KalbarOnline.com – Seiring mewabahnya virus corona, tingkat hunian atau pengunjung hotel terus menurun. Kondisi ini membuat perusahaan mengambil keputusan untuk merumahkan karyawannya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia(PHRI) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, keputusan untuk mulai merumahkan karyawan perhotelan bukan murni pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut dia, ada tiga jenis kategori karyawan yakni harian, karyawan kontrak, dan karyawan tetap. Untuk daily worker atau pekerja harian, saat ini tidak dipakai. Sementara sebagian karyawan kontrak maupun karyawan tetap memang sudah mulai dirumahkan. Langkah ini dilakukan demi menjaga cashflow atau arus kas dan menekan biaya operasional.
”Yang karyawan kontrak dan permanen seperti di Bali, itu mereka masuknya giliran. Karena perusahaan harus jaga cashflow. Sekarang perusahaan coba menurunkan 50% biaya tenaga kerja,” terangnya, melalui keterangannya, Jumat (13/3/2020).
Lebih lanjut Hariyadi menjelaskan, memotong biaya tenaga kerja dengan cara masuk bergantian juga terjadi pada restoran. Hanya, karyawan restoran relatif sedikit, tidak sebanyak karyawan hotel.
”Di hotel dan restoran mau tidak mau melalui cara bergantian, giliran masuknya, yang intinya adalah mengurangi beban jadi 50%. Paling tidak kita harus mencapai 30%. Sedangkan untuk pekerja lepas, yang harian, itu beda lagi,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Haryadi juga mengungkapkan akibat mewabahnya virus corona, industri perhotelan mengalami kerugian sekitar USD1,5 miliar atau setara dengan Rp21,5 triliun (kurs Rp 14.324).
Hal ini berdasarkan perhitungan dari turis China yang datang ke Indonesia mencapai 2 juta orang pada tahun lalu di mana spending per kali datang sebesar USD1.100. Disusul pembatalan dari negara lain dan domestik sehingga berdampak pada sektor pariwisata.
“Perkiraan kita, ambil separuhnya saja karena peak season China adalah Januari-Februari ketika Chinese New Year. Mulai awal Februari tidak ada pesawat China ke sini. Jadi kita baru asumsi separuhnya saja, itu baru USD1,1 miliar,” ujar Ketua Umum PHRI Hariyadi B Sukamdani di Jakarta kemarin.
Hariyadi melanjutkan, dari negara-negara yang membatalkan dan domestik yang tidak jadi bepergian diperkirakan mencapai USD400 juta. “Jadi, paling tidak USD1,5 miliar sudah terjadi di sektor pariwisata. Belum hitung sektor lainnya,” jelasnya.
Dia menuturkan, apabila ini terus berlanjut, maka akan berdampak lebih besar lagi terhadap sektor pariwisata. Ditambah lagi pameran wisata terbesar dunia, Internationale Tourismus-Börse (ITB) Berlin 2020 telah dibatalkan. Hal ini menjadi kerugian besar karena transaksi di ITB Berlin untuk mengisi liburan musim panas dari Mei sampai September.
“Dan jangan lupa bahwa USD1,5 miliar itu di industri perhotelan dan restoran, harus dihitung juga di supplier-nya. Supply chain untuk hotel saja sudah mencakup lebih dari 500 jenis untuk operasional sehari-hari. Itu juga termasuk UKM. Jadi ini tidak semudah yang dibayangkan dan bisa menghentikan kegiatan ekonomi kita,” tandasnya.[ab]
Comment