Diduga Terima Suap, Bupati Bengkayang Terjaring OTT KPK

KalbarOnline, Nasional – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan membenarkan bahwa pihaknya melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot pada Selasa (3/9/2019) kemarin.

Hal itu disampaikan Basaria didampingi Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat memimpin konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan Bupati Bengkayang di Gedung KPK, Rabu (4/9/2019) sore tadi.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK mengamankan tujuh orang di Bengkayang dan Pontianak. Satu di antaranya adalah Bupati Bengkayang, SG (Suryadman Gidot) beserta ajudannya RIS (Risen Sitompul), kemudian AKS (Aleksius) selaku Kepala Dinas PUPR Bengkayang dan Staf Dinas PUPR Bengkayang FJ (Fitri Julihardi), O (Obaja) Sekda Pemerintah Bengkayang dan YN (Agustinus Yan) selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang serta RD (Rodi) selaku pihak swasta,” ujarnya.

Basaria menjelaskan operasi tangkap tangan terhadap Suryadman Gidot dan sejumlah orang lainnya tersebut lantaran diduga menerima suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang.

“KPK mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya permintaan dana dari Bupati melalui Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan kepada rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang. Setelah melakukan penelusuran, tim KPK mendapat informasi tentang akan adanya pemberian uang kepada Bupati,” terangnya.

Baca Juga :  Maknai Hari Lahir Pancasila Tangguh Hadapi Pandemi

Kemudian, lanjut dia, pada Selasa 3 September 2019 sekitar pukul 10.00 WIB, tim melihat AKS dan FJ di Mess Pemkab Bengkayang di Pontianak. Tak lama kemudian, tim melihat mobil Bupati datang dan yang bersangkutan masuk ke mess tersebut.

“Tim menduga pemberian uang, terjadi saat itu, yaitu di mess tersebut. Tim kemudian masuk ke mess dan mengamankan SG, AKS dan beberapa orang lainnya serta sejumlah uang Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu,” tukasnya.

Tak berhenti di situ, pihaknya juga langsung memburu pihak pemberi (swasta) dan berhasil mengamankan RD di sebuah hotel di Pontianak sekitar pukul 21.00 WIB. Kemudian pada pukul 22.30 WIB, KPK mengamankan YN di sebuah hotel di Bengkayang.

“Tujuh orang tersebut kemudian diterbangkan secara bertahap dari Pontianak ke kantor KPK di Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan,” imbuh Basaria.

Basaria menjelaskan setelah dilakukan pemeriksaan awal, sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara dengan batas waktu 24 jam, maka disimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Bengkayang tahun 2019.

Baca Juga :  Sesalkan Video Anji, IDI: Pesan Publik Figur Harus dari Sumber Resmi

“Kemudian KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tujuh orang tersangka yaitu RD (Rodi) YF (Yosef), NM (Nelly Margaretha), BF (Bun Si Fat), PS (Pandus) sebagai pemberi atau pihak swasta. Kemudian SG (Suryadman Gidot) Bupati Bengkayang, AKS (Aleksius) Kadis PUPR) sebagai pihak penerima,” terangnya.

Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu.

Akibat perbuatannya, kelima pihak swasta tersebut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Suryadman Gidot dan Aleksius dijerat sebagai penerima dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“KPK menegaskan kepada penyelenggara negara di manapun harus segera mengakhiri praktik curang meminta commitment fee terkait pekerjaan pemerintahan. Perbuatan yang jelas bertentangan dengan hukum ini sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna infrastuktur. Kualitas pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh kontraktor akan berpengaruh akibat fee yang diminta oleh penyelenggara negara,” pungkasnya. (Fai)

Comment