KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji meminta perusahaan dan stakeholder di bidang kelapa sawit untuk lebih intensif memperhatikan masyarakat di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit agar lebih sejahtera.
Sebab, kata dia, jika itu dilakukan tentu akan mendongkrak perekonomian masyarakat sehingga daerah atau desa yang sekitar perkebunan kelapa sawit bisa menuju desa mandiri dan sejahtera.
“Saya berharap kedepan desa yang sangat tertinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit dapat berubah, minimal menjadi desa maju. Tidak juga mengharuskan perusahaan kelapa sawit harus mengikuti 50 indikator desa mandiri, setidaknya bisa bersinergi dengan pemerintah desa, pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk menyelesaikan itu,” tegasnya saat membuka Borneo Forum III yang dilangsungkan di Hotel Ibis Pontianak, Rabu (20/3/2019).
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu berujar bahwa peran asosiasi perkebunan kelapa sawit saat ini masih belum maksimal untuk mensejahterakan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perkebunan kelapa sawit itu.
Lantaran dirinya melihat masih banyak desa-desa yang sekitar perkebunan kelapa sawit masih tertinggal bahkan tidak tersentuh oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.
“Saya melihat peran asosiasi yang masih lemah, asosiasi harusnya lebih teliti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat desa sekitar perkebunan sawit itu. Asosiasi harus mengingatkan kepada perusahaan khususnya CSR agar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya sekedar kewajiban saja sebagai perusahaan perkebunan, asosiasi harus lebih mengetahui kebutuhan masyarakat dan desa tersebut,” tuturnya.
Provinsi Kalbar, ditegaskan dia, merupakan penghasil kedua Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Namun, tegas dia, tak sedikitpun hasil dari CPO tersebut masuk ke dalam distribusi APBD Kalbar.
Banyaknya desa-desa yang masih tertinggal di Provinsi Kalbar di mana sebagiannya dikelilingi perkebunan kelapa sawit seakan menjadi bukti.
“Kalbar itu penghasil CPO kedua terbesar di Indonesia, tapi dari 2031 desa se-Kalbar, hanya satu desa mandiri yaitu terletak di Desa Sutra, Kabupaten Kayong Utara dan tanpa ada perusahaan sawit, mereka bisa menjadi desa mandiri. Kemudian ada 53 desa maju juga tidak ada sawit. Sedangkan sisanya adalah desa tertinggal. Mirisnya di situ, ada perkebunan kelapa sawit itu masalah. Peran perusahaan perkebunan kelapa sawit ke mana?,” cecarnya.
Tak sampai di situ saja, Pemerintah Provinsi Kalbar, lanjut Midji, setiap tahunnya harus mengeluarkan ratusan miliar untuk perbaikan infrastuktur di daerah yang ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut kelapa sawit sehingga masyarakat kesusahan dalam infrastruktur menuju kota kabupaten atau kota kecamatan untuk kepentingan mobilisasi.
“Berapa ratus miliar setiap tahun kita (Pemprov Kalbar.red) keluarkan untuk perbaikan jalan, yang merusaknya kendaraan pengangkut kelapa sawit, masyarakat setempat dibuat susah. Ini masalah yang harus diselesaikan oleh pengusaha kelapa sawit kalau ingin semuanya berkelanjutan,” tandasnya.
Borneo Forum III ini diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalbar. Yang mana forum tersebut merupakan pertemuan para stakeholder dan perusahaan kelapa sawit di pulau Kalimantan.
Forum tersebut juga menjadi forum diskusi dalam mengurai isu strategis kelapa sawit di Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi secara signifikan terhadap penerima devisa negara khususnya dari sektor non migas. (*/Fai)
Comment