Sutarmidji Dorong Kratom Dimanfaatkan Untuk Kebutuhan Farmasi

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan pihaknya akan mendorong agar kratom yang kini dibudidayakan oleh masyarakat di Kalbar dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan farmasi dan kedokteran.

Hal itu disampaikan Midji menanggapi larangan terhadap tanaman kratom yang akan mulai berlaku secara total pada tahun 2022 atau lima tahun masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Dari FGD ini, kita ketahui bahwa BNN sudah menegaskan kalau kratom itu masuk kategori golongan 1 dalam narkotika sehingga ke depan ini tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat regulasinya,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri Focus Group Discussion tentang tanaman kratom antara Kepala BNN RI bersama forkopimda Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa (5/11/2019) kemarin.

Namun, tegas Midji, karena di dalam kratom juga memiliki zat yang bermanfaat, ke depan pihaknya akan mendorong agar ini bisa dikelola dalam skala farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti morfin untuk mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran. Menurutnya, di masa transisi ini, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait penggunaan kratom agar potensi ini bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar aturan yang berlaku.

Baca Juga :  Ciptakan Iklim Usaha Kondusif, Sutarmidji Diganjar Penghargaan

“Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun 2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti, agar masyarakat yang telah membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencariannya, saat kratom benar-benar dilarang nantinya,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Midji, tata kelolanya juga harus dikaji. Oleh karena itu, pihaknya juga akan mengusulkan kepada pemerintah pusat. Sebab, aturan terhadap kratom tidak bisa dilakukan secara parsial, karena kratom bukan hanya di Kalbar, melainkan juga ada di daerah lain.

“Sehingga nanti regulasinya tetap pada pusat, antar kementerian. Penanganan masalah negatifnya juga harus antar kementerian, tidak hanya BNN. BNN hanya psikotropika dan zat adiktif. Kalau regulasinya yakni di pemerintah pusat,” tukasnya.

Baca Juga :  Jalan Kaki, Polisi Kawal Arak-Arakan Ibadah Misa Minggu Palma

Ke depan, kata dia, Pemerintah Provinsi Kalbar akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dalam menangani masalah kratom ini.

“Ke depan kita bersama Pemda Kapuas Hulu akan terus koordinasi dan diskusi. Hasil kajian yang ada juga harus ditangani secara rasional,” kata dia.

Kendati demikian, Midji tak menampik bahwa kajian kimia terhadap kratom tak semudah diucapkan. Untuk mengurai zat-zat yang ada di dalam kratom, kata dia, harus dilakukan penelitian secara mendalam.

“Contoh misalnya minyak bumi, ada yang jadi avtur, bensin, solar dan aspal. Cara mengurai itu, perlu teknologi, setelahnya baru dapat diketahui zat-zat apa yang terkandung dalam kratom. Kalau untuk mengetahui efek negatif dan positifnya gampang, tapi mengurai apa yang ada di dalamnya, perlu penelitian yang lebih dalam,” tukasnya.

“Tapi intinya, kita tetap memperhatikan sumber pendapatan masyarakat. Masih perlu kajian mendalam,” pungkasnya.

Dalam FGD tersebut turut hadir Kepala BNN RI, Komjen Polisi Heru Winarko, Pangdam XII/Tanjungpura, Wakapolda Kalbar, Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir dan sejumlah Wali Kota/Bupati se-Kalbar serta para tamu undangan lainnya. (Fai)

Comment