KalbarOnline.com – Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan peraturan pedoman pemidanaan tindak pidana korupsi. Aturan tersebut tertuang untuk Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dalam aturannya, hakim menjatuhkan besaran putusan kepada terdakwa berdasarkan tingkat kerugian negara, kesalahan, dampak dan keuntungan yang didapat dari korupsi.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengapresiasi adanya pedoman pemidanaan terhadap koruptor tersebut. Namun, Nawawi menyayangkan pedoman MA hanya terbatas pada pemidanaan terdakwa korupsi yang didakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
“Sayangnya (pedoman MA) masih terbatas pada patokan Pasal 2 dan Pasal 3,” ucap Nawawi dikonfirmasi, Kamis (6/8).
Dalam UU Tipikor, kata Nawawi, masih banyak pasal yang diatur untuk menjerat koruptor. Seperti Pasal 5 dan Pasal 12 yang kerap kali digunakan untuk mendakwa terdakwa penyuap dan penerima suap.
Sebelumnya, MA menetapkan peraturan pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur korupsi di atas Rp100 miliar dapat dipidana seumur hidup.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 itu, hakim harus mempertimbangkan kategori kerugian keuangan negara; tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan; rentang penjatuhan pidana; keadaan yang memberatkan atau meringankan; penjatuhan pidana serta ketentuan lain yang berkaitan dengan penjatuhan pidana.
Berkaitan dengan kategori keuangan, dalam mengadili perkara Pasal 2 UU Tipikor, kategori terbagi menjadi 4, yakni paling berat lebih dari Rp100 miliar, berat lebih dari Rp25 miliar sampai Rp100 miliar, sedang lebih dari Rp1 miliar sampai Rp25 miliar serta ringan Rp200 juta sampai Rp1miliar.
Sementara dalam mengadili Pasal 3, kategori kerugian keuangan negara terbagi menjadi 5, yakni paling berat lebih dari Rp100 miliar, berat lebih dari Rp25 miliar sampai Rp100 miliar, sedang lebih dari Rp1 miliar sampai Rp25 miliar, ringan Rp200 juta sampai Rp1miliar serta paling ringan sampai Rp200 juta.
Untuk kategori paling berat dengan kesalahan, dampak dan keuntungan tinggi, penjatuhan pidana adalah 16-20 tahun/seumur hidup dan denda Rp800 juta-Rp1 miliar. Apabila kategori paling berat dengan kesalahan, dampak dan keuntungan sedang hukumannya adalah 13-16 tahun dan denda Rp650-Rp800 juta.
Selanjutnya kategori paling berat dengan kesalahan, dampak dan keuntungan ringan hukumannya adalah 10-13 tahun dan denda Rp500-Rp650 juta. Hingga kategori paling ringan dengan kesalahan, dampak dan keuntungan ringan hukumannya adalah penjara 1-2 tahun dan denda Rp50-Rp100 juta.
Peraturan itu ditetapkan dengan pertimbangan penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa.
Comment