Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 16 Februari 2020 |
KalbarOnline, Ketapang - PT Hungarindo Persada dinilai bohongi publik. Hal ini menyusul adanya penggusuran atau perobohan ribuan batang kelapa sawit milik masyarakat di Kecamatan Sungai Melayu Rayak tanpa adanya ganti rugi. Di mana, pihak perusahaan mengklaim meiliki Hak Guna Usaha (HGU) di lokasi tersebut sejak tahun 2016 silam. Hal itu diketahui setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang menegaskan bahwa PT Hungarindo Persada belum meiliki HGU bahkan sampai saat ini belum mendaftarkan kadastral ke BPN untuk penerbitan HGU.
Sebelumnya, Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno saat
dikonfirmasi mengaku bahwa pihaknya telah memiliki HGU sejak tahun 2016 bahkan
saat itu diakuinya tidak ada tanam tumbuh masyarakat di HGU miliknya. Bahkan
Suyitno menegaskan bahwa lahan masyarakat masuk ke dalam HGU perusahaan.
“HGU kita sudah terbit sejak tahun 2016,” ungkapnya, Jumat
(14/2/2020).
Sementara saat dikonfirmasi, Kasi Infrastruktur Pertanahan
Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang, Suyanto mengaku, PT Hungarindo
Persada belum mengantongi HGU.
“Perusahaan itu baru mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP)
dengan nomor 1454/DMPTSP-D.B/2017 tanggal 16 November 2017,” katanya, Minggu
(16/2/2020).
Tak hanya belum mengantongi HGU, lanjut Suyanto, anak
perusahaan BGA Grup tersebut juga belum melakukan pendaftaran kadastral kepada
BPN sebagai salah satu syarat untuk penerbitan HGU.
“HGU tidak akan keluar jika tidak didaftarkan dan tidak
melalui proses kadastral,” jelasnya.
Ia menambahkan, penerbitan HGU juga harus melalui beberapa
tahapan mulai dari informasi lahan, izin lokasi, perusahaan melakukan
sosialisasi dan perolehan lahan melalui ganti rugi, dan lain sebagainya.
Termasuk pemeriksaan panitia B dan sidang panitia B yang melobatkan semua
komponen dan jika semua tahapan tidak ada masalah baru dibuat pengantar ke
Pemerintah pusat untuk penerbitan SK pemberian hak dan lahirlah HGU ini.
“Jadi prosesnya itu panjang dan harus clear and clean,” terangnya.
Terkait, IUP perusahaan ia mengaku bahwa hal tersebut
kewenangan pemerintah untuk mengeluarkan izinnya sehingga untuk lebih jelas
dirinya menyarankan untuk mengklarifikasi ke Dinas Perkebunan, namun ia
menerangkan jika didalam lokasi izin terdapat tanah masyarakat yang sudah
terbit hak atau belum terbit hak (sertifikat) itu tidak menjadi masalah,
lantaran perolehan tanah bisa berasal dari tanah negara yang belum dilengkapi
hak, atau tanah negara yang sudah berstatus hak dan dilepaskan pemegang hak
kepada badan hukum yang mengantongi IUP, sehingga jika masyarakat memiliki hak
atas tanah yang masuk dalam IUP, maka lahan tersebut masih milik masyarakat dan
masyarakat boleh melepaskan lahan tersebut atau tidak.
“Jika masyarakat tidak bersedia dilepas maka lahan
masyarakat harus dikeluarkan dari IUP atau enklave, nanti tinggal kesepakatan
tapi kesepakatan tidak bisa memaksa, yang jelas kalau tidak diselesaikan tidak
bisa diproses penerbitan HGU,” jelasnya.
Mengenai pengajuan sertifikat oleh masyarakat yang belum
terbit sampai saat ini, ia mengaku hal tersebut lantaran adanya beberapa
masalah seperti kelengkapan gambar ukur yang saat itu belum lengkap serta
adanya overlaping dengan perusahaan.
“Sebelumnya kita tidak tahu ada persoalan ini, namun setelah
turun kelapangan untuk proses penggambadan menuju peta bidang diketahui adanya
masalah ini,” tandasnya. (Adi LC)
KalbarOnline, Ketapang - PT Hungarindo Persada dinilai bohongi publik. Hal ini menyusul adanya penggusuran atau perobohan ribuan batang kelapa sawit milik masyarakat di Kecamatan Sungai Melayu Rayak tanpa adanya ganti rugi. Di mana, pihak perusahaan mengklaim meiliki Hak Guna Usaha (HGU) di lokasi tersebut sejak tahun 2016 silam. Hal itu diketahui setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang menegaskan bahwa PT Hungarindo Persada belum meiliki HGU bahkan sampai saat ini belum mendaftarkan kadastral ke BPN untuk penerbitan HGU.
Sebelumnya, Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno saat
dikonfirmasi mengaku bahwa pihaknya telah memiliki HGU sejak tahun 2016 bahkan
saat itu diakuinya tidak ada tanam tumbuh masyarakat di HGU miliknya. Bahkan
Suyitno menegaskan bahwa lahan masyarakat masuk ke dalam HGU perusahaan.
“HGU kita sudah terbit sejak tahun 2016,” ungkapnya, Jumat
(14/2/2020).
Sementara saat dikonfirmasi, Kasi Infrastruktur Pertanahan
Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang, Suyanto mengaku, PT Hungarindo
Persada belum mengantongi HGU.
“Perusahaan itu baru mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP)
dengan nomor 1454/DMPTSP-D.B/2017 tanggal 16 November 2017,” katanya, Minggu
(16/2/2020).
Tak hanya belum mengantongi HGU, lanjut Suyanto, anak
perusahaan BGA Grup tersebut juga belum melakukan pendaftaran kadastral kepada
BPN sebagai salah satu syarat untuk penerbitan HGU.
“HGU tidak akan keluar jika tidak didaftarkan dan tidak
melalui proses kadastral,” jelasnya.
Ia menambahkan, penerbitan HGU juga harus melalui beberapa
tahapan mulai dari informasi lahan, izin lokasi, perusahaan melakukan
sosialisasi dan perolehan lahan melalui ganti rugi, dan lain sebagainya.
Termasuk pemeriksaan panitia B dan sidang panitia B yang melobatkan semua
komponen dan jika semua tahapan tidak ada masalah baru dibuat pengantar ke
Pemerintah pusat untuk penerbitan SK pemberian hak dan lahirlah HGU ini.
“Jadi prosesnya itu panjang dan harus clear and clean,” terangnya.
Terkait, IUP perusahaan ia mengaku bahwa hal tersebut
kewenangan pemerintah untuk mengeluarkan izinnya sehingga untuk lebih jelas
dirinya menyarankan untuk mengklarifikasi ke Dinas Perkebunan, namun ia
menerangkan jika didalam lokasi izin terdapat tanah masyarakat yang sudah
terbit hak atau belum terbit hak (sertifikat) itu tidak menjadi masalah,
lantaran perolehan tanah bisa berasal dari tanah negara yang belum dilengkapi
hak, atau tanah negara yang sudah berstatus hak dan dilepaskan pemegang hak
kepada badan hukum yang mengantongi IUP, sehingga jika masyarakat memiliki hak
atas tanah yang masuk dalam IUP, maka lahan tersebut masih milik masyarakat dan
masyarakat boleh melepaskan lahan tersebut atau tidak.
“Jika masyarakat tidak bersedia dilepas maka lahan
masyarakat harus dikeluarkan dari IUP atau enklave, nanti tinggal kesepakatan
tapi kesepakatan tidak bisa memaksa, yang jelas kalau tidak diselesaikan tidak
bisa diproses penerbitan HGU,” jelasnya.
Mengenai pengajuan sertifikat oleh masyarakat yang belum
terbit sampai saat ini, ia mengaku hal tersebut lantaran adanya beberapa
masalah seperti kelengkapan gambar ukur yang saat itu belum lengkap serta
adanya overlaping dengan perusahaan.
“Sebelumnya kita tidak tahu ada persoalan ini, namun setelah
turun kelapangan untuk proses penggambadan menuju peta bidang diketahui adanya
masalah ini,” tandasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini