Ketapang    

Ribuan Batang Sawit Warga Digusur Paksa PT Hungarindo Persada

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 15 Februari 2020
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Ketapang – Ribuan batang sawit warga digusur paksa PT Hungarindo Persada. Ratusan hektar lahan perkebunan yang sudah ditanami kelapa sawit oleh warga empat desa di Kecamatan Sungai Melayu Rayak itu digusur oleh perusahaan yang juga bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit beberapa bulan terakhir tanpa adanya sosialisasi dan pergantian.

Satu di antara tokoh masyarakat Sungai Melayu Rayak, Karli

Kalotak menilai perusahaan telah berbuat semena-mena terhadap masyarakat dengan

menggusur ribuan bahkan mungkin puluhan ribu pohon kelapa sawit milik

masyarakat. Padahal menurutnya masyarakat telah bersusah payah mengangkat

kehidupan mereka dengan membeli lahan dan menanam sawit.

“Tapi kenyataannya perusahaan yakni PT Hungarindo Persada

secara tiba-tiba main gusur dan robohkan pohon sawit milik masyarakat,”

katanya, Jumat (14/2/2020).

Kalotak sapaan akrabnya, menyebut kalau penggusuran dan

perobohan terhadap kebun kelapa sawit milik ratusan kepala keluarga di SP 1, 2,

6 dan 8 sudah dilakukan perusahaan sekitar empat bulan terakhir telah mencapai

luasan sekitar kurang lebih 300 hektar.

“Dan ini akan terus bertambah karena sampai saat ini

perusahaan masih terus melakukan perobohan terhadap sawit-sawit warga,”

ungkapnya.

Menurut Kalotak perusahaan berdalih, penggusuran yang telah

dilakukan terhadap lahan perkebunan warga karena masuk dalam HGU perusahaan.

Namun, hasil pengecekan pihaknya bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia

(Apkasindo) dan Pemkab Ketapang diketahui HGU perusahaan belum ada.

“Padahal warga membeli tanah sudah ada yang sejak tahun 2010

dan mulai menanam ada yang sejak tahun 2013 lalu, bahkan sebagian sudah

mengurus sertifikat hak milik (SHM) yang ada saat ini sedang diproses oleh BPN,

kalau memang masuk HGU perusahaan kenapa BPN memproses pengurusan sertifikat

warga terbukti dengan adanya bukti pembayaran yang dilakukan warga ke BPN,” tukasnya.

Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah kabupaten, provinsi

hingga pusat untuk dapat peduli dan membantu masyarakat yang saat ini telah

dirampas hak-haknya oleh perusahaan begitu saja, terlebih setelah persoalan ini

perusahaan bersedia mengganti rugi pohon masyarakat hanya dengan nominal Rp25

ribu perbatang.

“Kepada pemkab, pemprov, pemerintah pusat bahkan Pak Jokowi

tolonglah masyarakat kami, jangan biarkan rakyat yang susah semakin susah

dengan perlakukan perusahaan yang semena-mena ini, sebagian masyarakat menerima

karena terpaksa ganti rugi yang hanya Rp25 ribu perbatang, ini sungguh ironis,”

harapnya.

Sementara satu di antara warga Desa Sungai Melayu Baru,

Kecamatan Sungai Melayu Rayak yang mengalami penggusuran, Sudarnoto (56)

mengatakan kalau dirinya tak dapat menahan tangis ketika mengetahui ratusan

batang pohon sawit milik anaknya telah digusur oleh pihak perusahaan.

“Punya anak saya ada 5 hektar lahan yang sudah ditanami 800

batang sawit sejak beberapa tahun lalu, tapi sekarang semua habis digusur

perusahaan tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, anaknya harus menabung bertahun-tahun untuk

bisa membeli lahan dan menanam pohon sawit tersebut, bahkan saat ini lahan

telah diproses pembuatan sertifikat hak milik di Badan Pertanahan Nasional

(BPN) Ketapang dari surat keterangan tanah (SKT) yang sebelumnya didapat saat

membeli lahan tersebut.

“Anak saya sampai nangis-nangis melihat semua pohon sawitnya

di babat habis perusahaan, di dalam aturan agama manapun saya rasa tidak

diajarkan berlaku zalim seperti itu,” ketusnya.

Untuk itu, iapun menuntut keadilan kepada pihak terkait agar

persoalan bisa terselesaikan, bahkan saat ini tak ada lagi harapan baginya

setelah sawit yang telah ditanam bertahun-tahun tak lagi bisa diharapkan

hasilnya setelah digusur habis oleh pihak perusahaan.

Sementara Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno mengaku

pihaknya sudah memiliki HGU lahan sejak tahun 2016 lalu, bahkan saat itu

diakuinya tidak ada tanam tumbuh masyarakat di HGU miliknya.

“Saat itu kami masih menunggu proses-proses yang ada baru di

tahun 2019 kami bisa mengerjakan lahan itu dan ternyata masyarakat ada membeli

lahan di bawah tangan tanpa pemberitahuan ke desa dan satlak,” katanya saat

kegiatan, Jumat (14/2/2020).

Ia melanjutkan, lantaran saat akan digarap perusahaan namun

sudah ada tanam tumbuh lahan di dalam HGU perusahaan maka dilakukan mediasi

kepada masyarakat oleh pihak desa untuk proses Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT)

yang dilakukan sejak bulan November, Desember hingga Januari 2020.

“Hasil mediasi disepakati pergantian tali asih yang

nominalnya memang benar Rp25 ribu perbatang dan sebagian masyarakat ada yang

telah terima, hanya saja untuk mediasi bulan Januari saat akan dibayar

masyarakat tidak mau nerima karena masyarakat masuk angin karena dikompori oleh

oknum,” katanya.

Ia menambahkan, saat mediasi disepakati sebelum perusahaan

menggarap lahan dilakukan pembersihan kiri kanan lahan supaya di lapangan

kondisi tidak semak dan lebih memudahkan, setelah itu baru dilakukan

pembayaran.

Namun saat ditanyakan soal pohon kelapa sawit warga yang

sama sekali tidak menerima tali asih dan pemberitahuan yang ikut digusur,

Suyitno membantah hal tersebut dan berkilah bahwa pohon-pohon sawit yang digusur

hanya milik warga yang telah menerima tali asih.

“Perobohan sejak Desember sampai saat ini masih dilakukan,

itu hanya yang tali asih sudah dibayar,” kilahnya.

Terkait, persoalan masyarakat yang telah mengurus sertifikat

hak milik ke BPN, diakuinya kalau masyarakat melakukan itu secara diam-diam ke

BPN.

“Harusnya BPN memberikan penjelasan ke masyarakat,”

tandasnya. (Adi LC)

Artikel Selanjutnya
Mums, Ingat 5 Hal Ini Ketika Bertengkar dengan Dads
Jumat, 14 Februari 2020
Artikel Sebelumnya
Terima Mandat Relawan, Pasangan Yasir Anshari-Budi Mateus Siap Maju Jalur Perseorangan
Jumat, 14 Februari 2020

Berita terkait