KalbarOnline.com – Yang terlibat dalam kasus pemaksaan pemakaian jilbab kepada siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar), memang sudah diminta untuk disanksi tegas. Tapi, langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim itu dinilai tidak cukup.
Kemendikbud didorong berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memeriksa aturan-aturan di daerah.
Dengan begitu, celah-celah yang berpotensi memunculkan persoalan intoleransi di lembaga pendidikan bisa ditutup.
Soal sanksi, Nadiem mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda). Dia meminta pemda segera memberikan sanksi tegas. ”Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan agar permasalahan ini jadi pelajaran bersama ke depan,” katanya dalam keterangan resmi kemarin (24/1).
Nadiem menyampaikan, sekolah sejatinya tidak boleh membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian khusus agama tertentu sebagai seragam sekolah. Apalagi bila itu tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik tersebut.
Hal itu tertuang jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Yakni, seragam khas sekolah diatur sekolah masing-masing dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Baca juga: Respons PGRI Soal Siswi Nonmuslim Dipaksa Pakai Jilbab
Dia melanjutkan, dengan berpedoman pada pasal 55 Undang-Undang 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, jelas disebutkan setiap anak berhak beribadah sesuai dengan agamanya. Kemudian, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas serta usianya di bawah bimbingan orang tua dan wali.
Hal tersebut juga dikuatkan pasal 4 ayat 1 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalamnya diamanatkan, pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultural, dan kemajemukan.
Dalam catatan Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), kasus intoleransi sebelumnya beberapa kali terjadi di berbagai daerah. Salah satunya pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere, Nusa Tenggara Timur, pada 2017.
”Kami menduga kasus seperti di Padang lebih banyak lagi terjadi di berbagai daerah di Indonesia,” ujar Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Z. Haeri.
Karena itu, selain harus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk memeriksa berbagai celah aturan di daerah, P2G meminta supaya Kemendikbud mendesak Itjen Kemendikbud untuk bekerja lebih optimal. Khususnya dalam mengawasi kebijakan dinas pendidikan dan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menyampaikan, kepala SMKN 2 Padang sudah meminta maaf karena merasa keliru dalam memahami dan melaksanakan instruksi wali kota Padang. ”PGRI berharap masyarakat menerima permintaan maaf tersebut,” katanya.
Ke depan, guru besar Universitas Negeri Jakarta itu meminta kepala daerah mempertimbangkan banyak aspek dalam membuat kebijakan tentang seragam. Termasuk menghormati latar belakang agama peserta didik.
”Kasus ini menjadi pelajaran bagi kepala sekolah dan guru,” tutur Unifah.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto menyebutkan, kepala Dinas Pendidikan Sumbar menegaskan bakal mengevaluasi aturan yang sifatnya diskriminatif. Tindakan tegas juga akan diambil terhadap aparat yang tidak mematuhi peraturan.
”Kami mendukung setiap langkah investigasi dan penuntasan persoalan ini secepat-cepatnya untuk memastikan kejadian yang sama tidak terulang, baik di sekolah yang bersangkutan maupun di daerah lain,” katanya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment