Sintang    

Wabup Askiman Minta Investor Selesaikan Masalah Sosial Dampak Investasi

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 12 Januari 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Sintang – Wakil Bupati Sintang, Drs. Askiman MM

melakukan dialog mengenai ‘Pembangunan Perkebunan Sawit Berkelanjutan’ di Balai

Pegodai komplek rumah dinas Wakil Bupati Sintang, Jumat (11/1/2019).

Dialog ini disiarkan langsung oleh salah

satu radio nasional di Kabupaten Sintang. Pada kesempatan ini, Wabup Askiman didampingi

Kabid Pengembangan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan, Gunadi,

perwakilan WWF Indonesia, Muhammad Munawir serta dari perwakilan PT Lyman Agro,

Fakhrurrazi.

“Kabupaten Sintang terdapat kebun sawit

terluas di Kalbar dengan adanya 47 perkebunan kelapa sawit. Masalah tentu saja

ada terjadi di lapangan. Untuk itu, perusahaan harus serius membantu masyarakat

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan investasi perkebunan. Kondisi

sosial masyarakat harus menjadi perhatian oleh perkebunan. Saya juga

mempersoalkan pemindahan tangan pemilik perusahaan pada beberapa perkebunan.

Pemda seharusnya ikut campur mengawasi pemindahan tangan pemilik perusahaan.

Karena biasanya kebijakan perusahaan juga akan berubah,” ujar Askiman.

Orang nomor dua di Bumi Senentang ini turut

mendorong semua perusahaan di Kabupaten Sintang meningkatkan kualitas kebun. Selain

itu, pihaknya juga akan melakukan evaluasi terhadap luas perkebunan dengan luas

ijin yang diberikan.

“Kalau masih ada lahan di kawasan yang

sudah diberikan ijin tetapi tidak digarap. Itu masuk penelantaran lahan. Kalau

perlu, lahan itu dikembalikan kepada masyarakat. Saat ini ada banyak perusahaan

bisa menanam tetapi tidak ada pabrik. Ada penambahan lahan tetapi kapasitas

pabrik tidak ditambah. Pasar luar negeri khususnya eropa sekarang sudah mulai

melihat dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit,” tukas Askiman.

“Saya harap juga investor dapat memperhatikan

jarak tanam dengan pinggiran sungai dan sumber air. Saya melihat ini belum

ideal. Saya juga tidak mau mendengar kalau perusahaan hanya pelihara jalan

kebun inti, sementara jalan kebun plasma dibiarkan. Persoalan-persoalan sosial

muncul kalau masyarakat tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan. Konsep

Kabupaten Lestari memerlukan komitmen semua pihak. Ini konsep baik yang harus

kita perhatikan. Kita bersyukur investor mau masuk ke Sintang dan membawa

dampak positif. Tetapi dampak negatif harus kita selesaikan,” tegas Askiman.

Sementara Kepala Bidang Pengembangan

Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan, Gunardi menjelaskan bahwa pihaknya

setiap bulan sekali rapat membahas harga TBS.

“Sehingga update harga TBS adalah sebulan sekali. Harga TBS yang sudah

ditetapkan hanya berlaku bagi petani yang sudah bermitra dengan perusahaan dan

petani mandiri yang sudah diakui Pemda. Sekarang sudah ada delapan pabrik

pengolahan kelapa sawit. Di 14 kecamatan sudah ada perkebunan kelapa sawit,”

jelasnya.

“Kami sudah mendapatkan informasi bahwa

2019 ini akan ada lagi pabrik pengolahan kelapa sawit sehingga kami yakin harga

TBS akan terus membaik sehubungan semakin banyaknya pabrik. Sintang sudah stop

ijin sawit karena lahan sudah habis. 

Saat ini pendapatan masyarakat mengalami penurunan akibat turunnya harga

sawit dan karet,” timpalnya.

Fakhrurrazi dari PT Lyman Agro menjelaskan

bahwa kerjasama dengan para petani sudah baik selama ini.

“Kami memiliki kebun sawit sekitar 64 ribu

hektar sehingga kami ada mengalami masalah dalam daya tampung TBS petani karena

keterbatasan kapasitas pengolahan pabrik. Soal harga TBS kami patuh pada

standar yang sudah ditetapkan Pemda yang ditetapkan setiap sebulan sekali. Saat

ini harga TBS adalah 1. 100 per kilogram. Kapasitas pabrik kami saat ini 30 ton

per jam dan ada rencana untuk menaikan kapasitas produksi kami. Proses

sertifikasi belum dilaksanakan. Hanya sudah ada rencana untuk ISPO. Kami ingin

ikut proses sertifikasi,” terang Fakhrurrazi.

Muhamad Munawir dari WWF Indonesia

menjelaskan Kabupaten Lestari yang sudah menjadi komitmen Pemkab Sintang memang

lebih pada masalah sosial yang mana petani harus menjadi aktor utama.

“Konflik sosial muncul karena sejak awal

pemerintah dan perusahaan tidak memaparkan dampak negatif hadirnya investor.

Yang disampaikan hanya dampak positifnya saja. Kabupaten Lestari bisa

diwujudkan dengan melaksanakan IPO, ISPO dan adanya sertifikasi terhadap

perusahaan untuk bisa dikatakan sebagai perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Saat ini sudah banyak perusahaan yang sudah ISPO. Jadi perusahaan perkebunan kelapa

sawit juga bisa mengikuti tahapan untuk mendapatkan sertifikasi,” pungkasnya. (*/Sg)

Artikel Selanjutnya
Sekda Sintang Dampingi Kapolres Pimpin Jumat Bersih di Pasar Masuka
Jumat, 11 Januari 2019
Artikel Sebelumnya
Wabup Askiman Hadiri Perayaan Natal Oikumene Bersama Ribuan Umat Kristiani Sintang
Jumat, 11 Januari 2019

Berita terkait