Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Minggu, 04 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Penyidik senior KPK Novel Baswedan turut angkat bicara terkait rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, produk legislasi itu yang pembahasannya dipaksakan itu kental nuansa koruptif.
“Besar kemungkinan praktik memaksakan begini ada korupsi di dalamnya,” kata Novel dalam keterangannya, Minggu (4/10).
Sebab hal ini, kata Novel, tidak jauh berbeda seperti pembahasan revisi Undang-Undang KPK. Menurutnya, di lembaga antikorupsi tempatnya bekerja dan berjuang itu kini sulit untuk bergerak di tengah masifnya praktik korupsi.
“Seperti KPK yang diamputasi, di tengah korupsi yang makin jadi. Pemberantasan korupsi dianggap musuh yang tidak disukai,” sesal Novel.
Sebelumnya, rapat kerja Badan Legaslasi (Baleg) DPR dengan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja untuk dijadikan Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna pada Kamis (8/10). Sebanyak tujuh fraksi di Baleg DPR menyepakati untuk mengesahkan Omnibus Law itu menjadi UU.
Namun, langkah itu justru mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Dua fraksi di DPR yang menyatakan menolak pengesahan ini adalah PKS dan Partai Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan menyatakan, RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19. Menurutnya, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.
“RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini,” ucap Ossy dalam keterangannya, Minggu (4/10).
“Tidak bijak jika kita memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru,” sambungnya.
Menurut Ossy, Omnibus Law di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Bahkan berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita. Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan.
“Saya pikir ini justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan,” pungkas Ossy.
KalbarOnline.com – Penyidik senior KPK Novel Baswedan turut angkat bicara terkait rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, produk legislasi itu yang pembahasannya dipaksakan itu kental nuansa koruptif.
“Besar kemungkinan praktik memaksakan begini ada korupsi di dalamnya,” kata Novel dalam keterangannya, Minggu (4/10).
Sebab hal ini, kata Novel, tidak jauh berbeda seperti pembahasan revisi Undang-Undang KPK. Menurutnya, di lembaga antikorupsi tempatnya bekerja dan berjuang itu kini sulit untuk bergerak di tengah masifnya praktik korupsi.
“Seperti KPK yang diamputasi, di tengah korupsi yang makin jadi. Pemberantasan korupsi dianggap musuh yang tidak disukai,” sesal Novel.
Sebelumnya, rapat kerja Badan Legaslasi (Baleg) DPR dengan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja untuk dijadikan Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna pada Kamis (8/10). Sebanyak tujuh fraksi di Baleg DPR menyepakati untuk mengesahkan Omnibus Law itu menjadi UU.
Namun, langkah itu justru mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Dua fraksi di DPR yang menyatakan menolak pengesahan ini adalah PKS dan Partai Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan menyatakan, RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19. Menurutnya, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.
“RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini,” ucap Ossy dalam keterangannya, Minggu (4/10).
“Tidak bijak jika kita memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru,” sambungnya.
Menurut Ossy, Omnibus Law di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Bahkan berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita. Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan.
“Saya pikir ini justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan,” pungkas Ossy.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini