Cerita Novel Soal Chef, Perusahaan Makanan dan Pemilik Modal Rakus

KalbarOnline.com- Pasca berlakunya UU KPK hasil revisi, praktis kini lembaga antirasuah itu pun lumpuh. Penindakan korupsi jalan di tempat, tanpa ada prestasi yang membanggakan. Namun hal itu, justru dibanggakan para pihak yang mengusung adanya revisi UU tersebut.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Melihat kondisi KPK yang kian terpuruk dari segi prestasi maupun citranya, penyidik senior lembaga antirasuah Novel Baswedan menganalogikan, jika KPK ibarat sebuah perusahaan yang di dalamnya terdapat beberapa chef dan tim juru masak dan para penyiap bahan-bahan, yang sehari-hari bekerja untuk menyajkan menu-menu terbaik. Namun, kini justru alat masak Chef dan tim nya diambil, sehingga tidka bisa bekerja lagi dengan baik.

“Suatu saat perusahaan membuat kebijakan untuk mengambil alat masak chef dan tim. Tidak ada lagi pisau, tidak ada alat-alat bantu utama yang biasa digunakan para chef dan timnya,” kata Novel dalam ceritanya kepada KalbarOnline.com, Sabtu (31/10).

Tak puas mengambil alat masak, kata Novel sang pemilik modal bahkan sengaja menempatkan beberapa orang sebagai ‘mata-mata’ untuk menggagalkan kerja para chef dan tim dalam menyajikan makanan terbaik. Di lain sisi, para pelanggan tetap menuntut penyajian menu terbaik.

Baca Juga :  KPK Periksa Politikus PDIP Ihsan Yunus Terkait Kasus Dugaan Korupsi Bansos Corona

“Para chef dan tim berpikir, mana mungkin bisa membuat steak yang enak tanpa alat potong daging yang tepat. Mana mungkin pula menyajikan makanan yang menarik tanpa peralatan yang baik,” jelas Novel.

Baca juga: DPR Setujui Permintaan Pimpinan KPK Minta Mobil Dinas Baru

Lebih lanjut, beberapa pelanggan dan mantan manajemen perusahaan membuat isu yang menuduh para chef sengaja melakukan boikot dengan tidak mau membuat dan menyajikan makanan terbaik.

“Sulit bagi para chef, bila memilih meninggalkan perusahaan, maka akan diikuti oleh tim dan para chef yang lain untuk ikut meninggalkan perusahaan. Walaupun beberapa orang chef sudah mengambil keputusan meninggalkan perusahaan atas berbagai pertimbangan,” papar Novel.

Dijelaskan Novel, dalam teori manajemen manapun, untuk membangun perusahaan makanan yang baik, tidak hanya butuh modal besar, tetapi juga memerlukan waktu, leadership dan komitmen yang kuat dari seluruh elemen perusahaan.

Para chef dan tim ini, menurutnya bukan ingin dipuji ketika bekerja, tidak penting itu. Mereka bekerja dengan senang hati, karena hobby dan punya komitmen untuk selalu menyajikan makanan yang terbaik semampunya. Bahkan banyak di antara mereka justru bangga ketika dapat menyajikan masakan yang sangat lezat tanpa perlu dikenal.

Baca Juga :  Tekan Penularan Covid-19, Doni: Disiplin Prokes itu Hal Mutlak

“Bagi para chef dan tim juga tidak pernah ambil pusing ketika kerja mereka dicela atau dihina, itu tidak penting pula, karena mereka mencintai hobinya. Tak jarang juga mereka terluka ketika bekerja, dan itu dianggap biasa saja. Mereka juga tampaknya tidak mempermasalahkan bahwa perusahaan sudah tidak memberikan dukungan dan peralatan memasak lagi,” tegas Novel.

Akhir-akhir ini, menurut Novel, para pelanggan sekarang sudah mulai terbiasa untuk tidak berharap mendapat makanan yang lezat. Barangkali sekarang memang sudah tidak musim lagi makanan-makanan dengan rasa dan sajian terbaik, pemilik modal dan pelanggan hanya perlu buah-buahan dan sayur-sayuran.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment