Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Kamis, 15 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid memberikan paparan mengapa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. HNW menuturkan, konsep awal Omnibus Law mengandung banyak kemudharatan.
Selain itu pada draf awal, ada banyak konten yang bertentangan dengan UUD NRI 1945. Seperti, ketentuan Pasal 170, atau ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan putusan MK. Sekalipun ada yang bisa dikoreksi, tetapi tetap saja banyak masalah dalam RUU tersebut.
Masalah lain UU ini, kata HNW, termasuk ketidakpastian hukum akibat banyaknya pasal yang menyerahkan sepenuhnya pengaturan kepada aturan turunan, seperti Peraturan Pemerintah (PP), sehingga menimbulkan masalah hierarki. Aturan ini pun sampai sekarang tidak jelas bagaimana bunyinya. Akibatnya, tujuan awal Omnibus Law yang seharusnya menyederhanakan aturan perundangan malah membuat semuanya makin rumit.
Belum lagi, lanjut HNW, pembahasan dan pengesahannya yang terburu-buru. Hal membuat pihaknya khawatir akan banyaknya ketentuan yang diputuskan dengan cara yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat maupun kesesuaian dengan aturan hukum yang ada.
HNW juga melihat beberapa persoalan lain, seperti dari sisi pengagendaan rapat paripurna yang awalnya diagendakan pada 8 Oktober 2020, lalu dimajukan menjadi pada 5 Oktober 2020. Lalu, ada perubahan jumlah halaman final RUU setelah persetujuan di rapat paripurna, dari 905 halaman menjadi 812 halaman, dengan berbagai penambahan frasa dan ketentuan hukum baru.
“Jadi sangat wajar UU yang kontroversial ini perlu terus dikritisi. Bahkan karena banyaknya masalah dan penolakan publik, Presiden Jokowi diminta untuk menerbitkan Perppu guna mencabut UU Ciptater tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan, penolakan PKS terhadap Omnibus Law merupakan aspirasi dari umat yang telah disampaikan oleh ormas-ormas Islam. Seperti, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah (dan tentunya Aisyiyah juga), Nahdlatul Ulama, Konggres Umat Islam ke VII, dan Serikat-Serikat Pekerja.
“Ini sesungguhnya juga aspirasi perjuangan banyak Ormas, yang kami sampaikan dan perjuangkan di DPR,” tukasnya.
Selain itu, HNW juga sepakat dengan aspirasi soal perlu adanya pengusutan terhadap kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi penolakan RUU Ciptaker itu.
“Beragam tindakan kekerasan, termasuk yang dialami oleh tenaga medis Muhammadiyah dan juga penangkapan sejumlah aktivis, memang harus dikritisi, dikoreksi, dan tak boleh diulangi lagi. Pengusutan terhadap mereka yang melakukan tindakan anarki dengan pelemparan batu, pembakaran fasilitas-fasilitas umum, perlu juga diusut tegas dan tuntas,” ungkapnya.
KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid memberikan paparan mengapa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. HNW menuturkan, konsep awal Omnibus Law mengandung banyak kemudharatan.
Selain itu pada draf awal, ada banyak konten yang bertentangan dengan UUD NRI 1945. Seperti, ketentuan Pasal 170, atau ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan putusan MK. Sekalipun ada yang bisa dikoreksi, tetapi tetap saja banyak masalah dalam RUU tersebut.
Masalah lain UU ini, kata HNW, termasuk ketidakpastian hukum akibat banyaknya pasal yang menyerahkan sepenuhnya pengaturan kepada aturan turunan, seperti Peraturan Pemerintah (PP), sehingga menimbulkan masalah hierarki. Aturan ini pun sampai sekarang tidak jelas bagaimana bunyinya. Akibatnya, tujuan awal Omnibus Law yang seharusnya menyederhanakan aturan perundangan malah membuat semuanya makin rumit.
Belum lagi, lanjut HNW, pembahasan dan pengesahannya yang terburu-buru. Hal membuat pihaknya khawatir akan banyaknya ketentuan yang diputuskan dengan cara yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat maupun kesesuaian dengan aturan hukum yang ada.
HNW juga melihat beberapa persoalan lain, seperti dari sisi pengagendaan rapat paripurna yang awalnya diagendakan pada 8 Oktober 2020, lalu dimajukan menjadi pada 5 Oktober 2020. Lalu, ada perubahan jumlah halaman final RUU setelah persetujuan di rapat paripurna, dari 905 halaman menjadi 812 halaman, dengan berbagai penambahan frasa dan ketentuan hukum baru.
“Jadi sangat wajar UU yang kontroversial ini perlu terus dikritisi. Bahkan karena banyaknya masalah dan penolakan publik, Presiden Jokowi diminta untuk menerbitkan Perppu guna mencabut UU Ciptater tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan, penolakan PKS terhadap Omnibus Law merupakan aspirasi dari umat yang telah disampaikan oleh ormas-ormas Islam. Seperti, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah (dan tentunya Aisyiyah juga), Nahdlatul Ulama, Konggres Umat Islam ke VII, dan Serikat-Serikat Pekerja.
“Ini sesungguhnya juga aspirasi perjuangan banyak Ormas, yang kami sampaikan dan perjuangkan di DPR,” tukasnya.
Selain itu, HNW juga sepakat dengan aspirasi soal perlu adanya pengusutan terhadap kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi penolakan RUU Ciptaker itu.
“Beragam tindakan kekerasan, termasuk yang dialami oleh tenaga medis Muhammadiyah dan juga penangkapan sejumlah aktivis, memang harus dikritisi, dikoreksi, dan tak boleh diulangi lagi. Pengusutan terhadap mereka yang melakukan tindakan anarki dengan pelemparan batu, pembakaran fasilitas-fasilitas umum, perlu juga diusut tegas dan tuntas,” ungkapnya.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini