KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota menyelaraskan program-program pembangunan dengan 3 indikator utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sebab menurut Sutarmidji, IPM Provinsi Kalbar merupakan akumulasi dari IPM Kabupaten/Kota. Sementara IPM Provinsi Kalbar hanya ditunjang oleh Kota Pontianak dan Kota Singkawang.
“Harusnya daerah itu melihat kenapa Pontianak dan Singkawang bisa. Padahal daerah-daerah lain bisa juga meningkatkan IPM-nya dengan baik,” kata Sutarmidji.
Orang nomor satu di Kalbar ini menyebut, tak tepat jika ada anggapan IPM Kota Pontianak tinggi karena semata-mata ibukota provinsi. Hal ini dibuktikan oleh Kota Singkawang yang bukan ibukota provinsi, tapi angka IPM di daerah itu tertinggi setelah Kota Pontianak.
“Mempawah itu bisa, Sintang (juga) bisa melakukan percepatan, dengan catatan data harus valid dulu. Kemudian program-program harus menunjang indikator, jangan indikatornya A tapi programnya B. Akhirnya tak nyambung,” kata Sutarmidji.
Seperti diketahui, ada 3 indikator utama Indeks Pembangunan Manusia yakni kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
- Beri Kontribusi Positif untuk Ekonomi Kalbar, Sutarmidji: CU Harus Terus Dibina dan Dijaga
- Sutarmidji Masuk 10 Tokoh Pemberdayaan Nasional 2021, Penyebabnya 7 Hal Ini
- Sutarmidji Dinobatkan Jadi Tokoh Pemberdayaan Nasional
Menurut Sutarmidji, jika program yang dibuat itu diselaraskan dengan indikator atau parameter ukur untuk meningkatkan IPM, maka persoalan yang selama ini dihadapi akan terselesaikan.
“Waktu Wali Kota dulu, saya lakukan itu. Sehingga ketika mengakhiri jabatan sebagai Wali Kota, IPM Pontianak itu sudah di angka 78. Harusnya sekarang sudah di atas 80,” kata Sutarmidji.
“Yang saya lakukan itu, membangun dengan menyelesaikan indikator IPM. Makanya banyak sekolah kita bangun, rumah sakit kita bangun, program kesehatan kita buat bagus. Insentif untuk kegiatan perekonomian kita berikan,” timpal Sutarmidji.
Oleh karena itu Sutarmidji mengingatkan agar Pemerintah Kabupaten dan Kota termasuk jajarannya di Pemerintah Provinsi agar menginput data-data yang riil. Tak boleh ada yang dimanipulasi.
“Data itu berikan apa adanya. Jangan sampai contoh misalnya kalau jalan dalam kondisi mantap hanya 52 persen kenapa kita bilang 86 persen. Kemudian angka harapan lama belajar 12,55 tahun, kenapa kita bilang 14 tahun. Itu tak perlu. Karena apa? Ketika data dimanipulatif, maka penilaian akhir bisa jadi alat uji. Itu yang salah,” kata Sutarmidji.
Sutarmidji mengaku selama ini telah mengingatkan kepala daerah untuk menjalankan pembangunan dengan indikator-indikator IPM. Diakui Sutarmidji, ada daerah yang menjalankan hal itu dengan baik, ada juga yang tidak. Padahal, porsi pembagian tugas antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota sudah jelas.
“Daerah yang menjalankan pembangunan dengan indikator menyelesaikan IPM, capaiannya pasti tinggi. Kalau misalnya mau sendiri-sendiri, itu gak akan selesai. Tidak ada pembangunan yang bisa diselesaikan sendiri, tetap (harus) sinergis. Pusat harus sinergis dengan daerah, provinsi harus sinergis dengan kabupaten. Kalau tidak, tidak akan selesai. Memangnya punya duit banyak?,” pungkas Sutarmidji.
Comment