Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 11 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat ini menilai DPR dan partai politik (parpol) tengah mengalami krisis besar, krisis kepercayaan yang sangat luar biasa pasca pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu, sehingga menimbulkan aksi penolakan serentak dan menimbulkan kericuhan dimana-mana.
“Kita tidak tahu Anggota DPR ini bekerja untuk rakyat atau kepentingan lain. Ini adalah krisis besar partai politik, krisis besar dalam lembaga perwakilan. Kita tidak mengetahui madzab atau falsafah dibelakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba kita tahu sudah disahkan jadi undang-undang,” kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020).
Menurut Fahri, kasus Omnibus Law yang sekarang ramai dibicarakan sebagai puncak dari sistem perwakilan, apakah lembaga perwakilan tersebut wujud kedaulatan rakyat, atau sebaliknya perwakilan kepentingan parpol atau kepentingan lain.
“Di buku saya terakhir, buku putih yang membahas dilema ‘Daulat Partai Politik dan versus Daulat Rakyat, sudah saya tulis secara terang karena saya mengalami sendiri soal krisis partai politik dan krisis lembaga perwakilan itu, ” ungkap Fahri.
Karena itu, Fahri mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pro kontra soal UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, baik yang menolak maupun mendukung UU tersebut, semuanya dikendalikan oleh ketua umum parpol yang melakukan ‘deal-deal politik’ dan mengambil untung dari peristiwa ini.
“Makanya saya tidak mau terjebak dengan kemarahan. Baik yang mengklaim dirinya bersama rakyat maupun tidak bersama rakyat, itu semua orang-orangnya dikendalikan oleh partai politik, tidak dikendalikan oleh aspirasi rakyat. Partai politik yang sedang mengambil untung dari peristiwa ini,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.
Jadi apabila parpol yang tiba-tiba ada di pihak rakyat atau yang tadinya mendukung dan diujungnya menolak, menurut Fahri, semua juga dikendalikan parpolnya masing-masing, bukan murni aspirasi rakyat, karena mempertimbangkan ‘untung-rugi’ dari sebuah peristiwa politik.
“Independensi Anggota DPR atau kedaulatan rakyat, sudah tidak ada lagi digantikan wakil parpol. Ketum, waketum, sekjen, bedum sangat powerfull sekali, tinggal telepon kalau ada transaksi. Sehingga konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan oleh partai politik. Ini seperti lingkaran setan,” katanya.
Mata rantai Lingkaran setan ini, lanjut Fahri, harus diputus dan dihentikan, karena parpol telah mengangkangi pejabat publik, mengendalikan Anggota DPR dan juga Presiden. Ia menilai parpol telah melakukan kegiatan subversif terhadap kedaulatan rakyat.
“Kendali parpol bukan hanya di legislatif, tapi juga di eksekutif. Walikota, bupati, gubernur, bahkan juga presiden ditekan. Ini semua harus dihentikan, tidak ada lagi yang harus menjadi petugas partai. Partai politik harus menjadi thinktank atau pemikir, memberikan kontribusi pada pikiran bangsa, bukan mengendalikan wayang-wayang politik yang dipilih oleh rakyat,” tandasnya.Fahri menilai kasus Omnibus Law Cipta Kerja ini bisa menjadi yurisprudensi bagi rakyat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan guna memutus mata rantai lingkaran setan kekuatan parpol di legislatif dan eksekutif.
“Lingkaran setan ini harus diputus dan dihentikan, semua yang menjadi petugas partai harus dihentikan. Yurisprudensinya kita ciptakan melalui gugatan ke pengadilan, kewenangan parpol sudah terlalu besar. Saya sedih melihat DPR dan pemerintah terlalu cepat membohongi rakyat, sehingga Omnibus Law ditolak rakyat dimana-mana,” pungkas Fahri. [ind]
KalbarOnline.com – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat ini menilai DPR dan partai politik (parpol) tengah mengalami krisis besar, krisis kepercayaan yang sangat luar biasa pasca pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu, sehingga menimbulkan aksi penolakan serentak dan menimbulkan kericuhan dimana-mana.
“Kita tidak tahu Anggota DPR ini bekerja untuk rakyat atau kepentingan lain. Ini adalah krisis besar partai politik, krisis besar dalam lembaga perwakilan. Kita tidak mengetahui madzab atau falsafah dibelakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba kita tahu sudah disahkan jadi undang-undang,” kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020).
Menurut Fahri, kasus Omnibus Law yang sekarang ramai dibicarakan sebagai puncak dari sistem perwakilan, apakah lembaga perwakilan tersebut wujud kedaulatan rakyat, atau sebaliknya perwakilan kepentingan parpol atau kepentingan lain.
“Di buku saya terakhir, buku putih yang membahas dilema ‘Daulat Partai Politik dan versus Daulat Rakyat, sudah saya tulis secara terang karena saya mengalami sendiri soal krisis partai politik dan krisis lembaga perwakilan itu, ” ungkap Fahri.
Karena itu, Fahri mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pro kontra soal UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, baik yang menolak maupun mendukung UU tersebut, semuanya dikendalikan oleh ketua umum parpol yang melakukan ‘deal-deal politik’ dan mengambil untung dari peristiwa ini.
“Makanya saya tidak mau terjebak dengan kemarahan. Baik yang mengklaim dirinya bersama rakyat maupun tidak bersama rakyat, itu semua orang-orangnya dikendalikan oleh partai politik, tidak dikendalikan oleh aspirasi rakyat. Partai politik yang sedang mengambil untung dari peristiwa ini,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.
Jadi apabila parpol yang tiba-tiba ada di pihak rakyat atau yang tadinya mendukung dan diujungnya menolak, menurut Fahri, semua juga dikendalikan parpolnya masing-masing, bukan murni aspirasi rakyat, karena mempertimbangkan ‘untung-rugi’ dari sebuah peristiwa politik.
“Independensi Anggota DPR atau kedaulatan rakyat, sudah tidak ada lagi digantikan wakil parpol. Ketum, waketum, sekjen, bedum sangat powerfull sekali, tinggal telepon kalau ada transaksi. Sehingga konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan oleh partai politik. Ini seperti lingkaran setan,” katanya.
Mata rantai Lingkaran setan ini, lanjut Fahri, harus diputus dan dihentikan, karena parpol telah mengangkangi pejabat publik, mengendalikan Anggota DPR dan juga Presiden. Ia menilai parpol telah melakukan kegiatan subversif terhadap kedaulatan rakyat.
“Kendali parpol bukan hanya di legislatif, tapi juga di eksekutif. Walikota, bupati, gubernur, bahkan juga presiden ditekan. Ini semua harus dihentikan, tidak ada lagi yang harus menjadi petugas partai. Partai politik harus menjadi thinktank atau pemikir, memberikan kontribusi pada pikiran bangsa, bukan mengendalikan wayang-wayang politik yang dipilih oleh rakyat,” tandasnya.Fahri menilai kasus Omnibus Law Cipta Kerja ini bisa menjadi yurisprudensi bagi rakyat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan guna memutus mata rantai lingkaran setan kekuatan parpol di legislatif dan eksekutif.
“Lingkaran setan ini harus diputus dan dihentikan, semua yang menjadi petugas partai harus dihentikan. Yurisprudensinya kita ciptakan melalui gugatan ke pengadilan, kewenangan parpol sudah terlalu besar. Saya sedih melihat DPR dan pemerintah terlalu cepat membohongi rakyat, sehingga Omnibus Law ditolak rakyat dimana-mana,” pungkas Fahri. [ind]
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini