Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Senin, 01 Februari 2021 |
KalbarOnline.com – Sejumlah keraguan pada program vaksinasi Covid-19 membuat herd immunity atau kekebalan kawanan sulit untuk dicapai. Padahal, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI biasanya hanya muncul jangka pendek secara lokal di tempat suntikan. Dan justru jika terjadi reaksi, artinya vaksin itu sedang bekerja membentuk imun pada tubuh.
Hal itu diungkapkan Associate Professor Lim Poh Lian, yang juga anggota komite ahli vaksinasi Covid-19 Singapura. Prof Lim yang juga direktur unit isolasi tingkat tinggi di NCID Singapura, mengatakan studi fase tiga vaksin Pfizer-BioNTech menemukan bahwa 14 persen relawan mengalami demam setelah suntikan, dan karenanya ada kemungkinan hal itu terjadi. Bahwa setidaknya 5 dari 40 orang akan mengalami demam setelah disuntik vaksin tersebut.
Kabar baiknya, pada pelaksanaannya di Singapura tidak ada dari penerima vaksin yang mengalami demam setelah divaksinasi. Hanya ada sekitar 40 persen dari kelompok tersebut mengalami sakit lengan di lokasi suntikan dan beberapa memiliki efek samping lain seperti kelelahan, yang berlangsung sekitar 24 hingga 36 jam.
“Efek samping ini adalah tanda bahwa tubuh meningkatkan respons imun terhadap vaksin,” kata Prof Lim seperti dilansir dari Straits Times, Minggu (31/1).
“Efek jangka panjang dari vaksin jarang terjadi,” imbuhnya.
Menurutnya, setiap orang tak perlu khawatir dan ragu dengan vaksin Covid-19. Justru lebih baik mempertimbangkan risiko mendapatkan vaksin daripada risiko terkena penyakit.
“Kami tahu bahwa ini masalah waktu sebelum semakin banyak orang terinfeksi, karena virus itu sendiri memiliki infeksi tanpa gejala,” sebutnya.
Desakan untuk vaksinasi terus didorong di tengah munculnya varian baru dari virus yang menyebabkan Covid-19. Para ahli di Singapura mendesak orang untuk tidak ragu-ragu mendapatkan vaksinasi.
“Vaksin yang ada bekerja melawan varian virus yang beredar di masyarakat, jadi orang harus terus melangkah untuk menerima vaksin,” kata Wakil ketua kelompok untuk pendidikan dan penelitian di National Healthcare Group dan anggota ahli komite vaksinasi Covid-19, Profesor Benjamin Seet.
“Semakin banyak orang yang divaksinasi, semakin banyak yang akan terlindungi dari varian saat ini dan kemungkinan varian baru juga,” katanya.
Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, mulai bermutasi setelah ditemukan. Varian baru yang pertama kali diidentifikasi di Inggris (B117), Brasil (P1) dan Afrika Selatan (B1351) tampaknya lebih menular. Dalam langkah pencegahan, pengembang vaksin bersiap untuk memodifikasi vaksin mereka terhadap varian ini.
“Jika virus terus bermutasi, mungkin ada kebutuhan akan vaksin generasi kedua atau penguat. Tapi masih terlalu dini untuk mengatakannya,” kata Prof Seet.
Untuk saat ini, vaksin yang ada tidak terpengaruh tetapi banyak orang tetap ragu untuk mendapatkannya. “Cukup banyak orang yang bertanya kepada saya tentang kecepatan pengembangan vaksin, dan mereka prihatin bahwa yang biasanya membutuhkan waktu lima sampai 10 tahun sekarang dikompresi menjadi hitungan bulan, namun ini adalah upaya global yang harus didukung,” kata Prof Seet.
Saksikan video menarik berikut ini
KalbarOnline.com – Sejumlah keraguan pada program vaksinasi Covid-19 membuat herd immunity atau kekebalan kawanan sulit untuk dicapai. Padahal, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI biasanya hanya muncul jangka pendek secara lokal di tempat suntikan. Dan justru jika terjadi reaksi, artinya vaksin itu sedang bekerja membentuk imun pada tubuh.
Hal itu diungkapkan Associate Professor Lim Poh Lian, yang juga anggota komite ahli vaksinasi Covid-19 Singapura. Prof Lim yang juga direktur unit isolasi tingkat tinggi di NCID Singapura, mengatakan studi fase tiga vaksin Pfizer-BioNTech menemukan bahwa 14 persen relawan mengalami demam setelah suntikan, dan karenanya ada kemungkinan hal itu terjadi. Bahwa setidaknya 5 dari 40 orang akan mengalami demam setelah disuntik vaksin tersebut.
Kabar baiknya, pada pelaksanaannya di Singapura tidak ada dari penerima vaksin yang mengalami demam setelah divaksinasi. Hanya ada sekitar 40 persen dari kelompok tersebut mengalami sakit lengan di lokasi suntikan dan beberapa memiliki efek samping lain seperti kelelahan, yang berlangsung sekitar 24 hingga 36 jam.
“Efek samping ini adalah tanda bahwa tubuh meningkatkan respons imun terhadap vaksin,” kata Prof Lim seperti dilansir dari Straits Times, Minggu (31/1).
“Efek jangka panjang dari vaksin jarang terjadi,” imbuhnya.
Menurutnya, setiap orang tak perlu khawatir dan ragu dengan vaksin Covid-19. Justru lebih baik mempertimbangkan risiko mendapatkan vaksin daripada risiko terkena penyakit.
“Kami tahu bahwa ini masalah waktu sebelum semakin banyak orang terinfeksi, karena virus itu sendiri memiliki infeksi tanpa gejala,” sebutnya.
Desakan untuk vaksinasi terus didorong di tengah munculnya varian baru dari virus yang menyebabkan Covid-19. Para ahli di Singapura mendesak orang untuk tidak ragu-ragu mendapatkan vaksinasi.
“Vaksin yang ada bekerja melawan varian virus yang beredar di masyarakat, jadi orang harus terus melangkah untuk menerima vaksin,” kata Wakil ketua kelompok untuk pendidikan dan penelitian di National Healthcare Group dan anggota ahli komite vaksinasi Covid-19, Profesor Benjamin Seet.
“Semakin banyak orang yang divaksinasi, semakin banyak yang akan terlindungi dari varian saat ini dan kemungkinan varian baru juga,” katanya.
Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, mulai bermutasi setelah ditemukan. Varian baru yang pertama kali diidentifikasi di Inggris (B117), Brasil (P1) dan Afrika Selatan (B1351) tampaknya lebih menular. Dalam langkah pencegahan, pengembang vaksin bersiap untuk memodifikasi vaksin mereka terhadap varian ini.
“Jika virus terus bermutasi, mungkin ada kebutuhan akan vaksin generasi kedua atau penguat. Tapi masih terlalu dini untuk mengatakannya,” kata Prof Seet.
Untuk saat ini, vaksin yang ada tidak terpengaruh tetapi banyak orang tetap ragu untuk mendapatkannya. “Cukup banyak orang yang bertanya kepada saya tentang kecepatan pengembangan vaksin, dan mereka prihatin bahwa yang biasanya membutuhkan waktu lima sampai 10 tahun sekarang dikompresi menjadi hitungan bulan, namun ini adalah upaya global yang harus didukung,” kata Prof Seet.
Saksikan video menarik berikut ini
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini