Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 06 November 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan pihaknya akan mendorong
agar kratom yang kini dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.
Hal itu disampaikan Midji menanggapi larangan terhadap
tanaman kratom yang akan mulai berlaku secara total pada tahun 2022 atau lima
tahun masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika
golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017
silam.
“Dari FGD ini, kita ketahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau
kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini
tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat
regulasinya,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri Focus Group
Discussion tentang tanaman kratom antara Kepala BNN RI bersama forkopimda
Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa (5/11/2019) kemarin.
Namun, tegas Midji, karena di dalam kratom juga memiliki zat
yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola dalam
skala farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti
morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran. Menurutnya, di
masa transisi ini, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait
penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar
aturan yang berlaku.
“Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun
2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita
pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah
membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat kratom
benar-benar dilarang nantinya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Midji, tata kelolanya juga harus dikaji. Oleh
karena itu, pihaknya juga akan mengusulkan kepada pemerintah pusat. Sebab, aturan
terhadap kratom tidak bisa dilakukan secara parsial, karena kratom bukan hanya di
Kalbar, melainkan juga ada di daerah lain.
“Sehingga nanti regulasinya tetap pada pusat, antar
kementerian. Penanganan masalah negatifnya juga harus antar kementerian, tidak
hanya BNN. BNN hanya psikotropika dan zat adiktif. Kalau regulasinya yakni di pemerintah
pusat,” tukasnya.
Ke depan, kata dia, Pemerintah Provinsi Kalbar akan terus
melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dalam menangani
masalah kratom ini.
“Ke depan kita bersama Pemda Kapuas Hulu akan terus
koordinasi dan diskusi. Hasil kajian yang ada juga harus ditangani secara
rasional,” kata dia.
Kendati demikian, Midji tak menampik bahwa kajian kimia
terhadap kratom tak semudah diucapkan. Untuk mengurai zat-zat yang ada di dalam
kratom, kata dia, harus dilakukan penelitian secara mendalam.
“Contoh misalnya minyak bumi, ada yang jadi avtur, bensin,
solar dan aspal. Cara mengurai itu, perlu teknologi, setelahnya baru dapat
diketahui zat-zat apa yang terkandung dalam kratom. Kalau untuk mengetahui efek
negatif dan positifnya gampang, tapi mengurai apa yang ada di dalamnya, perlu penelitian
yang lebih dalam,” tukasnya.
“Tapi intinya, kita tetap memperhatikan sumber pendapatan masyarakat.
Masih perlu kajian mendalam,” pungkasnya.
Dalam FGD tersebut turut hadir Kepala BNN RI, Komjen Polisi Heru
Winarko, Pangdam XII/Tanjungpura, Wakapolda Kalbar, Bupati Kapuas Hulu, AM
Nasir dan sejumlah Wali Kota/Bupati se-Kalbar serta para tamu undangan lainnya.
(Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan pihaknya akan mendorong
agar kratom yang kini dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.
Hal itu disampaikan Midji menanggapi larangan terhadap
tanaman kratom yang akan mulai berlaku secara total pada tahun 2022 atau lima
tahun masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika
golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017
silam.
“Dari FGD ini, kita ketahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau
kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini
tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat
regulasinya,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri Focus Group
Discussion tentang tanaman kratom antara Kepala BNN RI bersama forkopimda
Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa (5/11/2019) kemarin.
Namun, tegas Midji, karena di dalam kratom juga memiliki zat
yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola dalam
skala farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti
morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran. Menurutnya, di
masa transisi ini, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait
penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar
aturan yang berlaku.
“Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun
2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita
pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah
membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat kratom
benar-benar dilarang nantinya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Midji, tata kelolanya juga harus dikaji. Oleh
karena itu, pihaknya juga akan mengusulkan kepada pemerintah pusat. Sebab, aturan
terhadap kratom tidak bisa dilakukan secara parsial, karena kratom bukan hanya di
Kalbar, melainkan juga ada di daerah lain.
“Sehingga nanti regulasinya tetap pada pusat, antar
kementerian. Penanganan masalah negatifnya juga harus antar kementerian, tidak
hanya BNN. BNN hanya psikotropika dan zat adiktif. Kalau regulasinya yakni di pemerintah
pusat,” tukasnya.
Ke depan, kata dia, Pemerintah Provinsi Kalbar akan terus
melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dalam menangani
masalah kratom ini.
“Ke depan kita bersama Pemda Kapuas Hulu akan terus
koordinasi dan diskusi. Hasil kajian yang ada juga harus ditangani secara
rasional,” kata dia.
Kendati demikian, Midji tak menampik bahwa kajian kimia
terhadap kratom tak semudah diucapkan. Untuk mengurai zat-zat yang ada di dalam
kratom, kata dia, harus dilakukan penelitian secara mendalam.
“Contoh misalnya minyak bumi, ada yang jadi avtur, bensin,
solar dan aspal. Cara mengurai itu, perlu teknologi, setelahnya baru dapat
diketahui zat-zat apa yang terkandung dalam kratom. Kalau untuk mengetahui efek
negatif dan positifnya gampang, tapi mengurai apa yang ada di dalamnya, perlu penelitian
yang lebih dalam,” tukasnya.
“Tapi intinya, kita tetap memperhatikan sumber pendapatan masyarakat.
Masih perlu kajian mendalam,” pungkasnya.
Dalam FGD tersebut turut hadir Kepala BNN RI, Komjen Polisi Heru
Winarko, Pangdam XII/Tanjungpura, Wakapolda Kalbar, Bupati Kapuas Hulu, AM
Nasir dan sejumlah Wali Kota/Bupati se-Kalbar serta para tamu undangan lainnya.
(Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini