KalbarOnline, Pontianak – Salah satu perusahaan media besar di Kota Pontianak dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalbar lantaran dituding tak membayar uang pesangon mantan karyawannya.
Laporan itu disampaikan oleh Dedy Sayuti, mantan koordinator pemasaran di perusahaan itu, bersama pengacaranya, Ary Sakurianto.
“Kasus tidak dipenuhinya hak karyawan ini kami laporkan ke Disnakertrans Kalbar pada Jumat 17 November 2023 lalu,” kata Ary Sakurianto saat menggelar jumpa pers bersama Dedy Sayuti, Minggu (19/11/2023).
Ari menilai, bahwa perusahaan telah berlaku tidak adil terhadap Dedy, di mana kliennya itu dipecat secara sepihak tanpa diberikan pesangon sepeser pun. Dirinya pun berharap, agar laporan ini dapat segera ditindaklanjuti dengan pemanggilan kedua belah pihak dan berbuah solusi.
“Harusnya terhadap pemecatan tersebut, perusahaan memenuhi kewajibannya. Belasan tahun mengabdi. Dipecat. Satu sen pun tidak menerima haknya,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dedy Sayuti sebelumnya mengaku, kalau ia telah dipecat dari perusahaan pada 2011 silam, namun hingga kini hak-haknya sebagai karyawan tak pernah dipenuhi.
“Mulai bekerja di perusahaan media tersebut sejak 1998. Dimulai sebagai karyawan kontrak, lalu pada 2001 diangkat sebagai karyawan organik (tetap),” katanya.
Pada tahun 2002, Dedy diamanahkan menjadi koordinator pemasaran dan iklan untuk wilayah Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Landak. Hubungannya dengan perusahaan mulai memburuk pada tahun 2009, saat itu dirinya dituding telah menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 70 juta.
“Pada 2009 muncul masalah. Berdasarkan audit kantor pusat ada temuan piutang iklan sebesar Rp 70 juta,” katanya.
Terhadap temuan itu, Dedy kemudian diminta oleh pihak perusahaan untuk membuat surat pernyataan yang isinya bahwa temuan tersebut menjadi utang pribadi yang harus dibayarkan. Dan ia pun copot dari jabatannya.
“Temuan ini sejujurnya saya tidak mengerti. Karena pendapatan dari pemasaran yang selama itu saya laporkan sesuai dengan bukti kuitansi. Temuan ini, saya pun tidak tahu bayar kepada siapa? Karena kawan-kawan wartawan saat itu tidak ada yang menyerahkan uang Rp 70 itu kepada saya,” kata dia.
Selanjutnya, atas konsekuensi itu, sejak 2009 sampai dengan 2011 ia tidak menerima gaji sepeserpun dari perusahaan.
“Selama dua tahun gaji saya dipotong 100 persen oleh perusahaan untuk membayar hutang iklan tersebut. Jadi saya tidak ada gaji lagi saat itu,” ucapnya.
Dedy lanjut menuturkan, setelah selama dua tahun tidak menerima gaji dan dicopot dari posisi koordinator pemasaran, ia lalu menyurati perusahaan untuk mempertanyakan statusnya. Apakah masih dipekerjakan atau tidak?
“Waktu kan saya sampaikan kepada pihak perusahaan, kalau memang sudah tidak lagi dipakai. Silakan saya dipecat,” kata Dedy.
Atas suratnya itu, Dedy malah mendapat somasi ketiga dari perusahaan melalui kuasa hukumnya yang meminta untuk segera menyelesaikan permasalahan utang iklan tersebut.
“Untuk diketahui temuan hutang Rp70 juta itu, bukan kesalahan saya. Wartawan di sana juga mencari iklan. Kerjaan yang saya laporkan perusahaan semuanya tidak ada masalah. Utang di luar itu saya tidak tahu,” bantah Dedy lagi.
Seiring berjalannya waktu, pada pertengahan 2011, Dedy kemudian benar-benar mendapat surat pemecatan secara sepihak dari perusahaan.
“Saya diangkat sebagai karyawan organik berdasarkan surat keputusan yang ditandatangani dan atas persetujuan direksi. Harusnya ketika dipecat pun sama. Tetapi surat pemecatan saya hanya ditandatangani wakil direktur yang saat itu jabatan tersebut tidak ada di perusahaan,” terangnya.
Dedy menekankan, sejak dipecat sepihak sebagai karyawan, sampai dengan saat ini hak-haknya berupa pesangon dan lainnya tidak pernah diberikan perusahaan. (Jau)
Comment