Serbaneka    

Atasi Pengangguran di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh : Jauhari Fatria
Kamis, 20 Desember 2018
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Oleh:

Rizki Dwiputri

Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang

KalbarOnline,

Serbaneka – Hingga saat ini pengangguran masih

menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Sangat disayangkan sebagian besar

dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah lulusan sarjana. Kondisi tersebut

sangat dikhawatirkan mengingat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan

semakan sulit dan ketat dengan datangnya Revolusi Industri 4.0.

Selain bersaing dengan mesin berbasis

teknologi canggih, sekitar 630.000 sarjana pengangguran tersebut harus beradu

kompetensi dan keahlian tertentu yang mereka miliki dengan para pekerja asing

yang datang dari terbukanya pasar bebas. Perguruan tinggi sebagai lembaga

pencetak sumber daya manusia yang unggul sangat diharapkan mampu memberi

kontribusi besar terhadap upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Dalam hal ini tentunya pemerintah tidak

tinggal diam. Menristekdikti, Mohamad Nasir menuturkan bahwa perguruan tinggi

dan para mahasiswa harus bisa beradaptasi dengan dirupsi teknologi jika ingin

bertahan dalam persaingan. Menurutnya, jumlah sarjana yang lulus setiap tahun

tak sebanding dengan serapan tenaga kerja. Lapangan pekerjaan yang terbatas

membuat persaingan semakin ketat.

Pemerintah terus berupaya memperluas

lapangan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas merupakan agenda utama

pemerintah kedepan dalam membuat kebijakan. Mohamad Nasir mengatakan saat ini sudah

memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu era disrupsi teknologi, era berbasis cyber physical sistem. Ini merupakan

tantangan baru yang dihadapi oleh negara-negara di ASEAN untuk mempersiapkan

SDM-nya.

Penyebab sulitnya sarjana menembus dunia

kerja karena relevansi antara mutu perguruan tinggi dan kebutuhan dunia industri

masih rendah. Kemenristekdikti mendata, tahun lalu jumlah tenaga kerja lulusan

perguruan tinggi hanya sebesar 17,5 persen. Persentase tersebut jauh lebih

kecil ketimbang tenaga kerja lulusan SMK/SMA yang mencapai 82 persen, sedangkan

lulusan SD mencapai 60 persen.

Pemetaan serapan tenaga kerja tersebut hampir

tak akan berubah setidaknya dalam kurun waktu lima tahun ke depan.  Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti

Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa saat ini lulusan perguruan

tinggi menyumbang pengangguran yang menjadi beban negara. Ia menjelaskan,

relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi

faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur.

Dalam data terakhir yang dirilis Badan

Pusat Statistik (BPS) yaitu pada bulan agustus 2017, jumlah pengangguran

terbuka mencapai 5,50 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar

12 juta penduduk yang diantaranya merupakan pengangguran terdidik dengan

persentase sekitar 12,6 persen untuk tingkat lulusan universitas.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari tahun

ke tahun terdapat peningkatan jumlah pengangguran terdidik yang menjadi permasalahan

yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut,

upaya dan kebijakan nyata dari pemerintah sangat diharapkan untuk menurunkan

angka pengangguran terdidik. Beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi

masalah pengangguran diantaranya yakni sebagai berikut:

1. Pengembangan

Informasi Pasar Kerja (Labor Market Information)

Kebijakan dalam membangun sistem informasi

lapangan kerja di nilai cukup efektif untuk menanggulangi pesatnya pertumbuhan

tenaga kerja terdidik. Pemerintah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk

membangun sistem informasi pasar kerja karena dilatarbelakangi oleh minimya

akses informasi lowongan kerja bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut

hingga kini belum mendapatkan pekerjaan. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan

para pencari kerja mendapatkan akses lowongan kerja dengan cepat.

2. Reformasi

Pelatihan Kerja (Training Reforms)

Reformasi pelatihan kerja merupakan sebuah

kebijakan yang mereformasikan sistem pelatihan kerja yang sudah ada dengan

lebih baik dan lebih inovatif. Reformasi tersebut merupakan sebuah bentuk

pembaharuan dari metode pelatihan yang ada di Balai Latihan Kerja sebelumnya.

Dengan adanya reformasi sistem, Balai

Latihan Kerja di perkuat peran dan fungsinya agar dapat menghasilkan tenaga

kerja yang berkualitas. Terobosan yang di gagas adalah Revitalisasi,

Rebranding, dan Reorientasi BLK (3R). Program tersebut tidak hanya mampu

menciptakan tenaga kerja yang handal, tetapi juga fokus sesuai dengan kebutuhan

industri.

Selain diberikan pengetahuan akan skill

dalam bekerja, mereka juga dibekali dengan pengetahuan manajemen pemasaran dan

pengetahuan seputar perilaku organisasi serta hubungan perindustrian. Jadi diharapkan

tenaga kerja mampu meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing di dunia kerja

dan juga tersertifikasi dengan baik sehingga cepat di serap industri.

Peran universitas juga sangat diharapkan

untuk mengatasi masalah pengangguran. Universitas seharusnya mampu memotivasi

para sarjananya untuk menjadi young

entrepreneurs agar setelah lulus para sarjana tidak bergantung pada

lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah karena mengingat semakin ketatnya

persaingan di dunia kerja. Dosen merupakan pilar utama dalam pengembangan kewirausahaan

di perguruan tinggi.

Nilai-nilai kewirausahaan dapat diberikan

kepada para mahasiswa melalui berbagai aktivitas belajar mengajar. Dosen

mempunyai potensi untuk membangkitkan dan mengembangkan wirausaha di berbagai

aktivitas penelitian sehingga dapat membangkitkan usaha melalui pengembangan

hasil penelitian, pemanfaatan laboratorium dan workshop, pemanfaatan

laboratorium lapangan dan sebagainya. Sehingga hasilnya dapat di implementasikan

dalam bentuk pengabdian masyarakat. Dengan demikian akan berkembang

wirausaha-wirausaha dari perguruan tinggi berbasis iptek.

Pemerintah melalui Ditjen Belmawa,

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mempunyai program untuk mengadakan

pelatihan bagi para dosen sehingga siap menjadi pendamping wirausaha mahasiswa.

Setelah mengikuti program ini diharapkan

akan meningkatkan kemampuan dosen tentang pengetahuan dan pemahaman

kewirausahaan serta mampu mengisi dan mengembangkan program-program

kewirausahaan.

Artikel Selanjutnya
Hari Bela Negara, Sutarmidji ke Generasi Muda: Beri Sumbangsi Positif Untuk Kemajuan Bangsa
Kamis, 20 Desember 2018
Artikel Sebelumnya
Rusman Ali: Pembangunan Merata di Kawasan Transmigrasi Terpadu
Kamis, 20 Desember 2018

Berita terkait