Apakah Geng Sehat pernah makan jangkrik? Yuck. Bagi yang geli dengan serangga berkaki banyak, tentu memiliki lari. Serangga seperti jangkrik ini memang tidak lazim untuk dimakan atau dijadikan lauk. Tetapi bukan berarti tidak ada orang yang mengonsumsinya.
Sebenarnya, mengonsumsi serangga bukan hal yang terlalu baru juga, mengingat beberapa daerah di Indonesia memang sudah mengonsumsi serangga dan sejenisnya, seperti siput, keong, dan belalang goreng khas Gunung Kidul.
Lagipula kalau Geng Sehat sering menonton acara Korea Selatan, pasti pernah melihat artis kesayangan mengonsumsi beondegi (번데기), alias larva ulat sutra. Di UK sendiri serangga mulai populer sebagai suplemen dalam diet mereka.
Baca juga: Daftar Makanan yang Mengandung Kolesterol Tinggi
Serangga Adalah Sumber Makanan Bergizi
Serangga memang mulai dilirik sebagai strategi ketahanan pangan untuk 75 tahun mendatang. Hal yang menarik perhatian adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena membutuhkan sumber daya alam yang jauh lebih sedikit dibandingkan hewan ternak.
Selain itu, serangga dianggap lebih sehat dibandingkan daging sapi. Misalnya, setiap 100 gram jangkrik mengandung 121 kalori, 12,9 gram protein, dan 5,5 gram lemak. Memang kandungan protein dalam daging sapi lebih tinggi, tetapi juga lemaknya.
Bahkan sebuah penelitian di Italia yang diselenggarakan oleh Teramo University menemukan bahwa ulat sutra mengandung antioksidan (senyawa yang melindungi sel tubuh kita dari kerusakan dan proses penuaan) dua kali lipat dibandingkan minyak zaitun.
Sementarra jangkrik mengandung antioksidan setara dengan jus jeruk. Keunggulan inilah yang memprediksikan nilai transaksi global dari serangga sebagai makanan dapat mencapai 6,5 juta Poundsterling pada tahun 2030.
Geng Sehat belum tertarik? Hati-hati ketinggalan ya. Berbagai analisis pasar menunjukkan bahwa makanan seperti sushi yang dulu dianggap ‘aneh dan menjijikkan’, demikian juga serangga akan menjadi hidangan yang mainstream.
Di UK, serangga sudah dapat ditemukan di supermarket modern sejak November tahun lalu. Sekarang, supermarket dan online market sudah menjual mulai dari jangkrik utuh sebagai cemilan, tepung serangga, bahkan granola dengan taburan larva kumbang bubuk.
Baca juga: Makanan Sehat Tidak Harus Mahal dan Mewah
Memilih Serangga untuk Dikonsumsi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah pilih serangga yang sudah dewasa. Serangga dalam bentuk larva mengandung lebih tinggi lemak, sedangkan serangga dewasa lebih rendah lemak dan tinggi protein.
Jenis serangga pun mempengaruhi variasi kandungan gizinya. Jangkrik dan ulat hongkong (mealworm), misalnya lebih rendah lemak tetapi tinggi protein. Serangga lain bisa jadi mengandung kolesterol lebih tinggi, misalnya ulat sagu.
Namun apabila Geng Sehat memiliki alergi terhadap kerang, udang, kepiting, dan lobster, sebaiknya menghindari mengonsumsi serangga karena mengandung beberapa jenis protein yang mirip.
Penelitian lebih lanjut juga dibutuhkan jika kita ingin mengganti asupan daging menjadi serangga. Ada beberapa zat gizi yang ditemukan berlimpah dalam serangga tetapi masih belum jelas apakah tubuh kita dapat memanfaatkannya.
Misalnya, sebuah penelitian di Swiss mendapatkan bahwa mengonsumsi serangga yang tinggi zat besi (mineral yang dibutuhkan dalam komponen sel darah kita) tidak meningkatkan kadar zat besi pada manusia. Hal ini bisa disebabkan karena tubuh manusia tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mengolah zat besi dari serangga.
Bagaimana Gengs? Tertarik mencoba? Selain itu, kesan menjijikkan memang merupakan tantangan terbesar untuk menjadikan serangga makanan pengganti daging. Saat ini, serangga dalam bentuk tepung yang digunakan untuk membuat pasta atau biskuit lebih dapat diterima masyarakat.
Baca juga: Ini 11 Makanan yang Paling Bergizi di Dunia
Comment