Dewan Tuding Sutarmidji Hambat Proyek Pembangunan Masjid Ikonik di Sajingan

KalbarOnline, Pontianak – Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Subhan Nur mengkritik kebijakan Gubernur Sutarmidji yang melarang pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD diberikan dalam bentuk hibah.

Pasalnya dengan kebijakan tersebut, membuat dirinya gagal memberikan hibah senilai Rp 3 miliar untuk pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan di Desa Senatab, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Ini akan jadi preseden buruk bagi dia (Sutarmidji) di masa akhir jabatannya. Anggaran (hibah)-nya Rp 3 miliar. (Sebelumnya) sudah kita anggarkan Rp 1 miliar dan itu (pembangunannya) sudah berjalan hampir Rp 2 miliar. Mungkin kalau dengan pembenahan-pembenahan itu sekitar Rp 2 miliar sudah selesai, antara 30-40 persen selesai, tinggal pembangunan kawasan, kemudian pembangunan masjidnya,” kata Subhan kepada wartawan, Selasa (8/8/2023).

Subhan menyatakan, bahwa masjid ini awalnya merupakan ide dari masyarakat di Sajingan Besar yang mengharapkan adanya pembangunan masjid yang bakal dijadikan ikon toleransi di wilayah batas negara tersebut. Dari situ, Subhan lantas menghibahkan tanah pribadinya seluas sekitar 6 hektar.

“Karena saya salut juga dengan masyarakat Sajingan, walaupun minoritas Islam dan mayoritas Katolik dan Kristen di sana, tapi toleransinya luar biasa. Oleh sebab itu kita buat satu ikon di mana untuk Katolik sudah ada ikon wisata rohaninya, yaitu Gua Maria di Desa Bantanan,” ucapnya.

Tak hanya bagi masyarakat lokal, Masjid Hijrah As-Subhan juga digadang-gadang bakal dijadikan “wajah depan” bagi turis-turis Malaysia yang melancong ke daratan Indonesia melalui Biawak, Lundu, Sarawak menuju Aruk di Kabupaten Sambas.

“Kita bangun masjid itu sebagai ikon wisata rohani untuk masyarakat Islam dan para musafir nanti. Karena kita ketahui Temajuk itu melewati Desa Aruk. Banyak musafir mungkin singgah sholat, sambil menikmati keindahan alam di Kecamatan Sajingan yang berbatasan dengan negara Malaysia,” ujar Subhan.

“Itu mungkin bisa sebagai ikon wisata untuk mereka yang datang dari Malaysia atau luar negeri,” katanya.

Namun sayangnya, dengan kebijakan Sutarmidji itu, membuat progres penyelesaian pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan kini menjadi terhambat dan bahkan terancam mangkrak.

“Sangat disayangkan, kalau ini tidak dicairkan (anggaran hibahnya) oleh Sutarmidji yang akan habis masa jabatannya, dia bertanggung jawab terhadap tidak selesainya pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan,” tegas Subhan.

Dirinya pun berharap, agar pada pemilu legislatif 2024 mendatang ia dapat terpilih kembali sebagai Anggota DPRD Kalbar dan dapat menyelesaikan janjinya kepada masyarakat untuk menyelesaikan Masjid Hijrah As-Subhan.

“Iya, belum dicairkan sampai hari ini. Rp 3 miliar itu untuk kita selesaikan pembangunannya. Mudah-mudahan saya duduk lagi 2024, tanggung jawab moral saya untuk menyelesaikannya. Karena kita sudah banyak (keluar bantuan, red), dan itu sudah kita buat perencanaan, kurang lebih (totalnya) Rp 6 miliar. Bisa kita masukan ke OPD-OPD untuk kawasan, itu kan boleh secara aturan,” katanya.

Baca Juga :  Gubernur Sutarmidji Harapkan Pembangunan Duplikasi Jembatan Kapuas 1 Cepat Selesai

Sebelumnya, panitia pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan diketahui juga telah mengusulkan dana sebesar Rp 3 miliar kepada Gubernur Sutarmidji pada 10 Februari 2022 lalu. Usulan dana tersebut diperuntukkan bagi penyelesaian bangunan masjid tersebut.

Gubernur Bukan Raja

Kekesalan Subhan Nur kepada Gubernur Sutarmidji tak berhenti pada soal gagalnya pemberian hibah senilai Rp 3 miliar bagi pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan. Ia turut mengungkit soal janji Sutarmidji yang tak tertunaikan terhadap penyelesaian pembangunan Masjid Besar Al-Hilal Sekura.

“Masjid Besar Al-Hilal Sekura. Dia janji mau bangun. Sampai hari ini tak ada. Yang bereskan (pembangunan)-nya itu dana pokir kita. Karena kita inikan salah satu tim kampanye dia juga. Akhirnya kita berhadapan dengan masyarakat. masyarakat menagih kita. Kebetulan kita di dewan ini ada dana pokir. Ini yang tak dilihat dia,” ketusnya.

Subhan turut mempertanyakan dasar Sutarmidji mengeluarkan kebijakan yang dianggapnya agak nyeleneh tersebut. Karena menurutnya, hibah-hibah yang digelontorkan melalui pokir dewan selama ini justru dinilai sangat membantu pembangunan rumah-rumah ibadah.

“Dasar apa dia mau menyalahkan anggota dewan tentang pembangunan pokir-pokir untuk masjid yang ada di seluruh Kabupaten Sambas. Sementara kan (anggaran) sudah disetujui itu,” katanya.

Subhan lalu menyindir soal hibah yang “seenaknya” diberikan secara terus menerus oleh Sutarmidji kepada Masjid Raya Mujahidin di Kota Pontianak, yang ditengarai tengah menjadi sorotan penegak hukum saat ini.

“Justru yang jadi kebijakannya yakni Mujahidin, itukan masalah, sudah gelar perkara. Artinya kan ada masalah sampai Thamrin (mantan Ketua Yayasan Mujahidin) mundur. Thamrin itukan mantan rektor (Untan Pontianak), Ndak mungkin dia mundur tanpa ada alasan dan sebab yang akan menjebak dia juga,” kata Subhan.

Tak hanya sampai di situ, Subhan juga menuding kalau Sutarmidji sebenarnya kurang memberikan perhatian terhadap pembangunan rumah-rumah ibadah, terlebih yang berada di pelosok-pelosok daerah.

“Ya sangat kurang. Justru hibah dewan inilah untuk menutupi kelemahan dia, kalau dia mau ngaku kelemahan dia. Karena rata-rata kalau sampai yang jauh di pelosok-pelosok siapa? Kan anggota dewan, lewat reses kita,” ucapnya.

Semestinya menurut hemat Subhan, jika kebijakan itu dicabut, maka apa yang tidak tercover oleh Gubernur Kalbar, bisa dibantu diselesaikan oleh anggota dewan melalui pokir masing-missing.

“Sekarang kalau tidak setuju (pokir dalam bentuk hibah) waktu pembahasan. (Tapi) inikan udah di anggaran, disetujui. Masa ndak setuju yang 3 tahun lalu?” cecarnya.

Melalui kebijakan ini pula, Sutarmidji dianggap Subhan seolah hendak mengontrol ruang gerak para awak legislatif. Pada posisi ini, Sutarmidji dinilainya telah bertindak di luar kewenangannya.

Baca Juga :  1.200 Porsi Bubur Ikan Pontianak Pecahkan Rekor ORI

Ndak bisa, dia itukan bertindak seolah-olah mengontrol legislatif. Padahal itu sudah kesepakatan pokir, ayo kita buktikan, yang berhak mengontrol penggunaan dana itukan auditor negara, baik inspektorat maupun BPK. Itu yang dia harus tahu,” jelasnnya.

“Tidak ada urusan dia mau mengontrol anggota legislatif, pelaksanaannya juga sesuai prosedur dan sudah diaudit oleh auditor negara, tidak ada masalah (pokir-pokir itu). Dasar apa dia tidak setuju? Kita kan sudah dianggarkan,” tukasnya.

Maksud Subhan, ketika anggaran peruntukan pokir telah disetujui bersama menjadi hibah rumah ibadah, maka hendaknya dapat dijalankan tanpa hambatan. Terlebih kebijakan pelarangan yang dikeluarkan Sutarmidji pun menurutnya tidak memiliki cantelan payung hukumnya.

“Ini sudah disetujui, pembahasan kan diparipurnakan, APBD sudah disahkan, termasuk pokir-pokir masjid yang disalurkan oleh anggota dewan, apanya yang salah? Apakah pergub sudah berubah? Permendagrinya sudah berubah? Kan ndak ada perubahan,” katanya.

“Banyak kebijakan dia yang nyeleneh, contoh surau, padahal dalam pergub dan permendagri tidak melarang,” timpal Subhan lagi.

Subhan mengaku masih tak habis pikir kenapa Sutarmidji menjadi bertingkah nyeleneh di ujung masa jabatannya ini. Padahal andai saja hibah-hibah pokir itu bisa disetujui, maka permasalahan pembangunan rumah ibadah di daerah-daerah bakalan segera tuntas.

“Tanya dialah, kan sampai sekarang tidak dicairkan, silakan tanya Sutarmidji,” katanya.

Masih dengan nada geram, Subhan pun meminta agar Sutarmidji bertanggung jawab jika masyarakat mengeluhkan aspirasi pembangunan rumah ibadah mereka tertunda akibat kebijakan yang dibuatnya sendiri.

“Suruh dia bertanggung jawab. (Sementara jabatan sudah mau habis) makanya, saya kan ke lapangan, banyak masyarakat yang tidak mau ini, artinya dampak politiknya juga pada dia juga nanti. Karena dia kan mau maju lagi. Kan dia dipilih rakyat,” kata Subhan.

Lebih lanjut Subhan menilai, kalau model Sutarmidji seperti ini terus–yang seolah-olah ingin mengontrol ruang gerak DPRD, ia menyarankan agar Sutarmidji sebaiknya menjadi raja saja, karena jabatan gubernur dinilai kurang cocok.

“Dan sangat luar biasa (Sutarmidji) seolah-olah dia bertindak mengontrol legislatif. Bagus dia jadi Raja saja. Kalau gubernur kan jelas aturannya. Kalau tak jelas, jadi raja saja di Kalbar ini,” kesal Subhan.

“Kalau orang bisa ngomong seenaknya, saya juga bisa. Tapi saya mempertanggungjawabkan pembicaraan saya,” tutup politisi Nasdem itu. (Ind)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment