KalbarOnline, Pontianak – Demi menggencarkan sosialisasi Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Provinsi Kalimantan Barat, menggandeng kader Posyandu di sejumlah kecamatan di Kota Pontianak, Kamis (30/06/2022). Program sosialisasi PMBA ini dilaksanakan selama 21 hari kedepan.
Sosialisasi PMBA bertujuan sebagai upaya untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat dalam pemberian makan anak. Sehingga tercipta suatu adaptasi kebiasaan baru dari pembelajaran PMBA yang diberikan oleh AIMI Kalbar. Dengan begitu, penuntasan dan keberhasilan program penanggulangan stunting di wilayah Kota Pontianak dapat segera terwujud.
Koordinator Program Kampung PMBA yang juga Ketua AIMI Kalbar, Aditya Galih Mastika menjelaskan, bahwa program sosialisasi PMBA ini mulai dijajaki AIMI Kalbar sejak tahun 2019 silam, sebagai upaya penanggulangan stunting, baik di wilayah Kalbar secara umum maupun di Kota Pontianak.
“Program pertama kali diluncurkan di wilayah Kecamatan Pontianak Selatan, AIMI Kalbar bekerjasama dengan UPT Puskesmas Pontianak Selatan menggandeng kader-kader posyandu di wilayah binaan puskesmas tersebut. Hasilnya, sudah ada 15 posyandu di wilayah UPT Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan yang menjadi partner kerja,” ujarnya.
Aditya melanjutkan, mulai pertengahan tahun 2022 ini, AIMI Kalbar kembali menggandeng dua UPT Puskesmas yakni Puskesmas Karya Mulya Kecamatan Pontianak Kota dan UPT Puskesmas Komyos di Kecamatan Pontianak Barat–dengan enam posyandu binaan dari dua puskesmas tersebut.
Lebih jauh, ia mengungkapkan, berdasar hasil penelitian tahun 2018, Indonesia termasuk salah satu dari 17 negara dari 117 negara dengan masalah gizi tinggi pada balita. Dalam penanggulangannya, 1000 hari pertama kehidupan menjadi periode emas, periode kritis serta periode sensitif masa tumbuh kembang manusia.
“Untuk itulah 1000 hari pertama kehidupan dimulai sejak hamil hingga usia 2 tahun dijadikan sebagai waktu terbaik untuk perbaikan,” terangnya.
Untuk penanganan masalah gizi sendiri, disampaikan Aditya, merupakan upaya lintas sektor untuk mengatasi penyebab langsung, tidak langsung, dan akar masalah melalui upaya intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
“AIMI Kalbar hadir dalam dua sektor tersebut sebagai penyeimbang. Melakukan gerakan intervensi spesifik melalui gerakan ASI eksklusif 0-6 bulan pertama, dan melanjutkan ASI hingga usia anak 2 tahun dengan kontribusi sekitar 30 persen masuk melalui pembukaan kelas-kelas edukasi dan sosialisasi kepada ibu muda serta keluarga untuk program ASI Eksklusif,” paparnya.
Kemudian untuk intervensi sensitif, AIMI Kalbar masuk dengan kontribusi lebih banyak lagi dengan melakukan kegiatan dan upaya-upaya nyata melalui pembentukan kampung PMBA di beberapa titik bekerjasama dengan kader posyandu setempat. Jika di total, sejak peluncuran pertama program sosialisasi PMBA ini, sudah ada 26 posyandu binaan AIMI Kalbar di tiga kecamatan.
“Melalui PMBA ini, AIMI Kalbar berharap kepada para kader-kader posyandu binaan mempunyai pengetahuan tentang ASI Eksklusif dan MP-ASI serta keterampilan pemantauan pertumbuhan dan keterampilan memberikan konseling,” ujar Aditya.
Ia menilai, peranan tenaga kader posyandu sangat besar terhadap keberhasilan PMBA, peningkatan pemberdayaan ibu, peningkatan dukungan anggota keluarga serta peningkatan kualitas makanan bayi dan anak yang akan meningkatkan status gizi balita.
“Untuk ibu yang ikut diharapkan memiliki pengetahuan tentang PMBA, agar mampu memberikan ASI Eksklusif dan menyiapkan MP-ASI yang sesuai di masing-masing keluarga,” katanya.
Sebelum terjun ke lapangan, para kader Posyandu, tambah Aditya, turut dibekali dengan pelatihan pemberian makan bayi dan anak selama tiga hari. Hal ini dilakukan untuk membekali mereka dengan pengetahuan, keterampilan dan alat untuk mendukung ibu, ayah dan pengasuh dalam meningkatkan praktik pemberian makan kepada bayi dan anak mereka secara optimal.
“Selama pelatihan materi yang diberikan berupa teori mengenai pemberian ASI dan MP-ASI, pemantauan dan pertumbuhan bayi dan balita,” katanya.
Acara pun nantinya dimulai dengan perkenalan, mengisi pohon kekhawatiran dan harapan, membuat kesepakatan dalam pelatihan, pretest dan postest, membuat anatomi payudara, latihan posisi menyusui yang baik, pentingnya ASI dan berbagai materi lainnya.
“Pada hari terakhir, dilakukan latihan konseling dan praktek secara langsung kepada warga yang memiliki bayi dan balita,” tutupnya. (Jau)
Comment