Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 15 Desember 2019 |
KalbarOnline,
Nasional – Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) turut menanggapi kebijakan
baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pernyataan sikap DD
Pendidikan tersebut disampaikan oleh GM Sekolah Ekselensia Indonesia, Abdul
Khalim saat ditemui di kantornya di Desa Jampang, Kabupaten Bogor, Rabu
(11/12/2019) siang. Menurutnya, kebijakan baru Mendikbud itu tidak substantif.
Sebagaimana diketahui, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim baru
saja mengumumkan kebijakan pendidikan terbaru melalui Siaran Pers Kemendikbud
Nomor 408/sipres/A5.3/XII/2019. Kebijakan Pendidikan bertajuk ‘Merdeka Belajar’
tersebut berisi tentang Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian
Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Dua dari empat poin kebijakan tersebut menarik DD Pendidikan
untuk bersuara. Pertama, tentang kebijakan UN. Mendikbud berencana melaksanakan
UN terakhir pada tahun 2020 mendatang. Selanjutnya pada 2021 dan seterusnya,
akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang
terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan
bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan penguatan pendidikan karakter.
Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang
berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat
mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini
tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Adapun arah kebijakan
ini mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.
Menurut GM Sekolah Ekselensia Indonesia, DD Pendidikan,
Abdul Khalim, kebijakan tersebut tidak menyentuh substansi dari UN itu sendiri.
“Sejak 2014 UN tak lagi jadi standar kelulusan, tapi
dijadikan sebagai pemetaan sejauh mana kualitas pengetahuan anak didik di
Indonesia. Hal ini sebagai upaya standardisasi dan pemerataan kualitas
pendidikan kita,” ungkap Khalim.
Khalim juga mempertanyakan bagaimana caranya mengetahui
sebaran kualitas pendidikan Indonesia, jika tanpa UN.
“Bukankah selama ini sasaran program peningkatan kualitas
pendidikan biasanya dijadikan salah satu acuan memilih wilayah program?,”
lanjutnya.
Khalim juga menyoroti jika alasan penghapusan UN adalah
untuk menghemat anggaran pendidikan, sebenarnya tidak tepat.
“Nyatanya untuk ujian akhir semester saja, di mana sekolah
membuat soal sendiri, ini masih dipungut biaya juga oleh subrayon. Ujian
Nasional untuk kepentingan pemetaan kualitas pendidikan jauh lebih penting
ketimbang pertimbangan efisiensi biaya,” tukas Khalim.
Poin kedua adalah mengenai RPP. Kemendikbud akan
menyederhanakan proses penyusunan RPP dengan memangkas beberapa komponen. Dalam
kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan
dan mengembangkan format RPP.
Tiga komponen inti RPP baru nanti akan terdiri dari tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Mendikbud beralasan, format
tersebut bertujuan agar lebih efisien dan efektif. Sehingga guru memiliki lebih
banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu
sendiri. Satu halaman saja cukup menurut Mendikbud. Namun berbeda dengan
Khalim, dirinya kembali menilai alasan Mendikbud tidak substantif.
“Masalah RPP mau satu atau seribu halaman, ini lagi-lagi
bukan menjadi soal. Justru yang jadi soal adalah mentalitas guru dalam
menyikapi RPP,” papar Khalim.
Khalim pun menyajikan realita yang ia dapati dari
sekolah-sekolah yang ia dampingi bersama timnya.
“Di beberapa sekolah, kami jumpai RPP hanya download dari internet
dan bahkan ada yang sengaja jual RPP. Sehingga ketika RPP hanya satu lembar pun
tetap nanti akan ada yang jualan RPP,” tuturnya.
Khalim menilai, masalah utamanya kembali kepada sejauh mana
kesiapan guru dalam membuat desain pembelajaran. Guru seharusnya memikirkan
bagaimana caranya agar pembelajaran yang ia lakukan berkualitas dan menarik
para siswa untuk mengikutinya.
“RPP itu penting, namun lebih penting lagi metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru,” pungkas Khalim.
DD Pendidikan sendiri adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat
yang aktif memberikan layanan pendidikan berkualitas di Indonesia. Telah lebih
dari satu dekade, DD Pendidikan melakukan program Pendampingan Sekolah. Tujuan
program tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas
pembelajarannya. Hingga saat ini DD Pendidikan telah mendampingi 200 sekolah
yang tersebar di 30 provinsi. (*/DD)
KalbarOnline,
Nasional – Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) turut menanggapi kebijakan
baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pernyataan sikap DD
Pendidikan tersebut disampaikan oleh GM Sekolah Ekselensia Indonesia, Abdul
Khalim saat ditemui di kantornya di Desa Jampang, Kabupaten Bogor, Rabu
(11/12/2019) siang. Menurutnya, kebijakan baru Mendikbud itu tidak substantif.
Sebagaimana diketahui, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim baru
saja mengumumkan kebijakan pendidikan terbaru melalui Siaran Pers Kemendikbud
Nomor 408/sipres/A5.3/XII/2019. Kebijakan Pendidikan bertajuk ‘Merdeka Belajar’
tersebut berisi tentang Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian
Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Dua dari empat poin kebijakan tersebut menarik DD Pendidikan
untuk bersuara. Pertama, tentang kebijakan UN. Mendikbud berencana melaksanakan
UN terakhir pada tahun 2020 mendatang. Selanjutnya pada 2021 dan seterusnya,
akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang
terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan
bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan penguatan pendidikan karakter.
Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang
berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat
mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini
tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Adapun arah kebijakan
ini mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.
Menurut GM Sekolah Ekselensia Indonesia, DD Pendidikan,
Abdul Khalim, kebijakan tersebut tidak menyentuh substansi dari UN itu sendiri.
“Sejak 2014 UN tak lagi jadi standar kelulusan, tapi
dijadikan sebagai pemetaan sejauh mana kualitas pengetahuan anak didik di
Indonesia. Hal ini sebagai upaya standardisasi dan pemerataan kualitas
pendidikan kita,” ungkap Khalim.
Khalim juga mempertanyakan bagaimana caranya mengetahui
sebaran kualitas pendidikan Indonesia, jika tanpa UN.
“Bukankah selama ini sasaran program peningkatan kualitas
pendidikan biasanya dijadikan salah satu acuan memilih wilayah program?,”
lanjutnya.
Khalim juga menyoroti jika alasan penghapusan UN adalah
untuk menghemat anggaran pendidikan, sebenarnya tidak tepat.
“Nyatanya untuk ujian akhir semester saja, di mana sekolah
membuat soal sendiri, ini masih dipungut biaya juga oleh subrayon. Ujian
Nasional untuk kepentingan pemetaan kualitas pendidikan jauh lebih penting
ketimbang pertimbangan efisiensi biaya,” tukas Khalim.
Poin kedua adalah mengenai RPP. Kemendikbud akan
menyederhanakan proses penyusunan RPP dengan memangkas beberapa komponen. Dalam
kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan
dan mengembangkan format RPP.
Tiga komponen inti RPP baru nanti akan terdiri dari tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Mendikbud beralasan, format
tersebut bertujuan agar lebih efisien dan efektif. Sehingga guru memiliki lebih
banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu
sendiri. Satu halaman saja cukup menurut Mendikbud. Namun berbeda dengan
Khalim, dirinya kembali menilai alasan Mendikbud tidak substantif.
“Masalah RPP mau satu atau seribu halaman, ini lagi-lagi
bukan menjadi soal. Justru yang jadi soal adalah mentalitas guru dalam
menyikapi RPP,” papar Khalim.
Khalim pun menyajikan realita yang ia dapati dari
sekolah-sekolah yang ia dampingi bersama timnya.
“Di beberapa sekolah, kami jumpai RPP hanya download dari internet
dan bahkan ada yang sengaja jual RPP. Sehingga ketika RPP hanya satu lembar pun
tetap nanti akan ada yang jualan RPP,” tuturnya.
Khalim menilai, masalah utamanya kembali kepada sejauh mana
kesiapan guru dalam membuat desain pembelajaran. Guru seharusnya memikirkan
bagaimana caranya agar pembelajaran yang ia lakukan berkualitas dan menarik
para siswa untuk mengikutinya.
“RPP itu penting, namun lebih penting lagi metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru,” pungkas Khalim.
DD Pendidikan sendiri adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat
yang aktif memberikan layanan pendidikan berkualitas di Indonesia. Telah lebih
dari satu dekade, DD Pendidikan melakukan program Pendampingan Sekolah. Tujuan
program tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas
pembelajarannya. Hingga saat ini DD Pendidikan telah mendampingi 200 sekolah
yang tersebar di 30 provinsi. (*/DD)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini