KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji menjawab tudingan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Subhan Nur yang menilai larangan pokok-pokok pikiran (pokir) anggota dewan diberikan dalam bentuk hibah sebagai kebijakan yang nyeleneh.
Pada kasus pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan, Sutarmidji menyatakan bahwa masjid yang berlokasi di Desa Senatab, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas itu seyogyanya sudah pernah mendapat bantuan melalui hibah.
“Sebetulnya 2021 masjid ini sudah mendapat hibah sebesar Rp 1 M dari pokir anggota DPRD Provinsi Subhan Nur, tahun 2022 kembali mengajukan, dan 2023 Pak Subhan mengarahkan lagi (hibahnya) lewat pokir Pak Subhan sebesar Rp 3 M,” katanya kepada wartawan, Rabu (09/08/2023).
Masalahnya menurut Sutarmidji, bukan persoalan mau tidaknya Pemerintah Provinsi Kalbar menyetujui usulan dana sebesar Rp 3 miliar bagi pembangunan masjid tersebut, tapi ini terkait dengan boleh atau tidaknya hibah itu diberikan secara aturan dan perundang-undangan.
Ia pun meminta Subhan untuk kembali membuka lembaran Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/802 Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Masjid. Di mana di dalamnya telah dijelaskan mengenai klasifikasi berbagai masjid. Ada masjid negara, masjid nasional, masjid raya, masjid agung dan seterusnya.
Tak hanya sekedar status, penjelasan mengenai klasifikasi masjid pada SK itu juga berhubungan dengan kebolehan pemberian bantuan atau hibah oleh pemerintah. Masjid negara misalnya, merupakan masjid yang dibiayai oleh subsidi negara melalui APBN dan APBD serta bantuan dari masyarakat.
Kemudian masjid nasional, yang terletak di ibu kota provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Agama sebagai masjid nasional, menjadi pusat kegiatan keagamaan tingkat pemerintahan provinsi. Masjid nasional ini dibiayai oleh pemerintah provinsi melalui APBD dan bantuan masyarakat.
Ada pula masjid raya yang berada di ibu kota provinsi. Status penetapan masjid raya ini ditetapkan oleh gubernur atas rekomendasi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi. Untuk Provinsi Kalbar, masjid rayanya adalah Masjid Mujahidin, yang dibiayai oleh pemerintah provinsi melalui APBD dan masyarakat. Bahkan untuk mekanisme pembiayaannya, Masjid Raya Mujahidin dapat diberikan bantuan atau hibah secara terus menerus.
Lanjut soal klasifikasi masjid agung, yang dibiayai oleh pemerintah kabupaten/kota, masjid besar yang dibiayai oleh pemerintah kecamatan, masjid jami yang dibiayai oleh pemerintah desa dan seterusnya. Dengan kata lain, pengistilahan kriteria masjid-masjid ini juga terkait dengan level kewenangan atau penanganan oleh jenjang pemerintahan di suatu wilayah masing-masing
“Kita bukannya tidak setuju dan kalau (dibilang) kebijakan nyeleneh kebijakan apa (yang nyeleneh)? Pak Subhan coba belajar, (klasifikasi bantuan/hibah) masjid itu sesuai dengan ketentuan Dirjend Bimas Islam,” terangnya.
Kembali soal “posisi” Masjid Hijrah As-Subhan, dalam aspek hukum, Sutarmidji lalu balik bertanya apa status atau klasifikasi masjid tersebut, apakah masjid negara, masjid nasional, masjid raya, masjid agung atau masjid jami? Sehingga ngotot harus dibiayai APBD terus menerus?
“Nah Masjid Masjid Hijrah As-Subhan ini masuk kategori pokok-pokok pikiran atau bukan? Perlu kita kaji lagi, karena pokir itu pokok-pokok pikiran dan duit untuk membiayai pokok-pokok pikiran itu dana APBD, bukan duit pribadi,” tegas Sutarmidji.
Sutarmidji mengaku, bahwa dengan adanya kebijakan yang dikeluarkannya itu sebenarnya ia ingin membantu dan menyelamatkan dewan-dewan seperti Subhan dari masalah hukum yang berpotensi merugikan diri sendiri kedepannya. Bahkan menurut dia, saat ini pihak pemprov pun tengah membantu mengkonsultasikan “keinginan” Subhan itu ke Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Badan Pemeriksa Keuangan.
“Jadi harus pakai aturan dan karena jumlahnya besar, Rp 3 miliar, kita harus konsultasi dulu ke depdagri dan BPKP atau BPK. Kalau seandainya boleh, saya kapan saja siap tanda tangan,” jelas Sutarmidji.
Dirinya pun meminta kepada Subhan untuk bersabar, karena ia juga tidak mau jika kebijakannya dianggap menghambat pembangunan. Namun di sisi lain pula, jangan sampai kebijakannya malah berbuah konsekuensi hukum dan merugikan semua pihak.
“Kan masih ada waktu, saya berakhir tugas 5 September (2023), Pak Subhan minta saja Pj Gubernur cairkan, bantu saya untuk tidak ‘ngurus masalah’ kalau sudah tidak menjabat. Saya yakin seyakin-yakinnya Pak Subhan akan kawal itu, semoga nama masjid yang sama dengan nama beliau itu tak masalah (jadi temuan),” ucap Sutarmidji.
“Insya Allah saya pakai aturan dan apapun yang saya bicarakan sesuai aturan dan saya tak mau berungut (ngomel) sana sini, nanti dikira (macam) kumbang nebok tiang pula,” tuntasnya. (Jau)
Comment