KalbarOnline, Ketapang – Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gabpeknas) Kabupaten Ketapang mendesak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat berlaku adil dalam memungut pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau dahulu lebih dikenal dengan istilah pajak Galian C.
Wakil Ketua Bidang Keanggotaan Gabpeknas Kabupaten Ketapang, Ismail mengaku, Bapenda selama ini aktif memungut pajak MBLB dari para pengusaha lokal yang mengerjakan proyek dari APBD Kabupaten Ketapang.
“Pemda tidak akan mencairkan dana proyek, jika belum melampirkan bukti setor pajak MBLB, begitu cara Bapenda Ketapang memungut pajak ini,” ucap Ismail, Minggu (03/09/2023).
Menurut Ismail, cara yang dilakukan Bapenda dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup baik. Namun Ismail menyayangkan, pungutan pajak itu hanya dibebankan pada proyek-proyek yang sifatnya kecil.
Padahal, lanjut Ismail, proyek besar seperti yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi, pusat bahkan BUMN, nyaris tak tersentuh pajak tersebut.
“Padahal itu jauh lebih besar dananya, saya mengharapkan pemerintah daerah memberlakukan secara adil, mereka juga harusnya dipungut,” ujarnya.
Ismail mencontohkan, proyek konstruksi infrastruktur listrik, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) milik BUMN, PT PLN (Persero) yang dikerjakan di Kabupaten Ketapang.
Ismail menyebut, perusahaan yang melaksanakan proyek tersebut berasal dari luar Kalbar. Seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya. Dalam membangun SUTT dan Gardu Induk (GI) perusahaan itu juga membeli pasir dan batu untuk kepentingan proyek.
“Tapi sepeser pun, menurut saya, tidak pernah mereka dipungut dan dikenakan pajak Galian C, nah ini menurut saya tidak adil, kasian pengusaha lokal yang proyeknya 150 juta, yang PL segala macam, dipungut, dikenakan pajak, tapi mereka yang puluhan miliar bahkan ratusan miliar, bebas saja melenggang,” ungkapnya.
Menurut Ismail, potensi PAD yang besar itu tak dapat dimanfaatkan secara optimal. Padahal dasar untuk memungut pajak tersebut sudah tersedia, mulai dari Perda Kabupaten Ketapang Nomor 14 tahun 2011 dan Keputusan Gubernur Kalbar Nomor 191 tahun 2023.
“Seperti pembangunan proyek Gardu Induk di Sukaharja itu, itu ribuan kubik material galian C yang dipakai, belum lagi konstruksi SUTT, harusnya kejar ini perusahaan, potensi PAD ini besar, harusnya benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan daerah,” paparnya.
Saat dikonfirmasi, Bapenda Ketapang membenarkan kalau pihaknya mewajibkan kontraktor konstruksi wajib mengantongi bukti setor pajak MBLB sebelum mengurus berkas Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Sementara terkait pajak pembangunan SUTT dan GI, Bapenda Ketapang menyebut memang tidak ada memungut pajak MBLB dari proyek strategis nasional SUTT dan GI milik BUMN PT PLN (Persero).
Kabid Pengelolaan Penerimaan Daerah Bapenda Ketapang, Heryansyah menjelaskan, pihaknya tidak memungut pajak tersebut lantaran terbentur Perda Kabupaten Ketapang Nomor 14 tahun 2011 tentang Pajak MBLB.
Heryansyah menjelaskan, di pasal 2 ayat 3, ada pengecualian yang isinya kegiatan pengambilan MBLB yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersil, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik atau telepon, penanaman kabel listrik atau telepon penanaman pipa air gas.
“Jadi ini dilema buat kami untuk memungut pajak SUTT, sejauh kami menafsirkan, SUTT ini masuk dalam pengecualian tersebut,” ucapnya.
Kendati demikian, Bapenda menilai pembangunan konstruksi SUTT dan GI itu memiliki potensi untuk dikenakan pajak MBLB.
“Tapi sebenarnya ini ada potensinya, nanti kami coba rundingkan lagi, kami akan memanggil pihak PLN untuk membicarakan hal ini,” sambungnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, KalbarOnline masih menunggu klarifikasi dari PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Kalimantan Bagian Barat. (Adi LC)
Comment