Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Sabtu, 15 Februari 2020 |
KalbarOnline, Ketapang – Ribuan batang sawit warga digusur paksa PT Hungarindo Persada. Ratusan hektar lahan perkebunan yang sudah ditanami kelapa sawit oleh warga empat desa di Kecamatan Sungai Melayu Rayak itu digusur oleh perusahaan yang juga bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit beberapa bulan terakhir tanpa adanya sosialisasi dan pergantian.
Satu di antara tokoh masyarakat Sungai Melayu Rayak, Karli
Kalotak menilai perusahaan telah berbuat semena-mena terhadap masyarakat dengan
menggusur ribuan bahkan mungkin puluhan ribu pohon kelapa sawit milik
masyarakat. Padahal menurutnya masyarakat telah bersusah payah mengangkat
kehidupan mereka dengan membeli lahan dan menanam sawit.
“Tapi kenyataannya perusahaan yakni PT Hungarindo Persada
secara tiba-tiba main gusur dan robohkan pohon sawit milik masyarakat,”
katanya, Jumat (14/2/2020).
Kalotak sapaan akrabnya, menyebut kalau penggusuran dan
perobohan terhadap kebun kelapa sawit milik ratusan kepala keluarga di SP 1, 2,
6 dan 8 sudah dilakukan perusahaan sekitar empat bulan terakhir telah mencapai
luasan sekitar kurang lebih 300 hektar.
“Dan ini akan terus bertambah karena sampai saat ini
perusahaan masih terus melakukan perobohan terhadap sawit-sawit warga,”
ungkapnya.
Menurut Kalotak perusahaan berdalih, penggusuran yang telah
dilakukan terhadap lahan perkebunan warga karena masuk dalam HGU perusahaan.
Namun, hasil pengecekan pihaknya bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia
(Apkasindo) dan Pemkab Ketapang diketahui HGU perusahaan belum ada.
“Padahal warga membeli tanah sudah ada yang sejak tahun 2010
dan mulai menanam ada yang sejak tahun 2013 lalu, bahkan sebagian sudah
mengurus sertifikat hak milik (SHM) yang ada saat ini sedang diproses oleh BPN,
kalau memang masuk HGU perusahaan kenapa BPN memproses pengurusan sertifikat
warga terbukti dengan adanya bukti pembayaran yang dilakukan warga ke BPN,” tukasnya.
Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah kabupaten, provinsi
hingga pusat untuk dapat peduli dan membantu masyarakat yang saat ini telah
dirampas hak-haknya oleh perusahaan begitu saja, terlebih setelah persoalan ini
perusahaan bersedia mengganti rugi pohon masyarakat hanya dengan nominal Rp25
ribu perbatang.
“Kepada pemkab, pemprov, pemerintah pusat bahkan Pak Jokowi
tolonglah masyarakat kami, jangan biarkan rakyat yang susah semakin susah
dengan perlakukan perusahaan yang semena-mena ini, sebagian masyarakat menerima
karena terpaksa ganti rugi yang hanya Rp25 ribu perbatang, ini sungguh ironis,”
harapnya.
Sementara satu di antara warga Desa Sungai Melayu Baru,
Kecamatan Sungai Melayu Rayak yang mengalami penggusuran, Sudarnoto (56)
mengatakan kalau dirinya tak dapat menahan tangis ketika mengetahui ratusan
batang pohon sawit milik anaknya telah digusur oleh pihak perusahaan.
“Punya anak saya ada 5 hektar lahan yang sudah ditanami 800
batang sawit sejak beberapa tahun lalu, tapi sekarang semua habis digusur
perusahaan tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, anaknya harus menabung bertahun-tahun untuk
bisa membeli lahan dan menanam pohon sawit tersebut, bahkan saat ini lahan
telah diproses pembuatan sertifikat hak milik di Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Ketapang dari surat keterangan tanah (SKT) yang sebelumnya didapat saat
membeli lahan tersebut.
“Anak saya sampai nangis-nangis melihat semua pohon sawitnya
di babat habis perusahaan, di dalam aturan agama manapun saya rasa tidak
diajarkan berlaku zalim seperti itu,” ketusnya.
Untuk itu, iapun menuntut keadilan kepada pihak terkait agar
persoalan bisa terselesaikan, bahkan saat ini tak ada lagi harapan baginya
setelah sawit yang telah ditanam bertahun-tahun tak lagi bisa diharapkan
hasilnya setelah digusur habis oleh pihak perusahaan.
Sementara Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno mengaku
pihaknya sudah memiliki HGU lahan sejak tahun 2016 lalu, bahkan saat itu
diakuinya tidak ada tanam tumbuh masyarakat di HGU miliknya.
“Saat itu kami masih menunggu proses-proses yang ada baru di
tahun 2019 kami bisa mengerjakan lahan itu dan ternyata masyarakat ada membeli
lahan di bawah tangan tanpa pemberitahuan ke desa dan satlak,” katanya saat
kegiatan, Jumat (14/2/2020).
Ia melanjutkan, lantaran saat akan digarap perusahaan namun
sudah ada tanam tumbuh lahan di dalam HGU perusahaan maka dilakukan mediasi
kepada masyarakat oleh pihak desa untuk proses Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT)
yang dilakukan sejak bulan November, Desember hingga Januari 2020.
“Hasil mediasi disepakati pergantian tali asih yang
nominalnya memang benar Rp25 ribu perbatang dan sebagian masyarakat ada yang
telah terima, hanya saja untuk mediasi bulan Januari saat akan dibayar
masyarakat tidak mau nerima karena masyarakat masuk angin karena dikompori oleh
oknum,” katanya.
Ia menambahkan, saat mediasi disepakati sebelum perusahaan
menggarap lahan dilakukan pembersihan kiri kanan lahan supaya di lapangan
kondisi tidak semak dan lebih memudahkan, setelah itu baru dilakukan
pembayaran.
Namun saat ditanyakan soal pohon kelapa sawit warga yang
sama sekali tidak menerima tali asih dan pemberitahuan yang ikut digusur,
Suyitno membantah hal tersebut dan berkilah bahwa pohon-pohon sawit yang digusur
hanya milik warga yang telah menerima tali asih.
“Perobohan sejak Desember sampai saat ini masih dilakukan,
itu hanya yang tali asih sudah dibayar,” kilahnya.
Terkait, persoalan masyarakat yang telah mengurus sertifikat
hak milik ke BPN, diakuinya kalau masyarakat melakukan itu secara diam-diam ke
BPN.
“Harusnya BPN memberikan penjelasan ke masyarakat,”
tandasnya. (Adi LC)
KalbarOnline, Ketapang – Ribuan batang sawit warga digusur paksa PT Hungarindo Persada. Ratusan hektar lahan perkebunan yang sudah ditanami kelapa sawit oleh warga empat desa di Kecamatan Sungai Melayu Rayak itu digusur oleh perusahaan yang juga bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit beberapa bulan terakhir tanpa adanya sosialisasi dan pergantian.
Satu di antara tokoh masyarakat Sungai Melayu Rayak, Karli
Kalotak menilai perusahaan telah berbuat semena-mena terhadap masyarakat dengan
menggusur ribuan bahkan mungkin puluhan ribu pohon kelapa sawit milik
masyarakat. Padahal menurutnya masyarakat telah bersusah payah mengangkat
kehidupan mereka dengan membeli lahan dan menanam sawit.
“Tapi kenyataannya perusahaan yakni PT Hungarindo Persada
secara tiba-tiba main gusur dan robohkan pohon sawit milik masyarakat,”
katanya, Jumat (14/2/2020).
Kalotak sapaan akrabnya, menyebut kalau penggusuran dan
perobohan terhadap kebun kelapa sawit milik ratusan kepala keluarga di SP 1, 2,
6 dan 8 sudah dilakukan perusahaan sekitar empat bulan terakhir telah mencapai
luasan sekitar kurang lebih 300 hektar.
“Dan ini akan terus bertambah karena sampai saat ini
perusahaan masih terus melakukan perobohan terhadap sawit-sawit warga,”
ungkapnya.
Menurut Kalotak perusahaan berdalih, penggusuran yang telah
dilakukan terhadap lahan perkebunan warga karena masuk dalam HGU perusahaan.
Namun, hasil pengecekan pihaknya bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia
(Apkasindo) dan Pemkab Ketapang diketahui HGU perusahaan belum ada.
“Padahal warga membeli tanah sudah ada yang sejak tahun 2010
dan mulai menanam ada yang sejak tahun 2013 lalu, bahkan sebagian sudah
mengurus sertifikat hak milik (SHM) yang ada saat ini sedang diproses oleh BPN,
kalau memang masuk HGU perusahaan kenapa BPN memproses pengurusan sertifikat
warga terbukti dengan adanya bukti pembayaran yang dilakukan warga ke BPN,” tukasnya.
Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah kabupaten, provinsi
hingga pusat untuk dapat peduli dan membantu masyarakat yang saat ini telah
dirampas hak-haknya oleh perusahaan begitu saja, terlebih setelah persoalan ini
perusahaan bersedia mengganti rugi pohon masyarakat hanya dengan nominal Rp25
ribu perbatang.
“Kepada pemkab, pemprov, pemerintah pusat bahkan Pak Jokowi
tolonglah masyarakat kami, jangan biarkan rakyat yang susah semakin susah
dengan perlakukan perusahaan yang semena-mena ini, sebagian masyarakat menerima
karena terpaksa ganti rugi yang hanya Rp25 ribu perbatang, ini sungguh ironis,”
harapnya.
Sementara satu di antara warga Desa Sungai Melayu Baru,
Kecamatan Sungai Melayu Rayak yang mengalami penggusuran, Sudarnoto (56)
mengatakan kalau dirinya tak dapat menahan tangis ketika mengetahui ratusan
batang pohon sawit milik anaknya telah digusur oleh pihak perusahaan.
“Punya anak saya ada 5 hektar lahan yang sudah ditanami 800
batang sawit sejak beberapa tahun lalu, tapi sekarang semua habis digusur
perusahaan tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, anaknya harus menabung bertahun-tahun untuk
bisa membeli lahan dan menanam pohon sawit tersebut, bahkan saat ini lahan
telah diproses pembuatan sertifikat hak milik di Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Ketapang dari surat keterangan tanah (SKT) yang sebelumnya didapat saat
membeli lahan tersebut.
“Anak saya sampai nangis-nangis melihat semua pohon sawitnya
di babat habis perusahaan, di dalam aturan agama manapun saya rasa tidak
diajarkan berlaku zalim seperti itu,” ketusnya.
Untuk itu, iapun menuntut keadilan kepada pihak terkait agar
persoalan bisa terselesaikan, bahkan saat ini tak ada lagi harapan baginya
setelah sawit yang telah ditanam bertahun-tahun tak lagi bisa diharapkan
hasilnya setelah digusur habis oleh pihak perusahaan.
Sementara Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno mengaku
pihaknya sudah memiliki HGU lahan sejak tahun 2016 lalu, bahkan saat itu
diakuinya tidak ada tanam tumbuh masyarakat di HGU miliknya.
“Saat itu kami masih menunggu proses-proses yang ada baru di
tahun 2019 kami bisa mengerjakan lahan itu dan ternyata masyarakat ada membeli
lahan di bawah tangan tanpa pemberitahuan ke desa dan satlak,” katanya saat
kegiatan, Jumat (14/2/2020).
Ia melanjutkan, lantaran saat akan digarap perusahaan namun
sudah ada tanam tumbuh lahan di dalam HGU perusahaan maka dilakukan mediasi
kepada masyarakat oleh pihak desa untuk proses Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT)
yang dilakukan sejak bulan November, Desember hingga Januari 2020.
“Hasil mediasi disepakati pergantian tali asih yang
nominalnya memang benar Rp25 ribu perbatang dan sebagian masyarakat ada yang
telah terima, hanya saja untuk mediasi bulan Januari saat akan dibayar
masyarakat tidak mau nerima karena masyarakat masuk angin karena dikompori oleh
oknum,” katanya.
Ia menambahkan, saat mediasi disepakati sebelum perusahaan
menggarap lahan dilakukan pembersihan kiri kanan lahan supaya di lapangan
kondisi tidak semak dan lebih memudahkan, setelah itu baru dilakukan
pembayaran.
Namun saat ditanyakan soal pohon kelapa sawit warga yang
sama sekali tidak menerima tali asih dan pemberitahuan yang ikut digusur,
Suyitno membantah hal tersebut dan berkilah bahwa pohon-pohon sawit yang digusur
hanya milik warga yang telah menerima tali asih.
“Perobohan sejak Desember sampai saat ini masih dilakukan,
itu hanya yang tali asih sudah dibayar,” kilahnya.
Terkait, persoalan masyarakat yang telah mengurus sertifikat
hak milik ke BPN, diakuinya kalau masyarakat melakukan itu secara diam-diam ke
BPN.
“Harusnya BPN memberikan penjelasan ke masyarakat,”
tandasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini