KalbarOnline.com – Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pandemi Covid-19 membuat sadar bahwa penting untuk mengurangi ketergantungan impor atas alat dan bahan baku kesehatan.
“Kita bisa bayangkan pada waktu awal, banyak sekali rapid test yang masuk, sebagian mungkin ada unsur bisnisnya, sebagian mungkin ada niat baiknya, tapi yang mungkin lebih penting, semuanya itu impor,” ungkap dia dalam HUT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ke-42 secara daring, Senin (24/8).
Seperti diketahui, pada saat pandemi masuk di Indonesia pada awal Maret lalu, hampir semua alat kesehatan di impor. Salah satunya reagen (PCR).
“Tidak hanya kebutuhan reagen, test kit-nya juga impor, belum lagi mesin PCR-nya. Ventilator demikian juga, ketika ada isu RS kekurangan ventilator, maka kita terpaksa impor. Jadi ujung-ujungnya adalah impor, impor, impor,” ungkapnya.
Hal itu kata dia, secara jujur menujukkan bahwa industri alat kesehatan serta bahan baku obat di Indonesia tidak didesain untuk kemandirian. Tidak untuk memenuhi penggunaan atau kebutuhan jangka panjang.
“Tidak didesain untuk bisa menjamin masyarakat indonesia yang sehat. Tapi, Alhamdulillah karena ada kemampuan untuk reverse engineering tersebut, maka ketergantungan impor yang tadinya hampir 100 persen, bisa kita kurangi,” ujarnya.
Dirinya juga mengaku bangga bahwa saat ini Indonesia sudah berhasil menciptakan alat rapid test buatan anak bangsa. Namun, ia menegaskan untuk terus mengembangkan alat kesehatan tersebut serta yang lainnya.
“Jadi ada unsur product development. Tidak hanya sekadar invensi tahap awal, mendapatkan paten, tapi ketika sudah menjadi produk, harus ada lanjutan, product development, yang basisnya adalah riset dan inovasi. Ini penting untuk daya saing, untuk mempertahankan daya saing tidak ada cara lain, product development harus jadi fokus utama,” ungkapnya. (*)
Comment