KalbarOnline.com – Hubungan Inggris dengan Uni Eropa (UE) pasca kesepakatan Brexit terancam memburuk. Masalah suplai vaksin yang diproduksi AstraZeneca menjadi penyebab. UE maupun Inggris meminta AstraZeneca memegang komitmennya sejak awal. Namun, perusahaan farmasi yang berbasis di Cambridge itu merasa tak mampu jika harus memenuhi keduanya dalam waktu bersamaan.
’’Sebanyak 27 anggota UE satu suara bahwa AstraZeneca harus memenuhi komitmennya sesuai perjanjian dengan kami,’’ tegas Komisioner Kesehatan UE Stella Kyriakides sebagaimana dikutip Agence France-Presse kemarin (28/1). Sejak awal Januari, Inggris resmi keluar dari UE.
Hal senada diungkapkan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson. Kepada Inggris, AstraZeneca berjanji mengirim dua juta dosis per pekan dari pabrik mereka di wilayah utara Wales. Pada Rabu (27/1), ancaman bom membuat produksi di pabrik tersebut terhenti selama beberapa jam. AstraZeneca memiliki empat pabrik, dua pabrik di Inggris dan dua pabrik lainnya di wilayah UE.
Baca juga: Kabar Baik, WHO Bakal Keluarkan Izin Darurat untuk 7 Vaksin Covid-19
Johnson yakin AstraZeneca akan merealisasikan kontrak dengan Inggris. Berkat AstraZeneca, Inggris menjadi salah satu negara yang program vaksinasinya paling cepat. Jika dirata-rata, angka vaksinasi mereka lima kali lipat lebih tinggi ketimbang rata-rata negara UE.
Kepada UE, AstraZeneca hanya mampu mengirim seperempat bagian dari suplai vaksin yang dijanjikan. Padahal, suplai dari Astra Zeneca bisa digunakan untuk mendongkrak angka vaksinasi. UE menargetkan 70 persen penduduknya divaksin sebelum Agustus.
Amarah UE kian memuncak karena CEO AstraZeneca Pascal Soriot dalam sebuah wawancara menegaskan bahwa perusahaannya memprioritaskan Inggris. Sebab, mereka membuat kontrak dengan Inggris tiga bulan lebih awal jika dibandingkan dengan UE. Soriot menyatakan bakal berusaha maksimal memenuhi suplai ke UE.
’’Kami menolak logika datang duluan dilayani duluan. Itu mungkin berlaku di toko daging, bukan di kontrak,’’ tegas Kyriakides.
UE dan AstraZeneca bertemu pada Rabu malam lalu untuk membahas hal tersebut. Pihak Astra Zeneca menjelaskan bahwa pertemuan itu menghasilkan kesepakatan yang konstruktif. Namun, Kyriakides justru menyatakan bahwa tidak ada kejelasan tentang pengiriman vaksin tersebut. Selain itu, tidak ada penjelasan soal menyusutnya produksi di pabrik di UE.
Terpisah, WHO tengah mencari tahu asal muasal penularan virus SARS-CoV-2. Tim mereka yang berada di Wuhan, Tiongkok, sudah selesai menjalani isolasi. Mereka akan memulai penelitian. Kemarin tim WHO tampak keluar dari hotel tempat isolasi, lengkap dengan memakai masker. Tidak diketahui lokasi mana saja yang bakal dituju lebih dulu.
Rencananya, tim itu mewawancarai penduduk yang sembuh dari Covid-19 dan pergi ke laboratorium di Wuhan. ’’Opini dunia terfokus pada (penelitian) ini. Kami sadar itu,’’ ujar ahli virus dari Belanda, Marion Koopmans, sebagaimana dikutip CNN.
WHO mendapatkan tekanan tersendiri terkait dengan pandemi ini. Pekan lalu Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response menuturkan bahwa WHO maupun Tiongkok seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan kuat agar penularan Covid-19 tidak meledak dan menjadi pandemi seperti saat ini.
Beberapa negara seperti AS dan Australia juga menuduh Tiongkok meremehkan tingkat keparahan wabah SARS-CoV-2 ketika kali pertama muncul. Tiongkok gagal mencegah dan memberikan respons yang efektif. Pejabat di Wuhan juga terbukti berusaha membungkam beberapa whistleblower dan menyembunyikan bukti bahwa virus itu bisa menular ke manusia.
Sementara itu, WHO mengeluarkan rekomendasi penggunaan vaksin Moderna bagi perempuan hamil. Mereka tidak divaksin lebih dulu, kecuali memiliki kemungkinan besar terpapar. Misalnya saja, pekerja medis yang tengah hamil. Rekomendasi serupa dikeluarkan sebelumnya untuk vaksin Pfizer.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment