KalbarOnline.com – Manuver Presiden AS Donald Trump menjelang lengser dari Gedung Putih masih berlanjut. Setelah merombak isi Kementerian Pertahanan, dia mulai menjalankan agenda turunannya. Memulangkan tentara AS yang sedang bertugas di Timur Tengah.
Kabar tersebut dipastikan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan AS Chris Miller. Kepala baru Pentagon itu menyebutkan bahwa jumlah personel yang bersiaga di Afghanistan dan Iraq bakal dibatasi 2.500 jiwa saja. ”Langkah ini dilakukan untuk mengakhiri perang di dua negara secara bertanggung jawab dan membawa prajurit pulang,” ungkapnya menurut BBC.
- Baca juga: Trump Kalah di Pilpres AS, Presiden Brasil: Memangnya Sudah Selesai?
Saat ini total personel militer AS di Afghanistan mencapai 4.500 orang. Selain itu, ada 3.000 tentara AS di Iraq. Tahun lalu angka tentara di dua negara tersebut masih mencapai belasan ribu personel.
Penasihat keamanan nasional AS Robert O’Brien mengungkapkan, ribuan tentara itu akan dipulangkan pada 15 Januari 2021. Atau lima hari menjelang inaugurasi presiden baru AS. Dia menambahkan bahwa semua tentara bisa pulang pada Mei tahun depan.
”Seperti yang sudah dikatakan menteri pertahanan, tentara itu bakal bekerja untuk mengamankan kedutaan dan lembaga perwakilan AS lainnya,” paparnya kepada CNN.
Agenda Januari bisa jadi akan tetap berjalan. Namun, klaim O’Brien untuk agenda Mei belum tentu terwujud. Sebab, presiden terpilih Biden bakal menggantikan posisi Trump sebagai panglima tertinggi militer AS.
Hampir semua pentolan Republik dan Demokrat marah besar merespons keputusan tersebut. Tidak terkecuali Pemimpin Mayoritas Senat AS Mitch McConnell. Dia menyatakan bahwa keputusan sahabatnya itu salah besar.
”Kita sedang melindungi keamanan negara dari para teroris. Memulangkan tentara secara buru-buru hanya akan melukai sekutu dan membuat musuh kita senang,” katanya.
Satu-satunya politikus yang setuju justru datang dari Demokrat. Kepala Komite Militer Dewan Perwakilan Rakyat Adam Smith menuturkan bahwa sudah saatnya AS menutup operasi militer di dua negara tersebut. ”Setelah 20 tahun konflik senjata, saya rasa AS dan Afghanistan siap mengakhiri kekerasan ini,” ujarnya.
Dari sisi anggaran, operasi militer AS di luar negeri selama ini menyedot dana besar. Menurut Pentagon, pengeluaran militer di Afghanistan sejak Oktober 2001 hingga September 2019 mencapai USD 778 miliar (Rp 10,9 ribu triliun).
Namun, banyak pakar dan politikus yang menyebut bahwa upaya kontrol di negara-negara itu masih diperlukan. Mereka resah bahwa organisasi seperti Al Qaeda dan ISIS bakal kembali menggalang kekuatan ketika kekuatan AS berkurang.
Sementara itu, rencana Trump di sektor lain juga direalisasikan. Dia baru saja memecat Kepala Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) Christopher Krebs. Menurut dia, pejabat tinggi Kementerian Keamanan Dalam Negeri itu telah menyebarkan informasi tidak akurat. ”Saya memutuskan untuk segera memecatnya,” tegas Trump. Selama ini Krebs termasuk salah seorang pejabat yang paling vokal mengatakan bahwa tidak ada kecurangan sistemis di pemilu.
Comment