KalbarOnline, Kapuas Hulu – Ribuan hektare tanaman kratom milik petani di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) diserang hama hingga gagal panen.
“Hama jenis ulat daun. Tidak sedikit tanaman kratom kami yang mati karena serangan hama tersebut,” kata Andhio, petani kratom di Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu, kemarin.
Dia menjelaskan, para petani sudah berusaha membasmi hama tersebut. Namun setiap kali disemprot pestisida, beberapa hari kemudian, ulat-ulat tersebut datang lagi.
“Tanaman kratom di tepi sungai sekitar 85 persen saat ini serang ulat, yakni mulai dari kecamatan Jongkong sampai ke Putussibau. Jika dihitung luasnya sekitar 35 ribuan hektare,” jelas Andhio.
Menurut dia, normalnya dalam satu bulan para petani bisa dua kali panen. Tetapi sudah dua bulan ini mereka belum bisa panen sama sekali karena serangan hama ulat tersebut.
“Kerugian kami bisa mencapai ratusan juta rupiah,” ungkap Andhio.
Saat ini, petani hanya bisa meliat daun kratom dimakan ulat. Sebenarnya para petani bisa mengatasi dengan pestisida secara rutin untuk membunuah ulat tersebut.
Namun mereka memilih untuk mengabaikannya, karena saat ini harga kratom anjlok, sehingga tidak sebanding dengan biaya untuk penyemprotan. “Kami kecewa dengan harga sekarang,” katanya.
Saat ini harga kratom yang sudah dalam bentuk remahan kering hanya sebesar Rp16 Ribu per kilogramnya atau jauh dibanding beberapa tahun lalu yang sempat tembus Rp40 ribuan per kilogramnnya.
Menurut Andhio, di masa normal atau tidak ada penyakitpun angka tersebut masih tergolong rendah.
“Satu kilogram kratom remahan itu merupakan penyusutan dari empat kilogram daun mentah dan belum lagi kami harus membayar upah untuk memanen dan menjemurnya. Jadi kami putuskan untuk stop dulu sementara,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar Rudyzar Zaidar Mochtar mengatakan, masalah kratom di perhuluan sudah terjadi sejak akhir tahun lalu, di mana sentra-sentara penghasil kratom diterjang bencana banjir besar yang mengakibatkan gagal panen, dan kerugian petani tersebut belanjut di awal tahun ini.
“Kali ini lantaran diserang hama ulat. Sementara bagi eksportir, langkanya kontainer membuat mereka terpaksa mengirim melalui parcel atau pos, sehingga biaya yang dikeluarkan sangat tinggi,” kata Rudyzar.
Dia menambahkan, anjloknya harga kratom juga disebabkan oleh persaingan tidak sehat diantara pemain kratom, sehingga harga kratom terus merosot dari bulan ke bulan sejak dua tahun ini.
“Karena dulu harganya menarik, maka semakin banyak orang membuka lahan untuk ditanam kratom, sedangkan pertumbuhan permintaan pasar luar negeri tidak berimbang dengan pasokan yang jauh melebihi permintaan, sehingga mendorong perang harga di tingkat hulu hingga eksportir,” ungkapnya.
Kadin Kalbar juga mendorong pemerintah untuk mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor.
Bahkan harga di Amerika Serikat pernah menyentuh 3 dolar AS per kilogram, dimana dulu satu kilogramnya bisa mencapai 40 dolar AS per kilogram.
Dia berharap ada aturan yang mengatur hal ini, untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom ini.
“Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor, supaya tertib dan teratur,” sebutnya.
Dia bahkan mendorong pemerintah daerah untuk memberlakukan pajak untuk industri kratom, sebagaimana ekspor komoditas lain.
“Dengan adanya pajak daerah ini, maka akan meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) dan dampaknya bagi para petani dan eksportir bisa meminta bantuan dari pemerintah bila terkena musibah hama seperti ini. Itu karena industri kratom ada kontribusi untuk daerah dan negara,” katanya.
Dia menambahkan, agar harga beli kratom pada petani tidak terjun bebas, maka harus ada andil dari pemerintah, salah satunya perlu adanya verifikasi eksportir agar produk yang dihasilkan higenis.(*)
Comment