KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mempertanyakan konsep dari kampus merdeka dan merdeka belajar yang merupakan kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Terlepas dari hal itu, Midji turut memberikan catatan sekaligus menyentil Nadiem, di mana untuk menyukseskan program tersebut, ditegaskan Midji, diperlukan infrastruktur yang lengkap sebagai penungjang. Terlebih lagi, kata dia, konsep dari program tersebut masih meraba-raba.
“Program yang dicanangkan menteri sekarang ini harusnya didukung oleh infrastruktur yang baik kalau tidak percuma saja. Harusnya menteri benahi semua infrastruktur pendidikan. Pendidikan vokasi di SMK sudah bagus, tapi SMK harusnya sudah mempunyai profesionalisme dasar,” ujarnya saat diwawancarai usai menghadiri Dies Natalis ke-VI Tahun 2020 IKIP PGRI Pontianak di Aula IKIP PGRI Pontianak, Jumat (28/2/2020).
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu secara gamblang menyampaikan bahwa di Kalbar sendiri masih banyak terdapat SMK yang tidak memiliki laboratorium, bengkel kerja yang baik termasuk peralatan praktek. Hal itu seakan menjadi pertanyaan, apakah bisa masuk dalam kategori profesionalisme dasar atau tidak.
“Coba saja lihat, cari mana ada SMK yang lab-nya lengkap, bengkel kerjanya lengkap dan peralatan prakteknya lengkap,” tukasnya.
Di Kalbar sendiri, kata Midji, memiliki program untuk mengejar lamanya rata-rata lama sekolah sebagai upaya memperbaiki indeks pembangunan manusia (IPM). Di mana IPM Kalbar masih berada di posisi 30 dari 34 provinsi karena rata-rata lama sekolah masih berada di angka 7,12 tahun. Untuk mengatasi itu, pihaknya menggencarkan program paket atau pendidikan kesetaraan berupa Paket C atau sebagainya.
“Saya berharap ke depannya sudah ada pusat sertifikasi yang mengarah kepada penilaian tingkat keprofesionalan dasar. Itu yang harus dilakukan mudah-mudahan ke depannya yang ditonjolkan itu adalah karya inovasi mengajar untuk memperbaiki proses belajar mengajar itu yang harus dilakukan,” jelasnya.
Kaitan dengan desa mandiri, Midji menyatakan bahwa pihaknya akan berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk menjadi tenaga pendidik di desa-desa.
“Jadi mahasiswa nanti untuk dua sampai tiga semester melakukan praktek di desa mandiri,” tandasnya.
Sementara Rektor IKIP PGIR Pontianak, Rustam mengaku belum mendapatkan konsep dari Mendikbud secara detail. Namun, lanjut dia, IKIP PGRI Pontianak sudah mengantongi semacam Surat Keputusan Menteri terkait dengan kampus merdeka termasuk juklak dan juknisnya.
Dirinya mengaku tidak mengalami masalah dengan adanya kebijakan itu, karena pelaksanaan kampus merdeka sudah dilaksanakan pihaknya jauh hari sebelumnya, tinggal berbenah diri untuk melengkapi sarana prasarana serta fasilitas lainnya.
“Artinya tinggal kami berbenah diri untuk melengkapi sarana prasarana dan fasilitas pendukung. Walaupun saat ini kita sudah berusaha maksimal termasuk internet sudah mumpuni kemudian melengkapi alat-alat laboratorium dan bekerjasama secara resmi karena sertifikat profesional ini harus bekerjasama dengan lembaga-lembaga resmi yang ditunjuk oleh organisasi yang memang diakui baik secara nasional bahkan secara internasional,” tukasnya.
“Jadi mahasiswa begitu mereka keluar kita sudah siapkan surat pendamping ijazah. Nah inilah keprofesionalan yang nanti bisa mereka jajakan ke instansi pemerintah dan industri swasta. Sehingga begitu melihat surat pendamping ijazah artinya mereka sudah mempunyai sertifikat lisensi yang diakui secara nasional. Selain itu kita juga sudah mengarahkan baik dosen maupun mahasiswa bekerjasama untuk ada desa binaan di bawah naungan IKIP PGRI karena kita tahu di bawah 14 kabupaten/kota ini lebih banyak di desanya,” tandasnya. (Fai)
Comment