KalbarOnline, Pontianak – Memasuki tahun politik 2023, media sosial mendadak dibanjiri oleh kritik terhadap sejumlah kebijakan kepala daerah incumbent. Mutakhir, yakni soal jalan rusak.
Sasaran tembak juga mengarah pada Pemerintah Provinsi Kalbar yang saat ini dipimpin oleh Sutarmidji dan Ria Norsan. Betapa tidak, dalam beberapa hari terakhir, upload-an tentang kondisi jalan rusak ini terus seolah megantre, berdesak-desakan, berebut masuk di berbagai platform, termasuk grup-grup WhatsApp keluarga.
Padahal secara statistik, persentase antara kondisi jalan mulus dan jalan rusak cukup kentara. Menurut data PUPR misalnya, jalan yang jadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi di Kalbar dalam kategori mantap kini telah mencapai 72,28 persen dari total panjang keseluruhan 1.534,75 kilometer.
Artinya, hanya sekitar 20-an persen lebih atau 252 kilometer jalan di provinsi ini yang masih rusak. Dan persentase jalan dengan kondisi mantap itu pun masih akan terus bertambah hingga 80 persen pada akhir tahun ini.
Gubernur Kalbar, Sutarmidji yang dimintai tanggapannya soal ribut-ribut mengenai jalan rusak ini meminta masyarakat dapat melihat persoalannya secara objektif terlebih dahulu. Karena menurut dia, secara jarak, 252 kilometer itu memang cukup panjang, namun kondisi ini tidak bisa dibanding-bandingkan dengan perbaikan jalan di Pulau Jawa, karena secara luasan wilayah, Kalbar memiliki luas satu seperempat dari Pulau Jawa.
“Kalau (hitungan) persentase maka akan objektif, tapi kalau (hitungan) panjangnya tidak. Karena begini, Kalbar itu luasnya satu seperempat Pulau Jawa dengan (terbagi) 14 kabupaten/kota. (Sementara) di Pulau Jawa ada tujuh provinsi, dengan lebih dari 200 kabupaten/kota, wajar jika jalan di Pulau Jawa mantap semua,” katanya, Selasa (09/05/2023).
Dengan rentang kendali yang relatif cukup luas itu, maka penyelesaian permasalahan jalan provinsi di Kalbar pun diakui cukup menyita waktu dan anggaran. Berbeda dengan wilayah pemerintahan yang relatif lebih kecil, seperti Kota Pontianak contohnya, akan lebih mudah menanganinya.
“Sejak saya wali kota sudah 100 persen mantap (jalan di Pontianak), karena kecil wilayahnya. Kalbar ini jalan provinsi saja 1.534 kilometer,” terang Sutarmidji yang pernah menjabat Wali Kota Pontianak dua periode ini.
Lebih Jauh soal kondisi jalan provinsi di Kalbar, saat Sutarmidji menjabat sebagai Gubernur Kalbar pada tahun 2018, jalan provinsi dengan kondisi mantap hanya sekitar 49 persen saja dari total panjang 1.534,75 kilometer.
Artinya dalam lima tahun jabatan di periode 2018 – 2023, dirinya berhasil meningkatkan sekitar 31 persen ruas jalan provinsi menjadi mantap.
“Akhir tahun ini Insya Allah jadi 80 persen, artinya 31 persen kita tambah. Anggarannya lebih banyak, 80 hingga 90 persen dari PAD (Pendapatan Asli Daerah), bukan dari dana pusat, dana pusat (kontribusinya) kecil sekali,” beber Sutarmidji.
Padahal untuk ruas jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat di Kalbar saat ini, terang Sutarmidji, masih menyisakan sekitar 7 persen yang belum mantap. Belum lagi jalan-jalan provinsi yang ditangani Pemprov Kalbar saat ini dulunya merupakan jalan-jalan kabupaten, yang dinaikkan statusnya menjadi jalan provinsi agar ditangani oleh pemerintah provinsi.
“Jadi harus dipahami, yang jelas progresnya ada. Jalan-jalan yang belum kami tangani itu dulu statusnya jalan kabupaten, lalu diambil alih menjadi jalan provinsi, tetapi tidak dialokasikan anggaran, maka sekarang harus dialokasikan anggaran,” kata Sutarmidji blak-blakan.
Data Lama VS Data Baru
Kembali soal masih adanya sekitar 252 kilometer jalan provinsi yang belum mantap, Sutarmidji menjelaskan, bahwa itu merupakan data pada tahun 2022. Sementara pada tahun 2023, progres peningkatan jalan terus dilakukan dan diperkirakan bisa tertangani sekitar 97 kilometer.
Dengan demikian, ketika 2023 selesai, maka jalan yang tadinya 252 kilometer itu hanya tinggal tersisa sekitar 140 kilometer saja lagi yang belum mantap. Beda cerita lagi, jika pemerintah pusat berkenan membantu Pemprov Kalbar membiayai penanganan jalan, maka bisa lebih banyak lagi yang tercover.
“Itu tidak repot lagi, (apalagi) kalau Inpres (Instruksi Presiden) tentang jalan (alokasi ke Kalbar) sampai Rp 1 triliun, sebetulnya (jalan mantap) bisa sampai 90 persen,” terangnya.
Butuh Keseriusan Pusat
Informasi saja, berdasarkan desas-desus yang diterima, dari total keseluruhan usulan Pemprov Kalbar untuk kebijakan Inpres jalan tahun 2023 ini, yang diverifikasi pemerintah pusat hanya kurang lebih Rp 200 miliar saja.
Sutarmidji menilai, kalau memang benar demikian adanya, maka alokasi yang dianggarkan tersebut sangatlah kecil, karena anggaran yang dikucurkan se-Indonesia mencapai Rp 30 triliun.
“Kalau Rp 30 triliun (se-Indonesia), Kalbar hanya dapat Rp 200 miliar, artinya yang tidak mau jalan di Kalbar itu bagus semua bukan pemprov, bukan masyarakat, tapi (pemerintah) pusat,” tudingnya.
“Dana mereka, yang mengalokasikan mereka, masa jalan kita (Kalbar) banyak rusak hanya dialokasikan Rp 200 miliar? Mengapa daerah lain bisa triliunan, artinya bukan kita tidak mau jalan bagus, tapi memang pusat setengah hati juga membantu kita,” pungkas Sutarmidji.
Persoalan Klasik
Di sisi lain, pengamat sosial dan pemerintahan dari Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Zulkarnaen menganggap, bahwa persoalan jalan rusak di daerah seyogianya memang tak dapat dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah pusat.
Maksud dia, pemerintah pusat harus juga melakukan evaluasi terhadap aturan hukum mengenai klasifikasi kewenangan dalam memperbaiki infrastruktur jalan di daerah.
Karena selama ini, ketika suatu jalan dengan klasifikasi kewenangan kabupaten lalu diperbaiki dengan anggaran provinsi, maka secara aturan hal itu tidak bisa dipertanggungjawabkan dan bisa menjadi temuan hukum.
Sehingga ke depan, menurut Zulkarnaen, pemerintah pusat harus merumuskan suatu aturan atau kebijakan yang memungkinkan adanya penyelesaian bersama secara kolaborasi antar pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
“Dana yang dianggarkan juga terbatas ini menjadi masalah. Perhatian terhadap infrastruktur jalan relatif membutuhkan biaya besar, tapi penambahannya (anggaran) tidak signifikan, maka penganggaran secara nasional juga harus diperhatikan,” maksud Zulkarnaen.
“Ini tidak bisa disalahkan semuanya kepada daerah, maka nasional lewat APBN juga harus memperhatikan persoalan ini,” tambahnya.
Zulkarnaen melihat keterbatasan anggaran memang merupakan fakta yang menjadi persoalan dalam penanganan ruas jalan provinsi dan kabupaten/kota di daerah ini. Oleh karenanya, diperlukan evaluasi dalam konteks kolaborasi pembangunan. Agar hal itu tidak menjadi pelanggaran hukum, dan justru dapat membuat pembangunan menjadi lebih efektif.
“Kalbar ini luas wilayahnya luar biasa, dana yang terbatas menjadi persoalan yang tidak mudah. Sehingga diperlukan hal yang bisa dibicarakan dalam konteks kolaborasi pembangunan yang diperbolehkan secara hukum,” jelasnya. (Jau)
Comment