Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Rabu, 07 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Terdapat banyak jenis virus Korona yang dikenal dalam dunia medis. Beberapa di antaranya telah menjangkiti manusia. Berdasar peneletian, jika sudah sekali tertular tak ada jaminan tidak akan tertular lagi.
Virus Korona jenis baru saat ini yang disebut SARS-CoV-2, bisa membuat penderitanya kemungkinan terinfeksi kembali atau terpapar ulang. Sejumlah kasus infeksi ulang terjadi di Tiongkok dan Korea Selatan.
Dilansir dari Science Alert, Rabu (7/10), para peneliti telah mempelajari empat spesies virus Korona musiman ini selama 35 tahun terakhir. Dan peneliti menemukan bahwa infeksi ulang sering terjadi, sekitar satu tahun setelah serangan pertama. Meski hal itu belum tentu terkait dengan pandemi global saat ini, namun gambaran itu bukan pertanda baik untuk harapan kekebalan jangka panjang pada suatu populasi.
Dengan menganalisis 513 sampel serum yang dikumpulkan sejak 1980-an dari 10 pria sehat yang tinggal di Amsterdam, para peneliti menemukan beberapa lonjakan antibodi yang terkait dengan virus Korona. Masing-masing lonjakan ini ditafsirkan sebagai infeksi ulang, dan untuk keempat virus korona musiman yang diteliti termasuk HCoV-NL63, HCoV-229E, HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1. Tim peneliti bahkan menemukan 3 hingga 17 kali infeksi per pasien.
Beberapa infeksi ulang yang jarang muncul paling cepat enam bulan setelah infeksi awal. Akan tetapi lebih sering, mereka kembali sekitar setahun setelahnya menunjukkan bahwa kekebalan hanya bertahan singkat.
Sampai saat ini, hanya ada sedikit kasus infeksi ulang Covid-19 yang dikonfirmasi. Namun, tetapi peneliti menilai masih terlalu dini untuk mengatakan berapa lama kekebalan yang didapat terhadap SARS-CoV-2 dapat bertahan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kekebalan untuk banyak infeksi virus Korona tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga berumur pendek. Terlebih lagi, penulis mengatakan infeksi ulang mungkin merupakan fitur umum dari semua virus Korona yang menjangkiti manusia.
Penelitian dilakukan pada sampel kecil peserta, sehingga diperlukan studi kohort yang lebih besar. Meski demikian, penelitian ini memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh penelitian lain.
“Studi serologis kami unik karena menghindari bias pengambilan sampel dari studi epidemiologi sebelumnya berdasarkan protokol pengujian berbasis gejala,” tulis para peneliti dari Laboratory of Experimental Virology, Department of Medical Microbiology and Infection Prevention, Amsterdam Infection & Immunity Institute, Amsterdam UMC, University of Amsterdam, Belanda.
Sebaliknya, pasien dites secara teratur, beberapa kali dalam setahun selama beberapa dekade, bahkan saat mereka merasa sehat. Ini penting karena banyak infeksi virus Korona dapat tetap asimtomatik atau tanpa gejala yang berarti kita bisa tak sadar infeksi ulang.
Penelitian terbaru, khususnya pada SARS-CoV-2, menunjukkan bahwa tingkat antibodi spesifik mulai menurun dalam 2 bulan pertama setelah infeksi, terutama setelah kasus ringan (yang dialami kebanyakan orang). Penelitian dilakukan berdasarkan sampel darah, yang dikumpulkan setiap 3 bulan sebelum 1989 dan setiap 6 bulan setelahnya. Menunjukkan sebagian besar infeksi virus Korona di Amsterdam terjadi pada musim dingin.
“Dalam penelitian kami bulan Juni, Juli, Agustus, dan September menunjukkan prevalensi infeksi terendah untuk keempat virus korona musiman,” tulis para penulis yang menduga prevalensi yang lebih tinggi di musim dingin di negara-negara beriklim sedang.
Ini serupa dengan penelitian tentang virus Korona manusia lainnya, yang menunjukkan tingkat infeksi melambat di musim panas. Namun, apakah SARS-CoV-2 mengikuti tren yang sama dengan virus Korona lainnya? Belum ada penelitian lebih lanjut.
Dalam laman CDC AS, sejauh ini tercatat ada empat virus Korona alfa yang sudah menyerang manusia yaitu HCoV-229E, HCoV-NL63, HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1. Sementara untuk virus Korona beta sudah ada tiga yang diidentifikasi yakni SARS, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2.
Virus Korona alfa tidak seganas virus Korona beta. Virus Korona alfa menyebabkan penyakit saluran pernapasan bagian atas ringan hingga sedang, seperti flu biasa. Sedangkan SARS, MERS, dan SARS-CoV-2 merupakan virus Korona beta yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan bawah seperti pneumonia atau bronkitis.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Terdapat banyak jenis virus Korona yang dikenal dalam dunia medis. Beberapa di antaranya telah menjangkiti manusia. Berdasar peneletian, jika sudah sekali tertular tak ada jaminan tidak akan tertular lagi.
Virus Korona jenis baru saat ini yang disebut SARS-CoV-2, bisa membuat penderitanya kemungkinan terinfeksi kembali atau terpapar ulang. Sejumlah kasus infeksi ulang terjadi di Tiongkok dan Korea Selatan.
Dilansir dari Science Alert, Rabu (7/10), para peneliti telah mempelajari empat spesies virus Korona musiman ini selama 35 tahun terakhir. Dan peneliti menemukan bahwa infeksi ulang sering terjadi, sekitar satu tahun setelah serangan pertama. Meski hal itu belum tentu terkait dengan pandemi global saat ini, namun gambaran itu bukan pertanda baik untuk harapan kekebalan jangka panjang pada suatu populasi.
Dengan menganalisis 513 sampel serum yang dikumpulkan sejak 1980-an dari 10 pria sehat yang tinggal di Amsterdam, para peneliti menemukan beberapa lonjakan antibodi yang terkait dengan virus Korona. Masing-masing lonjakan ini ditafsirkan sebagai infeksi ulang, dan untuk keempat virus korona musiman yang diteliti termasuk HCoV-NL63, HCoV-229E, HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1. Tim peneliti bahkan menemukan 3 hingga 17 kali infeksi per pasien.
Beberapa infeksi ulang yang jarang muncul paling cepat enam bulan setelah infeksi awal. Akan tetapi lebih sering, mereka kembali sekitar setahun setelahnya menunjukkan bahwa kekebalan hanya bertahan singkat.
Sampai saat ini, hanya ada sedikit kasus infeksi ulang Covid-19 yang dikonfirmasi. Namun, tetapi peneliti menilai masih terlalu dini untuk mengatakan berapa lama kekebalan yang didapat terhadap SARS-CoV-2 dapat bertahan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kekebalan untuk banyak infeksi virus Korona tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga berumur pendek. Terlebih lagi, penulis mengatakan infeksi ulang mungkin merupakan fitur umum dari semua virus Korona yang menjangkiti manusia.
Penelitian dilakukan pada sampel kecil peserta, sehingga diperlukan studi kohort yang lebih besar. Meski demikian, penelitian ini memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh penelitian lain.
“Studi serologis kami unik karena menghindari bias pengambilan sampel dari studi epidemiologi sebelumnya berdasarkan protokol pengujian berbasis gejala,” tulis para peneliti dari Laboratory of Experimental Virology, Department of Medical Microbiology and Infection Prevention, Amsterdam Infection & Immunity Institute, Amsterdam UMC, University of Amsterdam, Belanda.
Sebaliknya, pasien dites secara teratur, beberapa kali dalam setahun selama beberapa dekade, bahkan saat mereka merasa sehat. Ini penting karena banyak infeksi virus Korona dapat tetap asimtomatik atau tanpa gejala yang berarti kita bisa tak sadar infeksi ulang.
Penelitian terbaru, khususnya pada SARS-CoV-2, menunjukkan bahwa tingkat antibodi spesifik mulai menurun dalam 2 bulan pertama setelah infeksi, terutama setelah kasus ringan (yang dialami kebanyakan orang). Penelitian dilakukan berdasarkan sampel darah, yang dikumpulkan setiap 3 bulan sebelum 1989 dan setiap 6 bulan setelahnya. Menunjukkan sebagian besar infeksi virus Korona di Amsterdam terjadi pada musim dingin.
“Dalam penelitian kami bulan Juni, Juli, Agustus, dan September menunjukkan prevalensi infeksi terendah untuk keempat virus korona musiman,” tulis para penulis yang menduga prevalensi yang lebih tinggi di musim dingin di negara-negara beriklim sedang.
Ini serupa dengan penelitian tentang virus Korona manusia lainnya, yang menunjukkan tingkat infeksi melambat di musim panas. Namun, apakah SARS-CoV-2 mengikuti tren yang sama dengan virus Korona lainnya? Belum ada penelitian lebih lanjut.
Dalam laman CDC AS, sejauh ini tercatat ada empat virus Korona alfa yang sudah menyerang manusia yaitu HCoV-229E, HCoV-NL63, HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1. Sementara untuk virus Korona beta sudah ada tiga yang diidentifikasi yakni SARS, MERS-CoV, dan SARS-CoV-2.
Virus Korona alfa tidak seganas virus Korona beta. Virus Korona alfa menyebabkan penyakit saluran pernapasan bagian atas ringan hingga sedang, seperti flu biasa. Sedangkan SARS, MERS, dan SARS-CoV-2 merupakan virus Korona beta yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan bawah seperti pneumonia atau bronkitis.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini