Pontianak    

Sutarmidji Dorong Kratom Dimanfaatkan Untuk Kebutuhan Farmasi

Oleh : Jauhari Fatria
Rabu, 06 November 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan pihaknya akan mendorong

agar kratom yang kini dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar dapat dimanfaatkan

untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.

Hal itu disampaikan Midji menanggapi larangan terhadap

tanaman kratom yang akan mulai berlaku secara total pada tahun 2022 atau lima

tahun masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika

golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017

silam.

“Dari FGD ini, kita ketahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau

kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini

tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat

regulasinya,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri Focus Group

Discussion tentang tanaman kratom antara Kepala BNN RI bersama forkopimda

Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa (5/11/2019) kemarin.

Namun, tegas Midji, karena di dalam kratom juga memiliki zat

yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola dalam

skala farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti

morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran. Menurutnya, di

masa transisi ini, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait

penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar

aturan yang berlaku.

“Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun

2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita

pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah

membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat kratom

benar-benar dilarang nantinya,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Midji, tata kelolanya juga harus dikaji. Oleh

karena itu, pihaknya juga akan mengusulkan kepada pemerintah pusat. Sebab, aturan

terhadap kratom tidak bisa dilakukan secara parsial, karena kratom bukan hanya di

Kalbar, melainkan juga ada di daerah lain.

“Sehingga nanti regulasinya tetap pada pusat, antar

kementerian. Penanganan masalah negatifnya juga harus antar kementerian, tidak

hanya BNN. BNN hanya psikotropika dan zat adiktif. Kalau regulasinya yakni di pemerintah

pusat,” tukasnya.

Ke depan, kata dia, Pemerintah Provinsi Kalbar akan terus

melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dalam menangani

masalah kratom ini.

“Ke depan kita bersama Pemda Kapuas Hulu akan terus

koordinasi dan diskusi. Hasil kajian yang ada juga harus ditangani secara

rasional,” kata dia.

Kendati demikian, Midji tak menampik bahwa kajian kimia

terhadap kratom tak semudah diucapkan. Untuk mengurai zat-zat yang ada di dalam

kratom, kata dia, harus dilakukan penelitian secara mendalam.

“Contoh misalnya minyak bumi, ada yang jadi avtur, bensin,

solar dan aspal. Cara mengurai itu, perlu teknologi, setelahnya baru dapat

diketahui zat-zat apa yang terkandung dalam kratom. Kalau untuk mengetahui efek

negatif dan positifnya gampang, tapi mengurai apa yang ada di dalamnya, perlu penelitian

yang lebih dalam,” tukasnya.

“Tapi intinya, kita tetap memperhatikan sumber pendapatan masyarakat.

Masih perlu kajian mendalam,” pungkasnya.

Dalam FGD tersebut turut hadir Kepala BNN RI, Komjen Polisi Heru

Winarko, Pangdam XII/Tanjungpura, Wakapolda Kalbar, Bupati Kapuas Hulu, AM

Nasir dan sejumlah Wali Kota/Bupati se-Kalbar serta para tamu undangan lainnya.

(Fai)

Artikel Selanjutnya
Tanaman Kratom Dilarang Total Mulai Tahun 2022
Rabu, 06 November 2019
Artikel Sebelumnya
BNN : Kratom Masuk Kategori Golongan I Narkotika
Rabu, 06 November 2019

Berita terkait