Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 14 Agustus 2019 |
Minta Presiden Jokowi
copot Menteri LHK
KalbarOnline,
Nasional – Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengkritik
keras Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dikomandoi oleh
Siti Nurbaya.
Bambang menilai, KLHK telah gagal dalam menjalankan
tugas-tugas kenegaraannya. Hal itu tak lepas dari Kebakaran hutan dan lahan
(Karhutla) yang kembali terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
“Yang harus bertanggungjawab sepenuhnya adalah KLHK. KLHK harus
bertanggungjawab total dan saya sebagai wakil rakyat menyarankan harus dicopot,
karena dalam 5 tahun terakhir ini setidaknya sudah 5 kali berturut-turut
terjadi kebakaran hutan dan Menterinya tidak bisa menyelesaikan persoalan ini,”
ujarnya.
Terlebih lagi, Menteri LHK tidak memiliki background
pendidikan yang berkaitan dengan kehutanan. Hal tersebut juga menjadi salah
satu faktor penyebab gagalnya menteri dalam merawat hutan-hutan yang ada di
Indonesia.
“Pak Jokowi juga memilih orang yang tidak kompeten, karena
pendidikannya menteri LHK ini bukan kehutanan tapi pertanian. Akhirnya tidak
bisa urus hutan dan bila terbakar gak bisa memadamkan,” tukasnya.
“Dan tahun 2015 hutan kita kebakaran juga, lalu padam karna
hujan bukan karena dipadamkan pemerintah. Dulu kebakaran luas juga sekitar
6.000 titik dan sekarang mendekati 4.000 titik. Kalau ini dibiarkan akan
semakin banyak dan hanya bisa dipadamkan ketika musim hujan saja,” timpalnya.
“Kebakaran hutan terjadi karena tidak terawat. Hutan kering,
pohon-pohon nya banyak yang tua. Dari 125 juta hektar hutan di Indonesia,
sekitar 60 persennya rusak, tidak terawat dan kering,” tegasnya lagi.
Hutan-hutan tersebut, kata dia, salah satunya ada di
Kalimantan, Sumatera, pegunungan-pegunungan yang dikelola perhutani, gunung
Ceremai, Sumbing, gunung Bromo dan masih banyak hutan-hutan lainnya yang rusak
karena terbakar.
Padahal, kata dia, sesuai Undang-undang nomor 41 tahun 1999,
pemerintah harus bertanggung jawab karena memiliki kewajiban untuk melestarikan
dan melindungi hutan.
“Berdasarkan pasal 1 ayat 8 Hutan lindung adalah kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah untuk fungsi resapan
air,” jelasnya.
“Pemerintah ini tidak bisa menjamin keberadaan hutan dan
mengoptimalkan fungsinya. Sesuai dengan UU kehutanan, fungsi hutan ini untuk
konservasi, perlindungan dan produksi yang untuk manfaat sosial budaya ekonomi
yang seimbang dan lestari,” paparnya.
Ia menegaskan hal ini merupakan tanggungjawab pemerintah. Hutan,
kata dia, berisikan flora dan fauna yang tidak ada di negara lain. Terlebih lagi,
Indonesia memiliki hutan yang luar biasa. Sudah tentu, tegasnya, harus dijaga
oleh pemerintah.
“Tapi pemerintah tidak melakukan itu dengan penjagaan yang
seperti dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia. Kalau di Malaysia yang
hutannya sekitar 25 juta hektar tidak pernah terbakar mulai tahun 1983. Mereka
SDM-nya kompeten dan alat-alat pemadam dan perawatan hutan mulai helicopter
heavy ada 5, medium 5, yang kecilnya 2 untuk rescue aktif dan alat-alat lain hovercraft jetsky. Dengan tanggap
darurat yang responsif juga dilengkapi tim fire
danger ratting system untuk mengetahui dengan early warning system. Misalnya 1. Smoke Potensial Indicator, 2. Air
Quality Analysis (kualitas udara), 3. Final pendeteksian kelembaban, indikatornya
dipantau oleh pemerintah,” paparnya lagi.
Selain itu, ia juga menyoroti dari sisi anggaran KLHK yang
saat ini sudah baik atau naik secara signifikan jika dibandingkan era Presiden
ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski demikian, persoalan kebakaran
masih belum dapat teratasi.
“Padahal kondisi anggaran naik dua kali lipat dibanding
zamannya pak SBY, tapi persoalan kebakaran hutan tidak dapat teratasi. Sekarang
ini pemerintah mencari kambing hitam dari pada penyebab kebakaran ini. Banyak
sekali masyarakat yang tidak tau apa-apa ditangkap, katanya melanggar,
melakukan satu pembakaran hutan. Tidak ada masyarakat yang melakukan pembakaran
hutan, nah ini semua sebenarnya tugas dan tanggungjawab KLHK. Bahkan,
masyarakat yang terkena dampak asap, bahkan ada yang sakit dan semacamnya,
rumah-rumah pun jadi korban kebakaran hutan itu harusnya bisa menuntut
pemerintah, baik perseorangan maupun kelompok,” tegasnya lagi.
Hal ini, kata dia, disebabkan, pemerintah gagal dalam
melakukan perawatan hutan. Instruksi presiden untuk mencopot Kapolda maupun
Pangdam karena kebakaran hutan tersebut, tegas dia, hanya isapan jempol belaka.
Lantaran sampai saat ini belum ada yang dicopot.
“Tapi ini sebenarnya bukan kesalahan Kapolda ataupun
Pangdam, tapi Tupoksinya adalah KLHK. Harusnya Presiden bisa memecat Menteri
LHK, jadi bukan mecat Kapolda ataupun Pangdam, mereka kan tugasnya mengamankan
dan mempertahankan wilayah,” tegasnya lagi.
“Pesan kepada Presiden Jokowi, harus jeli dalam mengangkat
orang sebagai mandatris presiden (Menteri). Harus yang berkompeten dan memiliki
kapabilitas, terlebih lagi Pak Jokowi ini lulusan Fakultas Kehutanan, harusnya
beliau jeli dan bisa mengatasi persoalan ini,” pungkasnya. (Fai)
Minta Presiden Jokowi
copot Menteri LHK
KalbarOnline,
Nasional – Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengkritik
keras Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dikomandoi oleh
Siti Nurbaya.
Bambang menilai, KLHK telah gagal dalam menjalankan
tugas-tugas kenegaraannya. Hal itu tak lepas dari Kebakaran hutan dan lahan
(Karhutla) yang kembali terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
“Yang harus bertanggungjawab sepenuhnya adalah KLHK. KLHK harus
bertanggungjawab total dan saya sebagai wakil rakyat menyarankan harus dicopot,
karena dalam 5 tahun terakhir ini setidaknya sudah 5 kali berturut-turut
terjadi kebakaran hutan dan Menterinya tidak bisa menyelesaikan persoalan ini,”
ujarnya.
Terlebih lagi, Menteri LHK tidak memiliki background
pendidikan yang berkaitan dengan kehutanan. Hal tersebut juga menjadi salah
satu faktor penyebab gagalnya menteri dalam merawat hutan-hutan yang ada di
Indonesia.
“Pak Jokowi juga memilih orang yang tidak kompeten, karena
pendidikannya menteri LHK ini bukan kehutanan tapi pertanian. Akhirnya tidak
bisa urus hutan dan bila terbakar gak bisa memadamkan,” tukasnya.
“Dan tahun 2015 hutan kita kebakaran juga, lalu padam karna
hujan bukan karena dipadamkan pemerintah. Dulu kebakaran luas juga sekitar
6.000 titik dan sekarang mendekati 4.000 titik. Kalau ini dibiarkan akan
semakin banyak dan hanya bisa dipadamkan ketika musim hujan saja,” timpalnya.
“Kebakaran hutan terjadi karena tidak terawat. Hutan kering,
pohon-pohon nya banyak yang tua. Dari 125 juta hektar hutan di Indonesia,
sekitar 60 persennya rusak, tidak terawat dan kering,” tegasnya lagi.
Hutan-hutan tersebut, kata dia, salah satunya ada di
Kalimantan, Sumatera, pegunungan-pegunungan yang dikelola perhutani, gunung
Ceremai, Sumbing, gunung Bromo dan masih banyak hutan-hutan lainnya yang rusak
karena terbakar.
Padahal, kata dia, sesuai Undang-undang nomor 41 tahun 1999,
pemerintah harus bertanggung jawab karena memiliki kewajiban untuk melestarikan
dan melindungi hutan.
“Berdasarkan pasal 1 ayat 8 Hutan lindung adalah kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah untuk fungsi resapan
air,” jelasnya.
“Pemerintah ini tidak bisa menjamin keberadaan hutan dan
mengoptimalkan fungsinya. Sesuai dengan UU kehutanan, fungsi hutan ini untuk
konservasi, perlindungan dan produksi yang untuk manfaat sosial budaya ekonomi
yang seimbang dan lestari,” paparnya.
Ia menegaskan hal ini merupakan tanggungjawab pemerintah. Hutan,
kata dia, berisikan flora dan fauna yang tidak ada di negara lain. Terlebih lagi,
Indonesia memiliki hutan yang luar biasa. Sudah tentu, tegasnya, harus dijaga
oleh pemerintah.
“Tapi pemerintah tidak melakukan itu dengan penjagaan yang
seperti dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia. Kalau di Malaysia yang
hutannya sekitar 25 juta hektar tidak pernah terbakar mulai tahun 1983. Mereka
SDM-nya kompeten dan alat-alat pemadam dan perawatan hutan mulai helicopter
heavy ada 5, medium 5, yang kecilnya 2 untuk rescue aktif dan alat-alat lain hovercraft jetsky. Dengan tanggap
darurat yang responsif juga dilengkapi tim fire
danger ratting system untuk mengetahui dengan early warning system. Misalnya 1. Smoke Potensial Indicator, 2. Air
Quality Analysis (kualitas udara), 3. Final pendeteksian kelembaban, indikatornya
dipantau oleh pemerintah,” paparnya lagi.
Selain itu, ia juga menyoroti dari sisi anggaran KLHK yang
saat ini sudah baik atau naik secara signifikan jika dibandingkan era Presiden
ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski demikian, persoalan kebakaran
masih belum dapat teratasi.
“Padahal kondisi anggaran naik dua kali lipat dibanding
zamannya pak SBY, tapi persoalan kebakaran hutan tidak dapat teratasi. Sekarang
ini pemerintah mencari kambing hitam dari pada penyebab kebakaran ini. Banyak
sekali masyarakat yang tidak tau apa-apa ditangkap, katanya melanggar,
melakukan satu pembakaran hutan. Tidak ada masyarakat yang melakukan pembakaran
hutan, nah ini semua sebenarnya tugas dan tanggungjawab KLHK. Bahkan,
masyarakat yang terkena dampak asap, bahkan ada yang sakit dan semacamnya,
rumah-rumah pun jadi korban kebakaran hutan itu harusnya bisa menuntut
pemerintah, baik perseorangan maupun kelompok,” tegasnya lagi.
Hal ini, kata dia, disebabkan, pemerintah gagal dalam
melakukan perawatan hutan. Instruksi presiden untuk mencopot Kapolda maupun
Pangdam karena kebakaran hutan tersebut, tegas dia, hanya isapan jempol belaka.
Lantaran sampai saat ini belum ada yang dicopot.
“Tapi ini sebenarnya bukan kesalahan Kapolda ataupun
Pangdam, tapi Tupoksinya adalah KLHK. Harusnya Presiden bisa memecat Menteri
LHK, jadi bukan mecat Kapolda ataupun Pangdam, mereka kan tugasnya mengamankan
dan mempertahankan wilayah,” tegasnya lagi.
“Pesan kepada Presiden Jokowi, harus jeli dalam mengangkat
orang sebagai mandatris presiden (Menteri). Harus yang berkompeten dan memiliki
kapabilitas, terlebih lagi Pak Jokowi ini lulusan Fakultas Kehutanan, harusnya
beliau jeli dan bisa mengatasi persoalan ini,” pungkasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini