KalbarOnline, Pontianak – Pertumbuhan penduduk di Kota Pontianak mendekati 700 ribu jiwa. Jumlah populasi demikian menghasilkan produksi sampah dengan rerata volume 400 ton per hari. Atau jika dihitung per individu, setiap orang memproduksi sampah antara 0,5-0,7 kilogram per hari. Lonjakan sampah bertambah terutama saat memasuki musim buah seperti sekarang ini.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menjelaskan, pemerintah pusat telah membuat regulasi bahwa tahun 2030, sampah yang dikelola harus bisa ditekan minimal 30 persen.
Sampah yang diproduksi di Kota Pontianak didominasi sampah organik dengan kisaran 60 hingga 70 persen, selebihnya campuran seperti plastik, kertas dan jenis sampah lainnya. Untuk itu Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menggaungkan agar sampah-sampah itu habis tanpa perlu dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terutama sampah organik.
“Yang menjadi persoalan adalah sampah plastik yang baru terurai hingga ratusan tahun lamanya. Sehingga sekarang sudah mulai banyak upaya mengelola sampah-sampah plastik menjadi bijih plastik atau bahan bakar minyak,” jelasnya pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup di Bank Sampah Palem Asri Jalan Puskesmas Pal IV Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota, Minggu (25/06/2023).
Menurut Edi, pengelolaan sampah yang paling baik adalah sistem pemilahan sampah, antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik bermanfaat untuk komposting, gas metan dan sebagainya. Sedangkan anorganik seperti plastik, kertas dan sejenisnya bisa didaur ulang melalui konsep 3R. Keberadaan bank sampah salah satunya sebagai upaya mengurangi produksi sampah. Termasuk bank-bank sampah mini yang ada di sekolah-sekolah.
Ia berharap, jumlah bank sampah mini diperbanyak di sekolah-sekolah, setidaknya harus ada 114 bank sampah mini di SD Negeri dan 28 di SMP Negeri.
“Jadi anak-anak siswa SD dan SMP dibiasakan membawa sampah dari rumah ke sekolah setiap paginya untuk dikelola di bank sampah mini yang ada di sekolah. Sampah itu ditimbang untuk dinilai dan menjadi tabungan siswa. Misalnya botol plastik minuman per kilogramnya dinilai Rp 1.200, kalau organik berapa,” kata Edi.
Menariknya, lanjutnya lagi, keberadaan bank sampah di Kota Pontianak telah banyak dimanfaatkan masyarakat karena hasil sampah yang dikumpulkan memberikan pendapatan bagi mereka. Bahkan ada satu RT di Kecamatan Pontianak Selatan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lewat bank sampah. Sampah-sampah yang berhasil dikumpulkan dikonversi dengan nilai uang dan uang tersebut dipergunakan untuk membayar PBB.
“Ini bentuk inovasi dari lingkungan. Jadi sampah itu bukan dari barang-barang yang terbuang, tetapi semuanya harus bisa bernilai,” terangnya.
Mengelola masalah sampah tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah, tetapi butuh peran serta seluruh masyarakat. Edi menyayangkan masih adanya pola pikir segelintir masyarakat yang membuang sampah di parit, terutama Sungai Kapuas. Begitu pula pengunjung taman-taman seperti di Taman Sepeda. Masih ditemukannya warga yang membuang sampah sembarangan dinilai perlu dilakukan penindakan tegas.
Dia meminta Satpol PP dan dinas terkait, camat dan lurah untuk melakukan tindakan tegas berupa sanksi bagi warga yang mengotori kota. Sebab jika dibiarkan tanpa adanya tindakan hukum, mereka akan terbiasa membuang sampah tidak pada tempatnya. Apalagi dalam Perda Ketertiban Umum sudah jelas tertuang sanksi denda minimal Rp 500 ribu dan dikenakan secara langsung atau bayar di tempat.
“Kalau ada yang terjerat dan diviralkan orang yang membuang sampah sembarangan, setidaknya akan memberikan efek jera,” sebutnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak Syarif Usmulyono menuturkan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023 mengusung tema “Solusi Untuk Polusi Plastik”. Berkaitan dengan tema tersebut di atas Pemkot Pontianak telah melakukan berbagai upaya dalam mengatasi sampah plastik di Kota Pontianak.
“Upaya itu antara lain pembatasan penggunaan kantong plastik melalui Peraturan Wali Kota Pontianak Nomor 6 Tahun 2019 tentang pengurangan penggunaan kantong plastik,” ujarnya.
Kemudian, sambung dia, adanya program bank sampah di setiap kelurahan dan bank sampah mini di setiap sekolah juga menjadi upaya pengurangan sampah plastik. Menurut data pihaknya, jumlah bank sampah saat ini sebanyak 23 bank sampah dan bank sampah mini di sekolah sebanyak 11 sekolah.
“Bank sampah ini sebagai praktek ekonomi simpulan dengan memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk sehingga tidak ada sumber daya yang terbuangkan,” tukasnya. (Indri)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Comment