Nasional    

Dompet Dhuafa Pendidikan Nilai Kebijakan Baru Mendikbud Tak Substantif

Oleh : Jauhari Fatria
Minggu, 15 Desember 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Nasional – Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) turut menanggapi kebijakan

baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pernyataan sikap DD

Pendidikan tersebut disampaikan oleh GM Sekolah Ekselensia Indonesia, Abdul

Khalim saat ditemui di kantornya di Desa Jampang, Kabupaten Bogor, Rabu

(11/12/2019) siang. Menurutnya, kebijakan baru Mendikbud itu tidak substantif.

Sebagaimana diketahui, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim baru

saja mengumumkan kebijakan pendidikan terbaru melalui Siaran Pers Kemendikbud

Nomor 408/sipres/A5.3/XII/2019. Kebijakan Pendidikan bertajuk ‘Merdeka Belajar’

tersebut berisi tentang Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian

Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Dua dari empat poin kebijakan tersebut menarik DD Pendidikan

untuk bersuara. Pertama, tentang kebijakan UN. Mendikbud berencana melaksanakan

UN terakhir pada tahun 2020 mendatang. Selanjutnya pada 2021 dan seterusnya,

akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang

terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan

bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan penguatan pendidikan karakter.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang

berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat

mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini

tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Adapun arah kebijakan

ini mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.

Menurut GM Sekolah Ekselensia Indonesia, DD Pendidikan,

Abdul Khalim, kebijakan tersebut tidak menyentuh substansi dari UN itu sendiri.

“Sejak 2014 UN tak lagi jadi standar kelulusan, tapi

dijadikan sebagai pemetaan sejauh mana kualitas pengetahuan anak didik di

Indonesia. Hal ini sebagai upaya standardisasi dan pemerataan kualitas

pendidikan kita,” ungkap Khalim.

Khalim juga mempertanyakan bagaimana caranya mengetahui

sebaran kualitas pendidikan Indonesia, jika tanpa UN.

“Bukankah selama ini sasaran program peningkatan kualitas

pendidikan biasanya dijadikan salah satu acuan memilih wilayah program?,”

lanjutnya.

Khalim juga menyoroti jika alasan penghapusan UN adalah

untuk menghemat anggaran pendidikan, sebenarnya tidak tepat.

“Nyatanya untuk ujian akhir semester saja, di mana sekolah

membuat soal sendiri, ini masih dipungut biaya juga oleh subrayon. Ujian

Nasional untuk kepentingan pemetaan kualitas pendidikan jauh lebih penting

ketimbang pertimbangan efisiensi biaya,” tukas Khalim.

Poin kedua adalah mengenai RPP. Kemendikbud akan

menyederhanakan proses penyusunan RPP dengan memangkas beberapa komponen. Dalam

kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan

dan mengembangkan format RPP.

Tiga komponen inti RPP baru nanti akan terdiri dari tujuan

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Mendikbud beralasan, format

tersebut bertujuan agar lebih efisien dan efektif. Sehingga guru memiliki lebih

banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu

sendiri. Satu halaman saja cukup menurut Mendikbud. Namun berbeda dengan

Khalim, dirinya kembali menilai alasan Mendikbud tidak substantif.

“Masalah RPP mau satu atau seribu halaman, ini lagi-lagi

bukan menjadi soal. Justru yang jadi soal adalah mentalitas guru dalam

menyikapi RPP,” papar Khalim.

Khalim pun menyajikan realita yang ia dapati dari

sekolah-sekolah yang ia dampingi bersama timnya.

“Di beberapa sekolah, kami jumpai RPP hanya download dari internet

dan bahkan ada yang sengaja jual RPP. Sehingga ketika RPP hanya satu lembar pun

tetap nanti akan ada yang jualan RPP,” tuturnya.

Khalim menilai, masalah utamanya kembali kepada sejauh mana

kesiapan guru dalam membuat desain pembelajaran. Guru seharusnya memikirkan

bagaimana caranya agar pembelajaran yang ia lakukan berkualitas dan menarik

para siswa untuk mengikutinya.

“RPP itu penting, namun lebih penting lagi metode

pembelajaran yang digunakan oleh guru,” pungkas Khalim.

DD Pendidikan sendiri adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat

yang aktif memberikan layanan pendidikan berkualitas di Indonesia. Telah lebih

dari satu dekade, DD Pendidikan melakukan program Pendampingan Sekolah. Tujuan

program tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas

pembelajarannya. Hingga saat ini DD Pendidikan telah mendampingi 200 sekolah

yang tersebar di 30 provinsi. (*/DD)

Artikel Selanjutnya
Pengaruh Unicorn Terhadap Perekonomian Indonesia
Minggu, 15 Desember 2019
Artikel Sebelumnya
MTAMT Sekadau Lanjutkan Maulid Tradisional Keliling ke Dusun Jabai
Minggu, 15 Desember 2019

Berita terkait