Ria Norsan Ajak Masyarakat Kalbar Maknai Perjuangan Pejuang Kalbar Sebagai Motivasi
Pimpin upacara Hari Berkabung Daerah 2021
KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggelar upacara Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalbar tahun 2021 yang digelar secara virtual di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Senin (28/6/2021). Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan didapuk sebagai inspektur upacara yang diikuti oleh Forkompinda Kalbar, Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Kalbar serta para ahli waris pejuang korban keganasan Jepang tahun 1942-1945.
HBD tahun ini mengusung tema “Dengan semangat Hari Berkabung Daerah, kita perkokoh persatuan dan kesatuan untuk tetap tegaknya NKRI dan menjaga agar tidak meluasnya wabah virus Covid-19”.
Menurut catatan sejarah, tahun 1942-1945 ketika pendudukan Jepang di Kalbar, telah terjadi peristiwa pembunuhan besar-besaran secara keji dan kejam oleh tentara penjajah Jepang terhadap tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, kaum cendikiawan dan para pejuang yang tidak berdosa pada tanggal 28 Rokugatsu 2604 atau tanggal 28 Juni 1944.
Berdasarkan data surat kabar Jepang yang terbit di Pontianak, Borneo Shinbun terbitan hari Sabtu tanggal 1 Sigatsu 2604 atau tanggal 1 Juli 1944, disebutkan sebanyak 21.037 jiwa korban pembunuhan massal yang dikuburkan di 10 Makam Juang Mandor.
Berdasarkan Perda Nomor 5/2007 tentang Peristiwa Mandor, setiap 28 Juni ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalbar, maka wajib dilaksanakan setiap tahunnya dengan kegiatan-kegiatan yang merenungkan dan memaknai kejuangan nasional tersebut dan mengibarkan bendera setengah tiang.
“Satu generasi kita dibantai oleh Jepang di Mandor, Kabupaten Landak. Kita hilang satu generasi,” ujar Ria Norsan saat diwawancarai usai memimpin upacara.
Mantan Bupati Mempawah dua periode ini berujar, seandainya satu generasi hebat itu tak terbunuh, maka di Pulau Kalimantan khususnya Provinsi Kalbar akan ada Sumber Daya Manusia (SDM) yang pintar-pintar semuanya.
“Yang terbunuh ada yang dokter, para cendikiawan dan Raja-raja. Umurnya juga usia emas. Tidak ada yang umurnya 80 tahun,” jelasnya.
Peringatan Hari Berkabung Daerah ini, kata dia, merupakan amanah dan konsekuensi dari ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5 tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor sebagai Hari Berkabung Daerah dan Makam Juang Mandor sebagai Monumen Daerah Kalimantan Barat.
Dengan ditetapkannya Perda tersebut, menunjukan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menaruh perhatian secara serius terhadap peristiwa ini, sekaligus juga sebagai salah satu cara untuk menghargai dan menghormati jasa para pejuang dan rakyat Kalimantan Barat yang gugur sebagai suhada dalam melawan pendudukan atau fasisme tentara Jepang di Bumi Kalbar.
“Saya berharap, apa yang telah kita lakukan dalam peringatan Hari Berkabung Daerah ini tidak hanya sekedar seremonial atau hanya sekedar pemenuhan formalitas saja. Peringatan ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi diri kita masing-masing untuk menghargai perjuangan para pahlawan kita dan dapat menjadikan motivasi dan inspirasi bagi kita agar berubah lebih maju guna mewujudkan masyarakat Kalimantan Barat yang beriman, sehat, cerdas, berbudaya dan sejahtera,” harapnya.
Lebih dari 76 tahun yang lalu tepatnya pada kurun waktu tatun 1942-1945, pada masa penjajahan Jepang di Indonesia khusunya di Provinsi Kalimantan Barat tentara Jepang telah melakukan keganasan yang luar biasa.
Pada masa penjajahan Jepang tersebut dan akibat genosida tentara Jepang, Provinsi Kalbar telah mengalami kehilangan satu generasi.
Beberapa data yang terangkum dari berbagai sumber menyebutkan bahwa jumlah korban akibat keganasan yang dilakukan oleh tentara Jepang mencapai kurang lebih 21.037 jiwa sungguh suatu angka yang fantastis. Dan merupakan peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang telah banyak mengakibatkan gugurnya korban jiwa dari berbagai elemen masyarakat khususnya masyarakat Kalimantan Barat.
Ria Norsan juga menekankan kepada penerus pembangunan Kalbar, utamanya kepada warga, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan masyarakat pada umumnya agar sejarah pembunuhan massal yang terjadi di Mandor merupakan sejarah perjuangan dari orang-orang tua dan saudara yang berjuang untuk menghapus penjajahan dari tanah Kalbar demi tegaknya NKRI.
“Dan karena itu, jangan kita sia-siakan,” ucapnya.
Para korban yang dibantai, disiksa dan dibunuh selama kurun waktu keberadaan Jepang di bumi Kalbar dilakukan berbagai cara, ada yang dipancung, ditembak, disiksa dan lain sebagainya. Korban berasal dari berbagai kalangan, berbagai usia dan etnis, ada tokoh masyarakat, para raja kerajaan di Kalbar, dokter, cendekiawan, wartawan, dan lainnya. Ada dari etnis Melayu, Dayak, Minahasa, Batak, Jawa, bahkan Tionghoa, serta etnis lainnya.
Peristiwa Mandor memberikan luka yang mendalam bagi sejarah perjuangan dan terlebih bagi keluarga korban dan masyarakat Kalbar yang telah merasakan kehilangan satu generasi terbaiknya. Peristiwa ini menjadi pengetahuan dan pembelajaran bagi kita dan anak cucu sebagai generasi penerus perjuangan dan penjaga NKRI.
“Kejadian ini hendaknya dapat menjadi jiwa semangat dalam perjuangan pembangunan Kalbar di masa yang akan datang. Hendaknya dapat memetik pelajaran terhadap peristiwa ini dan menjadikan peristiwa Mandor ini sebagai landasan mental yang kokoh kuat dalam menghadapi masalah yang membahayakan eksistensi republik ini,” pungkasnya.
Comment