjelaskan,
relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi
faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur.
Dalam data terakhir yang dirilis Badan
Pusat Statistik (BPS) yaitu pada bulan agustus 2017, jumlah pengangguran
terbuka mencapai 5,50 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar
12 juta penduduk yang diantaranya merupakan pengangguran terdidik dengan
persentase sekitar 12,6 persen untuk tingkat lulusan universitas.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari tahun
ke tahun terdapat peningkatan jumlah pengangguran terdidik yang menjadi permasalahan
yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut,
upaya dan kebijakan nyata dari pemerintah sangat diharapkan untuk menurunkan
angka pengangguran terdidik. Beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi
masalah pengangguran diantaranya yakni sebagai berikut:
1. Pengembangan
Informasi Pasar Kerja (Labor Market Information)
Kebijakan dalam membangun sistem informasi
lapangan kerja di nilai cukup efektif untuk menanggulangi pesatnya pertumbuhan
tenaga kerja terdidik. Pemerintah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk
membangun sistem informasi pasar kerja karena dilatarbelakangi oleh minimya
akses informasi lowongan kerja bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut
hingga kini belum mendapatkan pekerjaan. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan
para pencari kerja mendapatkan akses lowongan kerja dengan cepat.
2. Reformasi
Pelatihan Kerja (Training Reforms)
Reformasi pelatihan kerja merupakan sebuah
kebijakan yang mereformasikan sistem pelatihan kerja yang sudah ada dengan
lebih baik dan lebih inovatif. Reformasi tersebut merupakan sebuah bentuk
pembaharuan dari metode pelatihan yang ada di Balai Latihan Kerja sebelumnya.
Dengan adanya reformasi sistem, Balai
Latihan Kerja di perkuat peran dan fungsinya agar dapat menghasilkan tenaga
kerja yang berkualitas. Terobosan yang di gagas adalah Revitalisasi,
Rebranding, dan Reorientasi BLK (3R). Program tersebut tidak hanya mampu
menciptakan tenaga kerja yang handal, tetapi juga fokus sesuai dengan kebutuhan
industri.
Selain diberikan pengetahuan akan skill
dalam bekerja, mereka juga dibekali dengan pengetahuan manajemen pemasaran dan
pengetahuan seputar perilaku organisasi serta hubungan perindustrian. Jadi diharapkan
tenaga kerja mampu meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing di dunia kerja
dan juga tersertifikasi dengan baik sehingga cepat di serap industri.
Peran universitas juga sangat diharapkan
untuk mengatasi masalah pengangguran. Universitas seharusnya mampu memotivasi
para sarjananya untuk menjadi young
entrepreneurs agar setelah lulus para sarjana tidak bergantung pada
lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah karena mengingat semakin ketatnya
persaingan di dunia kerja. Dosen merupakan pilar utama dalam pengembangan kewirausahaan
di perguruan tinggi.
Nilai-nilai kewirausahaan dapat diberikan
kepada para mahasiswa melalui berbagai aktivitas belajar mengajar. Dosen
mempunyai potensi untuk membangkitkan dan mengembangkan wirausaha di berbagai
aktivitas penelitian sehingga dapat membangkitkan usaha melalui pengembangan
hasil penelitian, pemanfaatan laboratorium dan workshop, pemanfaatan
laboratorium lapangan dan sebagainya. Sehingga hasilnya dapat di implementasikan
dalam bentuk pengabdian masyarakat. Dengan demikian akan berkembang
wirausaha-wirausaha dari perguruan tinggi berbasis iptek.
Pemerintah melalui Ditjen Belmawa,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mempunyai program untuk mengadakan
pelatihan bagi para dosen sehingga siap menjadi pendamping wirausaha mahasiswa.
Setelah mengikuti program ini diharapkan
akan meningkatkan kemampuan dosen tentang pengetahuan dan pemahaman
kewirausahaan serta mampu mengisi dan mengembangkan program-program
kewirausahaan.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini