Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 21 Maret 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji meminta perusahaan dan
stakeholder di bidang kelapa sawit untuk lebih intensif memperhatikan
masyarakat di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit agar lebih sejahtera.
Sebab, kata dia, jika itu dilakukan tentu akan mendongkrak
perekonomian masyarakat sehingga daerah atau desa yang sekitar perkebunan
kelapa sawit bisa menuju desa mandiri dan sejahtera.
“Saya berharap kedepan desa yang sangat tertinggal di sekitar
perkebunan kelapa sawit dapat berubah, minimal menjadi desa maju. Tidak juga
mengharuskan perusahaan kelapa sawit harus mengikuti 50 indikator desa mandiri,
setidaknya bisa bersinergi dengan pemerintah desa, pemerintah daerah dan
pemerintah provinsi untuk menyelesaikan itu,” tegasnya saat membuka Borneo
Forum III yang dilangsungkan di Hotel Ibis Pontianak, Rabu (20/3/2019).
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu berujar bahwa peran
asosiasi perkebunan kelapa sawit saat ini masih belum maksimal untuk mensejahterakan
masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit itu.
Lantaran dirinya melihat masih banyak desa-desa yang sekitar
perkebunan kelapa sawit masih tertinggal bahkan tidak tersentuh oleh perusahaan
perkebunan kelapa sawit tersebut.
“Saya melihat peran asosiasi yang masih lemah, asosiasi
harusnya lebih teliti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat desa sekitar
perkebunan sawit itu. Asosiasi harus mengingatkan kepada perusahaan khususnya CSR
agar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya sekedar kewajiban saja
sebagai perusahaan perkebunan, asosiasi harus lebih mengetahui kebutuhan
masyarakat dan desa tersebut,” tuturnya.
Provinsi Kalbar, ditegaskan dia, merupakan penghasil kedua
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Namun,
tegas dia, tak sedikitpun hasil dari CPO tersebut masuk ke dalam distribusi
APBD Kalbar.
Banyaknya desa-desa yang masih tertinggal di Provinsi Kalbar
di mana sebagiannya dikelilingi perkebunan kelapa sawit seakan menjadi bukti.
“Kalbar itu penghasil CPO kedua terbesar di Indonesia, tapi dari
2031 desa se-Kalbar, hanya satu desa mandiri yaitu terletak di Desa Sutra, Kabupaten
Kayong Utara dan tanpa ada perusahaan sawit, mereka bisa menjadi desa mandiri. Kemudian
ada 53 desa maju juga tidak ada sawit. Sedangkan sisanya adalah desa
tertinggal. Mirisnya di situ, ada perkebunan kelapa sawit itu masalah. Peran
perusahaan perkebunan kelapa sawit ke mana?,” cecarnya.
Tak sampai di situ saja, Pemerintah Provinsi Kalbar, lanjut
Midji, setiap tahunnya harus mengeluarkan ratusan miliar untuk perbaikan infrastuktur
di daerah yang ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut kelapa sawit
sehingga masyarakat kesusahan dalam infrastruktur menuju kota kabupaten atau
kota kecamatan untuk kepentingan mobilisasi.
“Berapa ratus miliar setiap tahun kita (Pemprov Kalbar.red)
keluarkan untuk perbaikan jalan, yang merusaknya kendaraan pengangkut kelapa
sawit, masyarakat setempat dibuat susah. Ini masalah yang harus diselesaikan
oleh pengusaha kelapa sawit kalau ingin semuanya berkelanjutan,” tandasnya.
Borneo Forum III ini diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalbar. Yang mana forum tersebut merupakan
pertemuan para stakeholder dan perusahaan kelapa sawit di pulau Kalimantan.
Forum tersebut juga menjadi forum diskusi dalam mengurai isu
strategis kelapa sawit di Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi
secara signifikan terhadap penerima devisa negara khususnya dari sektor non
migas. (*/Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji meminta perusahaan dan
stakeholder di bidang kelapa sawit untuk lebih intensif memperhatikan
masyarakat di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit agar lebih sejahtera.
Sebab, kata dia, jika itu dilakukan tentu akan mendongkrak
perekonomian masyarakat sehingga daerah atau desa yang sekitar perkebunan
kelapa sawit bisa menuju desa mandiri dan sejahtera.
“Saya berharap kedepan desa yang sangat tertinggal di sekitar
perkebunan kelapa sawit dapat berubah, minimal menjadi desa maju. Tidak juga
mengharuskan perusahaan kelapa sawit harus mengikuti 50 indikator desa mandiri,
setidaknya bisa bersinergi dengan pemerintah desa, pemerintah daerah dan
pemerintah provinsi untuk menyelesaikan itu,” tegasnya saat membuka Borneo
Forum III yang dilangsungkan di Hotel Ibis Pontianak, Rabu (20/3/2019).
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu berujar bahwa peran
asosiasi perkebunan kelapa sawit saat ini masih belum maksimal untuk mensejahterakan
masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit itu.
Lantaran dirinya melihat masih banyak desa-desa yang sekitar
perkebunan kelapa sawit masih tertinggal bahkan tidak tersentuh oleh perusahaan
perkebunan kelapa sawit tersebut.
“Saya melihat peran asosiasi yang masih lemah, asosiasi
harusnya lebih teliti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat desa sekitar
perkebunan sawit itu. Asosiasi harus mengingatkan kepada perusahaan khususnya CSR
agar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya sekedar kewajiban saja
sebagai perusahaan perkebunan, asosiasi harus lebih mengetahui kebutuhan
masyarakat dan desa tersebut,” tuturnya.
Provinsi Kalbar, ditegaskan dia, merupakan penghasil kedua
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Namun,
tegas dia, tak sedikitpun hasil dari CPO tersebut masuk ke dalam distribusi
APBD Kalbar.
Banyaknya desa-desa yang masih tertinggal di Provinsi Kalbar
di mana sebagiannya dikelilingi perkebunan kelapa sawit seakan menjadi bukti.
“Kalbar itu penghasil CPO kedua terbesar di Indonesia, tapi dari
2031 desa se-Kalbar, hanya satu desa mandiri yaitu terletak di Desa Sutra, Kabupaten
Kayong Utara dan tanpa ada perusahaan sawit, mereka bisa menjadi desa mandiri. Kemudian
ada 53 desa maju juga tidak ada sawit. Sedangkan sisanya adalah desa
tertinggal. Mirisnya di situ, ada perkebunan kelapa sawit itu masalah. Peran
perusahaan perkebunan kelapa sawit ke mana?,” cecarnya.
Tak sampai di situ saja, Pemerintah Provinsi Kalbar, lanjut
Midji, setiap tahunnya harus mengeluarkan ratusan miliar untuk perbaikan infrastuktur
di daerah yang ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut kelapa sawit
sehingga masyarakat kesusahan dalam infrastruktur menuju kota kabupaten atau
kota kecamatan untuk kepentingan mobilisasi.
“Berapa ratus miliar setiap tahun kita (Pemprov Kalbar.red)
keluarkan untuk perbaikan jalan, yang merusaknya kendaraan pengangkut kelapa
sawit, masyarakat setempat dibuat susah. Ini masalah yang harus diselesaikan
oleh pengusaha kelapa sawit kalau ingin semuanya berkelanjutan,” tandasnya.
Borneo Forum III ini diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalbar. Yang mana forum tersebut merupakan
pertemuan para stakeholder dan perusahaan kelapa sawit di pulau Kalimantan.
Forum tersebut juga menjadi forum diskusi dalam mengurai isu
strategis kelapa sawit di Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi
secara signifikan terhadap penerima devisa negara khususnya dari sektor non
migas. (*/Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini