KalbarOnline, Pontianak – Kendati Mahkamah Agung (MA) pada April 2021 telah mengeluarkan amar putusan yang menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terhadap Klaim Asuransi Kapal Labroy 168, namun hingga hari ini ketiga terdakwa tersebut belum dieksekusi.
Ketiga terdakwa tersebut diantaranya yakni mantan Kepala Cabang Jasindo Pontianak, Thomas W, Kepala Divisi Klaim Asuransi Jasindo, Danang Saroso dan Direktur Teknik dan LN Jasindo, Ricky Tri Wahyudi.
“Hingga dengan saat ini, ketiga terdakwa tidak kunjung dieksekusi oleh kejaksaan, baik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak maupun Kejaksaan Tinggi Kalbar,” ujar Kuasa hukum PT Surya Bahtera Sejahtera (SBS), Herawan Utoro, Minggu (14/11/2022).
Oleh karenanya, pihak PT SBS pun kata Herawan, mendesak agar pihak berwenang, baik Kejari Pontianak dan Kejati Kalbar segera melakukan eksekusi terhadap putusan MA di atas, yakni dengan memenjarakan dan memberikan hukuman terkait ketiga terdakwa dimaksud.
“Sesungguhnya untuk mengeksekusi ketiga terdakwa tersebut Kajati Kalbar maupun Kajari Pontianak cukup hanya dengan satu jari. Cukup dengan menelpon penuntut umum untuk mengeksekusinya, apalagi ketiga terdakwa bekerja sebagai pejabat/pegawai BUMN Jasindo,” beber Herawan.
Hermawan menjelaskan, bahwa berdasarkan putusan MA pada April 2021, ketiga orang ini telah dijatuhi pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 200 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan serta terhadap ketiga terdakwa telah diperintahkan untuk ditahan.
Ia pun menguraikan, bahwasanya putusan MA tersebut sekaligus membatalkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak pada 10 Agustus 2020 yang menyatakan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, sekalipun tuntutan pidana penuntut umum dikabulkan oleh MA, namun ternyata faktanya, hingga saat ini Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak tidak memerintahkan penuntut umum untuk segera mengeksekusi ketiga putusan kasasi tersebut,” ucapnya.
“Untuk diketahui, bahwa kami dari kuasa hukum pemilik kapal, terus mengawasi perkara ini. Dan perlu diketahui bahwa ketiga terdakwa tersebut belum menjalani pidana penjara dan pidana denda serta pidana pengganti yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Kasasi,” timpal Herawan lagu.
Ia pun lantas menyindir “semboyan” Kajati Kalbar, Masyhudi yang kerap dimuat di media-media massa baik cetak maupun online, bahwa pihak Kejati Kalbar menyatakan sikap tegas, pasti dan tidak kendor dalam penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan, tidak ada tempat aman bagi pelaku kejahatan dan buronan dan lain sebagainya. Namun faktanya itu tidak terjadi dalam kasus ini.
“Janji Kajati Kalbar cukup meyakinkan, namun tidak faktual,” tegas Herawan.
Tak hanya itu, Herawan menuding, tidak tereksekusinya ketiga terdakwa berdasarkan ketiga putusan kasasi tersebut, seolah telah memberi keistimewaan terhadap ketiga terdakwa itu. Perlakuan istimewa itu adalah dengan diberikannya kesempatan untuk tidak menjalani pidana penjara, pidana denda, pidana pengganti yang dijatuhkan dalam ketiga putusan kasasi tersebut.
“Ini mungkin baru pertama kali terjadi di Kalbar, hal ini mengingatkan kita pada kasus Djoko Tjandra,” ucap Herawan.
Pihaknya menduga, sangat mungkin jika Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak belum menerbitkan surat perintah pelaksanaan putusan ketiga putusan kasasi kepada penuntut umum, sehingga penuntut umum tidak dapat segera mengeksekusinya, bahkan mungkin ketiga terdakwa juga tidak segera dimasukan dalam DPO atas perkara korupsi yang ditanganinya, sehingga Tim Tangkap Buron Kejati Kalbar tidak bisa segera melakukan penangkapan terhadap ketiga terdakwa.
Keistimewaan Mengajukan PK
Herawan Utoro menjelaskan, kalau sebelumnya penuntut umum telah diperintahkan segera melaksanakan eksekusi putusan kasasi perkara terdakwa Sudianto yakni eksekusi terhadap barang bukti, dimana penuntut umum telah menyerahkan uang pembayaran klaim asuransi atas tenggelamnya Kapal Tongkang Labroy 168 sebesar Rp 4.762.500.000,00 (empat miliar tujuh ratus enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) kepada terdakwa Sudianto.
Ia menerangkan, putusan perkara terdakwa Sudianto ini diputus Majelis Hakim Kasasi pada 30 Maret 2021, sedangkan putusan ketiga terdakwa diputus Majelis Hakim Kasasi pada 20 April 2021. Dengan demikian, semestinya eksekusi terhadap barang bukti dalam perkara Sudianto dilaksanakan secara bersamaan dengan eksekusi pidana yang dijatuhkan kepada ketiga terdakwa berdasarkan ketiga putusan kasasi.
Herawan mengatakan, selain belum tereksekusi, ketiga terdakwa juga memperoleh perlakuan istimewa lainnya, baik oleh Kejaksaan maupun oleh Pengadilan, yang mana ketiga terdakwa itu diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Herawan menyatakan, untuk diketahui, terhadap ketiga putusan kasasi yang berkekuatan hukum tetap tersebut, pada Senin tanggal 27 Juni 2022, penasihat hukum dari ketiga terdakwa telah mengajukan permohonan PK ke hadapan Utin Reza Putri selaku Panitera Pengadilan Tipikor pada PN Pontianak. Permohonan PK tersebut segera diterima dan berkas perkara ketiga terdakwa telah dikirim oleh panitera ke MA.
Herawan menyayangkan, penerimaan permohonan PK dan pengiriman berkas perkara ketiga terdakwa tersebut. Karena menurut ketentuan pasal 263 ayat 1 KUHAP dan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung RI (MARI) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana menyatakan, permohonan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana.
Sedangkan ketiga putusan kasasi tersebut sekalipun telah diberitahukan kepada penuntut umum, namun hingga saat ini Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak tidak memerintahkan penuntut umum untuk segera mengeksekusi pemidanaan ketiga terdakwa, sehingga status ketiga terdakwa belum menjadi terpidana.
“Oleh karenanya ketiga terdakwa belum dapat dan atau belum berhak mengajukan upaya hukum PK terhadap ketiga putusan kasasi tersebut,” tegas Herawan.
Herawan menjelaskan, menurut SE MARI Nomor 1 Tahun 2012 tersebut menyatakan permintaan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri. Permintaan PK tidak dapat diwakilkan oleh penasihat hukumnya dan atau permintaan PK yang diajukan oleh penasehat hukumnya tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan.
Sementara faktanya, kata dia, permohonan PK diajukan oleh penasehat hukumnya, tanpa dihadiri oleh ketiga terdakwa.
Menurut Herawan pula, dengan demikian permohonan PK tersebut semestinya oleh Panitera PN Pontianak dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan. Dan semestinya Ketua PN (KPN) Pontianak menetapkan permohonan PK yang dimohonkan oleh penasihat hukum ketiga terdakwa tersebut dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil dan berkas-berkas perkaranya tidak dikirim ke MA.
“Namun faktanya ternyata permintaan PK yang diajukan oleh penasihat hukumnya tersebut tetap diterima oleh Panitera PN Pontianak dan berkas-berkas perkaranya tersebut tetap dikirim ke MA,” ungkap Herawan.
Herawan mengatakan, permohonan PK yang diajukan oleh penasehat hukum ketiga terdakwa itu pun tanpa dihadiri oleh ketiga terdakwa, sehingga Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak semestinya memerintahkan penuntut umum untuk segera berkeberatan terhadap penerimaan PK oleh PN Pontianak tersebut.
Dan lagi, lanjut Herawan, penuntut umum semestinya mendesak KPN Pontianak atau panitera agar permohonan PK tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara ketiga terdakwa tidak dilanjutkan ke MA. Penuntut umum, kata dia, semestinya segera melaksanakan eksekusi ketiga putusan kasasi tersebut terhadap ketiga terdakwa agar menjalani pidananya terlebih dahulu.
“Tetapi faktanya ternyata penerimaan permohonan PK oleh PN Pontianak tersebut, tidak disikapi oleh Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak. Ketiga terdakwa juga tidak segera dieksekusi oleh Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak,” ujar Herawan.
Herawan menerangkan, kemudian pada 27 Juni 2022 KPN Pontianak telah menunjuk majelis hakim untuk memeriksa ketiga permohonan PK tersebut. Pada saat pemeriksaan PK di persidangan majelis hakim, oleh karena ketiga permohonan PK diajukan oleh penasehat hukumnya, tanpa dihadiri oleh ketiga terdakwa, semestinya ketiga permohonan PK tersebut oleh majelis hakim dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil dalam pengajuan PK dan ketiga berkas perkaranya dikembalikan ke PN untuk dilengkapi administrasinya.
Ketiga terdakwa pun disampaikannya, harus menjalani pidana yang dijatuhkan dalam ketiga putusan kasasi tersebut, baru mengajukan permohonan PK. Namun faktanya ternyata dalam pemeriksaan PK di persidangan, ketiga permohonan PK tersebut oleh majelis hakim dinyatakan telah memenuhi syarat formil.
Herawan mengatakan, pada saat pemeriksaan PK, ketiga terdakwa yakni M Thomas Benprang dan terdakwa Danang Suroso serta terdakwa Ricky Tri Wahyudi dan penuntut umum yakni Sondang Edward Situngkir dan Joseca Carolina Indri Itang hadir dipersidangan pada Selasa 19 Juli 2022. Namun faktanya Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak tidak memerintahkan kedua penuntut umum untuk segera mengeksekusi ketiga terdakwa tersebut.
“Terhadap penerimaan permohonan PK dan pengiriman berkas perkara ketiga terdakwa yang dilakukan oleh Panitera PN Pontianak tersebut, kami selaku sudah mengajukan permohonan keberatan kepada Ketua Mahkamah Agung RI agar mengoreksi, meluruskan dan membatalkannya,” tegas Herawan.
Herawan menyatakan, pihaknya berkeyakinan permohonan PK yang dimohonkan oleh penasihat hukum ketiga terdakwa tersebut, niscaya dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkara ketiga terdakwa niscaya dikembalikan ke PN Pontianak.
Bakal Lapor ke Jagung dan KPK
Herawan Utoro menegaskan, terhadap tidak tereksekusinya ketiga terdakwa berdasarkan ketiga putusan kasasi tersebut, pihaknya mencadangkan untuk mengajukan pengaduan kepada Jaksa Agung (Jagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPM) agar melakukan pengawasan eksekusi dan mengeksaminasi penanganan kasus perkara tersebut.
Herawan menyatakan, ketiga terdakwa mengajukan permohonan PK berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor PN Pontianak pada 10 Agustus 2020 perkara terdakwa Sudianto yang dinyatakan tidak terbukti dan dibebaskan dari dakwaan penuntut umum.
Putusan tersebut kata dia, telah dikuatkan karena permohonan kasasi penuntut umum ditolak oleh majelis hakim kasasi yang terdiri dari Suhadi sebagai ketua majelis, Krisna Harahap dan Abdul Latif, masing-masing sebagai anggota.
Dari ketiga terdakwa, lanjut Herawan, permohonan PK yang diajukan terdakwa Danang Suroso telah terdaftar di Kepaniteraan di MA dengan majelis hakim PK yang terdiri dari Suhadi, sebagai Ketua Majelis, Suharto dan Ansori, masing-masing sebagai anggota.
Herawan menyatakan, oleh karena Suhadi, sebelumnya pernah menjadi ketua majelis menangani perkara terdakwa Sudianto, dengan demikian termasuk mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa sehingga wajib mengundurkan diri berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
“Terhadap hal itu, kami selaku penasehat hukum dari PT SBS mencadangkan untuk mengajukan permohonan keberatan kepada Ketua Mahkamah Agung tentang penetapan penunjukkan majelis hakim PK tersebut, untuk selanjutnya menunjuk dan menetapkan majelis hakim baru untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut,” ucap Herawan.
Kembali, pihaknya sebagai pemilik Kapal Tongkang Labroy 168 yang diasuransikan ke dalam Asuransi Marine Hull di PT Asuransi Jasa Indonesia Cabang Pontianak sebagaimana yang menjadi objek perkara, mendesak Kajati Kalbar untuk segera mengeksekusi putusan MA yang ada.
Terpisah, Kepala Kejati Kalbar, Mashyudi, ketika dikonfirmasi melalui chat dan telepon WhatsApp terkait tidak dieksekusinya ketiga terdakwa korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya Kapal Tongkang Labroy 168, tidak memberikan tanggapan.
Sementara Kasi Penkum Kejati Kalbar, Pantja Edy Setiawan mengatakan, kalau ia harus mengkonfirmasi ke bidang pidana khusus untuk mengetahui duduk perkaranya.
“Nanti Senin lah untuk konfirmasi selanjutnya. Soalnya saya tidak terlalu paham information detailnya. Ada baiknya, langsung bertanya ke Kasi Pidsus Kejari Pontianak,” kata Pantja.
Sementara itu, Kejari Pontianak, Wahyudi ketika dikonfirmasi mengatakan, dirinya sedang berada di luar kota. Ia lantas meminta wartawan mewawancarainya langsung pada Senin, 14 November, dengan alasan harus melihat berkas perkaranya terlebih dahulu. (Jau)
Comment