KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji angkat bicara terkait tudingan Ombudsman RI yang menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalbar c.q. Gubernur Kalbar telah melakukan maladministrasi lantaran membiarkan berlarut-larut persoalan pembayaran ganti rugi atau kompensasi terhadap korban terdampak ambruknya Dermaga Sambas tahun 2014.
“Yang akan masalah inikan, kalau kita bayar, lalu ada masalah hukum. Karena yang melakukan kesalahan inikan bukan pemprov tapi pelaksana. Kita kasihan dan prihatin dengan masyarakat, mereka dirugikan. Tapi aturan hukum itu tidak berdasarkan kasihan tidak kasihan. Ini norma hukumnya harus diterapkan,” jelas Sutarmidji, Rabu (25/01/2023).
Menurut dia, duduk permasalahan sebenarnya sudah jelas. Di mana berdasarkan hasil konsultasi Pemprov Kalbar bersama Kemendagri, bahwa pembayaran baru dapat dianggarkan dan direalisasikan kepada para korban setelah adanya putusan pengadilan yang menyatakan adanya kewajiban tersebut.
“Nah kita (Pemprov Kalbar), bukan tidak mau bayar, mau bayar. Tapi kan harus ada putusan pengadilan kalau yang begini-begini. Tanpa ada putusan pengadilan tak bisa. Kita tak bisa, lalu (oleh ombudsman) dikatakan maladministrasi,” kata Sutarmidji.
Terkait tudingan Ombudsman RI sendiri, dengan satire, Sutarmidji justru balik menantang, jika Ombudsman RI berani, silakan untuk mengeluarkan surat rekomendasi eksekusi pembayaran terhadap para korban tersebut, dengan konsekuensi hukum ditanggung oleh Ombudsman RI sendiri.
“Boleh saja (dikatakan begitu), tapi ombudsman buat saja surat ke pemprov untuk segera eksekusi bayar dengan catatan tanggung jawab hukumnya ada pada ombudsman. Kalau begitu, besok pun saya perintahkan bayar. Kalau begitu jelas,” katanya.
“Apakah dari sisi hukum, rekomendasi ombudsman itu bisa dijadikan dasar untuk menganulir masalah hukum? Kan tidak bisa,” tambahnya.
“Lalu kita dikatakan melakukan maladministrasi. Saya tak sependapat kalau Pemprov dikatakan melakukan maladministrasi. Justru kalau kita laksanakan (bayar tanpa putusan pengadilan) kita maladministrasi. Boleh lah silakan ombudsman diskusikan dengan APH,” sindir Sutarmidji lagi.
Sutarmidji pun meminta agar Ombudsman RI benar-benar memahami posisi Pemprov Kalbar dalam permasalahan ini. Bukan malah berakrobat dengan mengambil kesimpulan kalau pemprov telah melakukan maladministrasi.
“Kalau kita lakukan (pembayaran) justru kita melakukan maladministrasi. Kalau tidak melaksanakan, justru kita betul. Jangan tebalek-balek (terbalik-balik),” camnya.
Lebih lanjut Sutarmidji menyampaikan, bahwa ketika kasus tersebut terjadi, jelas bukan pada masa kepemimpinannya. Dia baru menjabat sebagai Gubernur Kalbar tahun 2018. Namun poinnya, keputusan untuk melakukan pembayaran ganti rugi atau tidak, tetap harus berdasarkan pada putusan pengadilan.
“Dermaga Sambas itu begini. Dulu kan ada pembangunan. Sejarahnya setahu saya, karena ini bukan di masa saya, kalau tidak salah itu, pelaksana (kontraktor) mengikatkan tali ke ruko warga. Kemudian dermaganya ambruk, akhirnya ruko-nya ketarik,” katanya.
“Menurut hukum yang bertanggung jawab itu pelaksana, bukannya pemprov. Kalau tidak salah saya, ada yang kena hukum (diputus pengadilan, red) itu,” sambung Sutarmidji.
Selanjutnya, baik dirinya maupun pemerintahan sebelumnya juga dihadapkan pada persoalan yang sama. Di mana para korban kala itu juga menuntut adanya pembayaran ganti rugi, namun gubernur sebelumnya juga tidak berani melakukan pembayaran, karena tidak memiliki dasar hukum tadi.
“Masa (kepemimpinan gubernur) yang lalu pun bukan mereka tidak mau bayar, tapi masalah tanggung jawab pidananya siapa? Karena ini masalah uang negara. Yang nama korupsi itukan tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tapi (juga) menguntungkan orang lain. Ombudsman paham tidak itu?” tegas Sutarmidji lagi.
“Jadi harus jelas dulu. Kita sih tidak masalah, asal tanggung jawab hukumnya itu,” tambanya.
Oleh karena itu, Sutarmidji pun memberikan jalan keluar bagi warga yang terdampak dari ambruknya pembangunan Dermaga Sambas tahun 2014 untuk melayangkan gugatan perdata ke pengadilan, sehingga ada putusan pengadilan yang mewajibkan Pemprov Kalbar untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara hukum.
“Solusi untuk warga yang terdampak bagus gugat ke pengadilan. Karena dasar kita bayar harus itu. Kalau pengadilan bilang kita harus bayar, maka kita bayar. Kalau pengadilan bilang pelaksana yang bayar, maka pelaksana harus bayar. Mau bilang apa lagi?” jelasnya.
Karena menurut Sutarmidji lagi, persoalan ini bukanlah masalah perdata antara orang perorang, yang boleh berdamai kapan saja dan pakai uang siapa saja, melainkan ini menyangkut pertanggungjawaban terhadap uang negara.
“Pasti pakai APBD bayarnya. Tak mungkin bayarnya pakai duit saya, tak mungkin pakai duit Pak Ria Norsan (Wakil Gubernur Kalbar) dan Pak Harisson (Sekda Kalbar),” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Sutarmidji juga mengharapkan agar pihak-pihak terkait dapat memberikan penjelasan yang komplit, bukan memberikan rekomendasi mengambang yang ujungnya berbuah pada konsekuensi hukum.
“Kasihan juga masyarakat. Ombudsman silakan saja. Tapi kita disuruh konsultasi dengan APH. Jaksa sebagai pengacara negara pasti jawabannya sama seperti yang saya sampaikan. Harus ada dasarnya (putusan pengadilan). Atau kalau mau audit BPK, tetap juga norma hukumnya begitu. Satu-satunya itu harus ada putusan pengadilan, tidak bisa tidak,” paparnya.
Karena menurutnya, jika posisi ini ada pada ombudsman, maka ia yakin ombudsman pun tidak akan berani melakukannya.
“Kalau memang disuruh konsultasi dengan APH, kenapa kita dibilang maladministrasi lagi? Kalau memang harus dibayarkan tidak perlu konsultasi dengan APH lagi. Artinya apa? Ombudsman sendiri pun takut. Tak berani yang pasti,” katanya.
Sutarmidji juga menegaskan, bahwa penyelesaian permasalahan kompensasi ini bukan masalah masa kini atau masa lampau. Ia bahkan mengapresiasi langkah pemerintahan sebelumnya yang komitmen terhadap aturan hukum yang berlaku.
“Karena dampak kerugian negaranya, kalau kita salah mengeksekusi itu, itu yang masalah. Siapa yang mau tanggung jawab? Bukan karena ini persoalan di masa lampau,” tekannya.
“Saya tegaskan, pemerintahan itu harus berkesinambungan, baik dari masa yang lalu sampai masa kini. Ini cuma masalah aturan. Saya, yang bagus di masa Pak Cornelis (Gubernur Kalbar sebelumnya) saya pertahankan, yang belum bagus saya baguskan. Jangan sampai ganti bupati, wali kota, gubernur semuanya hilang. Ganti (kebijakan) ini itu,” pungkas Sutarmidji. (Jau)
Comment