KalbarOnline, Pontianak – Kekeh pada posisi semula, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Subhan Nur masih mendesak agar Gubernur Kalbar, Sutarmidji bersedia mencabut kebijakannya soal pelarangan pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD diberikan dalam bentuk hibah.
Subhan merasakan bahwa kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap dirinya selaku Anggota DPRD Kalbar yang telah kadung menjanjikan pemberian hibah bagi kelanjutan pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan yang berlokasi di Desa Senatab, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas.
Menanggapi hal itu, Gubernur Sutarmidji mencoba mengambil jalan tengah dan menyarankan dua hal kepada Subhan Nur. Pertama, agar Subhan sebaiknya menanyakan langsung tentang aturan pemberian hibah tersebut kepada pihak-pihak berwenang. Karena menurutnya, kebijakan yang dikeluarkannya itu sudah tegak lurus dengan aturan-aturan yang ada.
“Daripada Pak Subhan sebagai anggota dewan pusing mikirkan pokir yang belum cair karena beda pemahaman, bagus tanya BPK, atau BPKP, atau Inspektorat, bahkan kalau perlu KPK, tanya apakah pokir itu boleh untuk yang (sebagaimana) maunya Pak Subhan,” ujarnya.
Sutarmidji bahkan menantang Subhan, jika terdapat satu saja dari institusi yang berwenang itu sependapat dan menyetujui argumen Subhan, maka dirinya akan buru-buru mengambil pena gubernur untuk menulis pembatalan terhadap beleid itu.
“Kalau salah satu institusi itu bilang boleh, saya langsung tanda tangan dan saya tambah lagi secara pribadi, cume tak besar lah,” kata dia.
Sutarmidji pun kembali mengulas, bahwa yang namanya pokok-pokok pikiran atau pokir adalah usulan yang datang dari masyarakat, di mana usulan-usulan itu tak serta merta langsung dapat di-amin-kan begitu saja, melainkan harus dikaji dan disesuaikan dengan aturan yang berlaku terlebih dahulu. Mengingat anggaran yang diperuntukkan bagi pokir-pokir itu terkait erat dengan dana publik yang seharusnya dapat digunakan demi kepentingan publik.
“Kalau sesuai (dengan aturannya), kita cairkan,” jelas Sutarmidji.
Berbeda kasus dengan Masjid Hijrah As-Subhan–yang namanya “kebetulan” sesuai dengan nama Subhan Nur–Sutarmidji mengaku masih mengkonsultasikannya kepada pihak-pihak berwenang, apakah bisa hibah Rp 3 miliar itu dikucurkan. Mengingat jumlahnya yang juga tidak sedikit.
“Nah untuk masjid di lahan Pak Subhan yang sudah diwakafkan dan kebetulan nama masjid yang sesuai dengan nama Pak Subhan, saya masih menunggu jawaban institusi atau auditor dulu. Kalau mereka bilang boleh ya sudah cair barang tuh,” katanya.
“Tapi kalau tak boleh, ayo kita cari cara, gimana masjid Pak Subhan bisa selesai, tapi 2023 ini proposal yang diajukan Rp 3 miliar rasanya tak mungkin bisa (disetujui seluruhnya) Rp 3 miliar, apalagi 2021 sudah ada hibah Rp 1 miliar (untuk masjid yang sama),” sambung Sutarmidji.
Atau ambil jalan tengah yang kedua, di mana Sutarmidji menyarankan agar Subhan menunggu Pj Gubernur Kalbar yang bakal diangkat pada 6 September mendatang atau sehari setelah dirinya tidak menjabat sebagai gubernur untuk memutuskan perkara ini.
“Atau gini saja, karena saya dianggap nyeleneh, bagus tunggu Pj Gubernur jak, kan kami tanggal 6 sudah tak gubernur, minta aja mereka (Pj Gubernur) keluarkan. Saya sangat mendukung berdirinya rumah ibadah, tapi dananya harus tetap sesuai ketentuan,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Sutarmidji juga kembali menyampaikan permohonan maaf kepada panitia pembangunan Masjid Hijrah As-Subhan. Bukan dirinya tak mau mencairkan dana hibah tersebut, melainkan ia khawatir akan ada konsekuensi hukum di kemudian hari.
“Pokir bukan duit pribadi tapi duit negara, saya mohon maaf dengan panitia, termasuk kemenag atas masalah ini, saya doakan Pak Subhan bisa carikan jalan untuk selesaikan masjid ini, hitungannya bangunan 18 x 25 itu paling Rp 3,5 M jak, kalau pokir Rp 4 M, lalu kena panggil APH (Aparat Penegak Hukum) pula, pusing kite jawabnye,” tutup Sutarmidji. (Jau)
Comment